Republik Afrika Tengah sedang berada di bawah pengawasan dari para analis keuangan, pengusaha, dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund [IMF]), hampir sama dengan apa yang dialami oleh El Salvador dan proyek Bitcoin-nya.
Akademisi dan pebisnis mempertanyakan keputusan pemerintah Republik Afrika Tengah membuat Bitcoin menjadi legal tender bersama CFA, melalui sebuah pengumuman di bulan April kemarin.
“Meski Bitcoin memang memfasilitasi beberapa transaksi, ini adalah pilihan yang aneh sebagai cara pembayaran reguler,” ujar Jacques Mandeng dari London School of Economics and Political Science.
Di saat yang sama, seorang pengusaha dari Bangui—ibu kota Republik Afrika Tengah—meyakini bahwa prioritas lain, seperti keamanan, energi, internet, dan jalan raya, lebih penting.
“Adopsi Bitcoin sebagai legal tender di CAR [Republik Afrika Tengah] meningkatkan tantangan besar [dalam hal] hukum, transparansi, dan kebijakan ekonomi. Staf IMF membantu pejabat pemerintahan regional dan Republik Afrika Tengah dalam menangani masalah yang ditimbulkan oleh undang-undang baru,” kata IMF pada Rabu (4/5) lalu.
- Baca juga: Republik Afrika Tengah Jadi Negara Pertama di Afrika yang Adopsi Bitcoin sebagai Legal Tender
Pemerintah Republik Afrika Tengah Legalkan Kripto
Majelis Nasional Republik Afrika Tengah secara bulat memutuskan RUU yang melegalisasi kripto. RUU tersebut menawarkan kerangka regulasi sekaligus menjadikan Bitcoin sebagai mata uang sah di negaranya pada tahun ini. Harapannya, aset kripto dan digitalisasi terkait lainnya dapat memberikan dorongan bagi perekonomian Republik Afrika tengah bernilai US$2,3 miliar, yang sedang tidak baik-baik saja.
Di samping itu, partai oposisi mengkritisi keputusan membuat Bitcoin sebagai legal tender yang dilakukan tanpa sepengetahuan bank sentral.
Republik Afrika Tengah merupakan salah satu negara yang perekonomiannya paling terbelakang secara global, dikarenakan konflik bersenjata menahun. Sektor keuangan berusaha keras melawan stagnasi perekonomian di tengah kerangka pasar, legal, dan yudisial yang lemah. Negara ini juga berada di posisi kedua terbawah dalam Indeks Pembangunan Manusia PBB.
Bagaimana Pendapat Warga Setempat?
Data dari Bank Dunia menunjukkan bahwa hanya 10% (557.000 dari 4,8 juta) populasi di Republik Afrika Tengah yang memiliki akses internet. Bahkan, beberapa orang belum pernah mendengar perihal cryptocurrency.
“Apa itu?” Tanya Sylvain, seorang warga setempat, saat tengah mengantre ATM.
“Saya tidak tahu apa itu cryptocurrency, saya bahkan tidak punya internet,” aku Joelle, seorang penjual sayuran di antrean yang sama.
Meski demikian, nampaknya kenyataan di masyarakat ini tidak menjadi kekhawatiran bagi salah seorang juru bicara pemerintahan Republik Afrika Tengah.
“Kami akan mengedukasi populasi dan segera beralih ke fiber optic, dan koneksi internet lemah sudah cukup untuk membeli cryptocurrency,” ujar Serge Ghislan Djorie.
Namun, masih belum ada rencana lebih lanjut terkait peluncuran konektivitas fiber optic tersebut.
Negara-negara Afrika lainnya lebih condong pada mata uang digital bank sentral (central bank digital currency [CBDC]). Akan tetapi, bank sentral Kenya mengatakan, mereka masih terhambat oleh adopsi penuh dan adopsi ponsel pintar yang terbatas.
Tahunu lalu, El Salvador menjadi negara pertama yang mengadopsi Bitcoin sebagai legal tender. Berbagai aksi protes terjadi setelah mereka mengukuhkan UU Bitcoin di negaranya. Sejak saat itu pula, El Salvador pun mendapat kritik dari IMF.
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.