Amazon Web Services (AWS) kembali mengalami outage hari ini, setelah gangguan besar hanya 10 hari lalu pada 20 Oktober. Banyak platform yang bergantung pada AWS melaporkan berbagai masalah operasional.
Dengan gangguan yang terus berulang ini, komunitas kripto menghadapi kekhawatiran krusial. Seberapa aman jaringan blockchain dan aset digital jika server besar mati dan tetap offline untuk waktu yang cukup lama?
SponsoredAWS adalah infrastruktur Web3 yang krusial — meskipun orang melupakannya
Meski “decentralization” menjadi prinsip inti blockchain, sebagian besar stack Web3 belum sepenuhnya terdesentralisasi.
Mayoritas infrastruktur krusial — endpoint RPC, API, frontend exchange, dashboard analitik, price feed, bahkan layanan wallet — berjalan di penyedia cloud tersentralisasi, khususnya AWS US-East-1.
Infura, Alchemy, QuickNode, Ankr, dan banyak layanan hosting node menjalankan klaster besar di AWS. Banyak exchange, kustodian, dan wallet bergantung pada AWS untuk komputasi dan penyimpanan data.
Perlu dicatat, mainnet Ethereum sendiri tetap terdesentralisasi. Namun, akses ke sana (gateway RPC dan API) sering lewat infrastruktur tersentralisasi.
Ketika AWS gagal, seperti yang terjadi dua kali bulan ini, gangguan itu memukul layer akses, bukan blockchain itu sendiri. Tetapi bagi pengguna sehari-hari, hal itu sulit dibedakan dari “the blockchain being down.”
Jadi, jaringan tetap aman, tetapi akses pengguna tersendat di titik-titik infrastruktur tersentralisasi.
Sponsored SponsoredKelemahan terbesar aset kripto adalah akses terpusat ke sistem terdesentralisasi
Saat outage 20 Oktober, pengguna MetaMask dan Uniswap mengalami kegagalan konektivitas karena endpoint RPC mengalami timeout.
Selain itu, marketplace NFT dan oracle data mengalami pembaruan yang tertunda. Beberapa protokol DeFi tidak bisa mengambil price feed atau menyelesaikan panggilan smart contract karena API middleware mereka (berjalan di AWS) tidak dapat dijangkau.
Ini menyoroti kelemahan sistemik yang tersembunyi: “access layer” tersentralisasi di segelintir cloud hyperscale.
SponsoredJika AWS, Azure, atau Google Cloud mengalami kegagalan berantai, ekosistem yang “decentralized” pun bisa macet sementara.
Ini setara secara digital dengan rumah yang terdesentralisasi tetapi hanya punya satu kunci pintu tersentralisasi — dan layanan kuncinya ikut offline.
Bisakah gangguan AWS menyebabkan kerugian aset kripto nyata?
Dalam jangka pendek — ya, gangguan akses bisa terjadi. Pengguna mungkin tidak bisa berdagang, melakukan bridge, atau memverifikasi transaksi.
Juga, kustodian bisa mengalami konfirmasi tertunda atau masalah pelaporan. Exchange mungkin harus menghentikan penarikan jika node API mereka down.
Namun, aset on-chain itu sendiri tetap aman. Aset tersebut berada di node blockchain yang tersebar secara global dan terus beroperasi. Risikonya bukan pada keamanan aset, melainkan pada kelangsungan transaksi.
Sponsored SponsoredRisiko yang lebih halus adalah reaksi pasar. Jika outage cloud besar terjadi saat volatilitas tinggi, dan exchange atau feed oracle ikut gelap, kesenjangan likuiditas dan slippage harga bisa membesar sehingga memicu flash crash atau anomali arbitrase.
Kita menyaksikan “centralization at the edge” berubah menjadi titik kegagalan tunggal bagi dunia yang terdesentralisasi.
Jika outage berskala AWS di masa depan bertepatan dengan aktivitas on-chain yang berat — misalnya saat Bitcoin halving atau reli yang didorong ETF — pengguna bisa menghadapi wallet yang membeku, swap yang macet, atau pool likuiditas yang terhenti.
Ini bukan sekadar hipotetis. Outage AWS pada 2021 dan 2025 sama-sama berdampak pada marketplace NFT, API wallet, dan sejumlah platform trading.
Secara keseluruhan, outage AWS menjadi risiko nyata dan sistemik bagi akses aset kripto, bukan bagi keamanan aset kripto. Gangguan ini mengungkap seberapa dalam sentralisasi yang masih terjadi di ekosistem yang seharusnya terdesentralisasi.