Nama Daya Anagata Nusantara (Danantara) selaku Badan Pengelola Investasi (BPI) yang mengelola kekayaan negara belakangan ini semakin populer. Betapa tidak, dengan total aset yang mencapai lebih dari US$900 miliar, membuat Danantara menjadi magnet bagi banyak sektor industri. Berharap agar lembaga anyar tersebut melirik potensinya, dan menjadikannya sebagai salah satu sektor potensial bagi Danantara. Tidak terkecuali untuk sektor kripto.
Meskipun hadir sebagai kelas aset baru, nyatanya minat terhadap mata uang kripto menyebar ke banyak wilayah, termasuk di tanah air. Terlihat dari tingginya nilai transaksi dan jumlah konsumen aset digital Indonesia.
Melihat hal itu, tak aneh jika akhirnya desakan untuk menggenjot adopsi kripto, khususnya Bitcoin (BTC) terus berjalan masif. Apalagi, berdasarkan laporan River, beberapa negara diprediksi sudah memiliki Bitcoin. Mulai dari Amerika Serikat (AS), Inggris, Cina, Venezuela, Finlandia, El Salvador, dan 12 negara lainnya.
Berangkat dari hal itu, muncul usulan untuk mengikuti jejak negara-negara tersebut. Namun dalam prosesnya tidak bisa semudah itu, karena Danantara sendiri merupakan lembaga yang mengedepankan aspek kehati-hatian dalam setiap langkahnya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator yang membidani industri jasa keuangan Indonesia, termasuk kripto juga menyuarakan hal yang sama. Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi menyebut gagasan tersebut sebagai bentuk inovasi dan antusiasme industri kripto untuk memperkuat ekosistem keuangan digital nasional.
Namun Hasan mengingatkan pentingnya prinsip kehati-hatian dan tata kelola dalam pengelolaan aset negara.
Bitcoin Untuk Menghadapi Ketidakpastian Ekonomi
Menanggapi hal itu, Chief Marketing Officer (CMO) Tokocrypto, Wan Iqbal memandang, bahwa usulan tersebut mencerminkan pola pikir strategis dari pelaku industri terhadap peran aset kripto dalam pembangunan ekonomi nasional.
Menurutnya, jika pengelolaannya mengedepankan prinsip governance dan mitigasi risiko yang kuat. Aset kripto seperti Bitcoin bisa menjadi bagian dari strategi diversifikasi cadangan negara. Khususnya dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global dan fluktuasi nilai tukar.
“Kami melihat usulan itu sebagai refleksi dari upaya menciptakan diversifikasi portofolio negara yang adaptif terhadap perkembangan zaman. Negara seperti AS bahkan telah mengumumkan strategi cadangan aset digital, termasuk Bitcoin sebagai langkah strategis jangka panjang,” jelas Iqbal melalui keterangan resmi.
Sebagai catatan, AS kini tengah menyusun strategi untuk menjadikan Bitcoin dan beberapa aset kripto lainnya sebagai bagian dari cadangan digital nasional. Dalam hemat Iqbal, langkah itu bukan hanya bertujuan untuk diversifikasi aset, tetapi juga mengurangi tekanan penjualan dari institusi pemerintah dalam menghadapi kebutuhan likuiditas.
Menariknya, rencana tersebut ternyata tidak hanya merangkul Bitcoin. Empat digital lainnya, termasuk Ethereum (ETH), Ripple (XRP), Solana (SOL) dan Cardano (ADA) juga masuk dalam wacana tersebut.
Dalam hemat Iqbal, langkah AS memberikan preseden penting bahwa keterlibatan pemerintah dalam kepemilikan kripto tidak selalu berarti bentuk adopsi ekstrem. Melainkan lebih pada strategi kebijakan moneter yang adaptif terhadap era digital.
RWA Bisa Jadi Jalan Tengah Danantara
Sebelumnya, OJK juga menyarankan agar Danantara mengeksplorasi instrumen investasi digital yang memiliki legalitas dan underlying yang lebih kuat, seperti tokenisasi Real World Asset (RWA).
Dalam hal ini, tokenisasi aset riil seperti properti, proyek infrastruktur, atau komoditas berbasis blockchain yang memiliki potensi konkret dan lebih mudah mendapat penerimaan dalam kerangka hukum yang berlaku.
Nah menurut Iqbal RWA merupakan jembatan penting menuju adopsi teknologi blockchain. Menurutnya, pendekatan ini memungkinkan integrasi dunia nyata dengan infrastruktur digital secara bertahap dan terukur. RWA membuka peluang bagi negara untuk mengakses likuiditas global dan meningkatkan efisiensi investasi, tanpa harus langsung terpapar risiko volatilitas tinggi dari aset kripto murni seperti Bitcoin.
“RWA menawarkan kombinasi terbaik antara inovasi dan mitigasi risiko. Ini bisa menjadi langkah awal sebelum pemerintah mempertimbangkan eksposur langsung terhadap Bitcoin dalam cadangan strategisnya,” tambahnya.
Dengan tokenisasi aset nyata seperti properti, proyek infrastruktur, atau komoditas, pemerintah dapat menjaga kontrol terhadap kualitas aset sekaligus memanfaatkan transparansi dan efisiensi dari teknologi blockchain. Iqbal menekankan bahwa pendekatan seperti ini lebih mudah diterima secara regulasi dan bisa membentuk fondasi kepercayaan publik terhadap inisiatif transformasi digital negara.
“Usulan agar Bitcoin menjadi bagian dari cadangan strategis negara memang membuka diskusi penting mengenai arah kebijakan investasi nasional di era digital. OJK memberikan respons bijak dengan tetap membuka ruang eksplorasi sambil menekankan kehati-hatian. Langkah berikutnya perlu berfokus pada pembentukan kerangka kerja regulasi yang adaptif dan kolaboratif, agar inovasi tidak hanya menjadi wacana, tapi benar-benar berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkasnya.
Bagaimana pendapat Anda tentang potensi Bitcoin dalam Danantara? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.
