Kemarin , Selasa (22/10) harga emas di pasar spot anjlok lebih dari 5,3%. Turun ke kisaran US$4.125 dan menjadi penurunan terbesar di 1 hari dalam lebih dari 5 tahun. Banyak pihak memandang bahwa hal itu terjadi karena adanya rotasi modal dari aset riil seperti emas ke aset digital seperti Bitcoin (BTC).
Karena di saat yang sama, harga aset kripto nomor wahid itu justru melambung. Dari US$107.000 ke kisaran US$113.000 atau mencatatkan kenaikan lebih dari 5,6% dalam 24 jam terakhir. Meskipun demikian, kondisi itu tidak bertahan lama. Lantaran di perdagangan siang ini harga BTC kembali ke level US$108.397.
Merespons kondisi itu, Analyst Reku, Fahmi Almuttaqin menjelaskan, pasar memang sempat berspekulasi bahwa tren akan mengalami perubahan jelang potensi pemangkasan suku bunga lanjutan The Fed di pekan depan.
“Data dari CME FedWatch Tool menunjukkan bahwa kemungkinan pemangkasan suku bunga di bulan ini mencapai hampir 99%. Menginformasi sikap dovish The Fed terhadap kondisi ekonomi global,” jelasnya melalui keterangan resmi.
SponsoredLebih jauh menurut Fahmi, probabilitas itu membuat ketatnya likuiditas di pasar investasi bisa segera membaik dan memberikan katalis positif untuk instrumen berisiko. Sehingga narasi terkait adanya rotasi kapital dari emas ke Bitcoin sempat menarik banyak perhatian para trader, termasuk investor kripto.
Tetapi, melihat harga emas yang sudah melonjak signifikan dalam beberapa pekan terakhir, penurunan suku bunga lanjutan bisa membuat investor melakukan profit taking dan memindahkan asetnya ke instrumen inflation hedge yang lebih berisiko. Seperti Bitcoin.
Bitwise Sebut Rotasi Modal 2% dari Emas Bisa Dongkrak Harga Bitcoin
Terlepas dari hal itu, laporan Bitwise menyebut, hanya dengan rotasi modal sebesar 2% dari total kapitalisasi pasar emas yang mencapai US$17 triliun. Bisa membuat harga Bitcoin terdongkrak ke level US$161.000.
“Saat ini, neraca keuangan The Fed menunjukkan belum adanya ekspansi signifikan. Artinya likuiditas dolar di pasar masih ketat. Selain itu, data Treasury General Account (TGA) menunjukkan bahwa pemerintah AS masih menarik likuiditas dari sistem perbankan ke kas negara. Mempertegas kondisi pasar uang yang belum longgar,” tutur Fahmi.
Situasi itu, meningkatkan kekhawatiran investor terhadap gejolak politik dan ekonomi global yang dapat memberikan imbas signifikan di pasar. Terlepas dari potensi bullish yang cukup terbuka di instrumen berisiko seperti Bitcoin.
Selain itu, pandangan The Fed terkait kondisi ekonomi yang akan meluncur pasca pertemuan FOMC pekan depan, juga bisa menjadi faktor krusial oleh para investor. Tetapi yang jelas, penurunan suku bunga yang berbarengan dengan proyeksi kenaikan inflasi, akan membatasi katalis bullish untuk berkembang.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!