Sejak 10 Januari 2025 kemarin, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi melanjutkan tongkat estafet untuk pengaturan dan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Hal itu membuat pengklasifikasian aset kripto dari yang semula hanya berstatus komoditas, berubah menjadi aset keuangan digital.
Kondisi itu memberikan harap tersendiri bagi para pelaku pasar dan juga penggiat kripto tanah air. Karena artinya, pengembangan aset kripto dan aset digital, berpotensi berkembang lebih luas dari sebelumnya.
Hal itu sepertinya benar. Karena di bawah kepemimpinan Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi. Aset kripto maupun aset digital kini tidak hanya berlaku sebagai instrumen perdagangan semata.
SponsoredTokenisasi Aset Riil Berbasis Blockchain
Hadirnya produk tokenisasi emas seperti GIDR yang rilis oleh PT Indonesia Blockchain Persada (Blocktogo), serta tokenisasi obligasi, ID Digital Bonds (IDDB) oleh PT Sejahtera Bersama Nano merupakan bentuk konkret bahwa pemerintah mendorong penuh hadirnya inovasi di sektor keuangan melalui pemanfaatan blockchain.
Untuk itu, OJK memiliki wadah khusus guna menguji coba setiap inovasi sebelum akhirnya rilis ke publik. Melalui regulatory sandbox, setiap inovator bisa melakukan simulasi bisnisnya secara menyeluruh untuk mengukur risiko, manfaaat serta aspek perlindungan konsumennya dengan aman.
Hasan mengungkap bahwa teknologi seperti artificial intelligence (AI), blockchain dan big data analytic jika tidak diatur untuk mengarah pada penggunaan secara bertanggung jawab, berisiko mengancam stabilitas sistem keuangan nasional.
Melalui sandbox, OJK memberikan waktu selama 12 bulan bagi peserta untuk menuntaskan uji coba. Tujuannya adalah agar pelaku usaha dan juga regulator bisa mendapatkan pemahaman yang sama tentang inovasi yang akan berjalan. Sehingga pada akhirnya, aspek pengaturan dan perlindungan konsumen bisa lebih maksimal.
Sponsored Sponsored“Salah satu tantangan dalam teknologi keuangan digital adalah kehadiran inovasi yang bisa hadir lebih dulu ketimbang kerangka pengaturannya,” jelasnya saat diskusi di acara Risk & Government Summit 2024 lalu.
Selain itu, untuk memaksimalkan pengawasan perdagangan dan perlindungan konsumen. OJK juga telah memberikan izin kepada bursa kripto, lembaga kliring kripto dan kustodian untuk beroperasi.
Tujuannya adalah untuk bisa memastikan kepatuhan terhadap peraturan, mencatat perdagangan aset kripto serta menyimpan dana konsumen kripto secara lebih aman. Menghindari terjadinya krisis seperti yang dulu pernah terjadi pada salah satu platform kripto global, FTX.
Sponsored SponsoredIndonesia Masuk dalam Jajaran 10 Negara dengan Adopsi Kripto Terbaik Dunia
Tidak hanya itu, seiring semakin jelasnya peraturan dan juga kebijakan di ruang kripto. Baik melalui POJK Nomor 27 Tahun 2024 yang mengatur tentang penyelenggaraan perdagangan aset keuangan digital, termasuk aset kripto. Serta POJK Nomor 16 Tahun 2025 tentang penilaian kemampuan dan kepatutan pihak utama di sektor Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) dan Industri Aset Keuangan Digital (IAKD), mendorong lebih banyak pihak untuk aktif berpartisipasi mengembangkan ekosistem aset kripto.
Kondisi itu terlihat dari laporan salah satu firma analitik blockchain, Chainalysis yang memasukkan Indonesia ke dalam peringkat ke-7 untuk tingkat adopsi kripto global 2025. Berada di atas Ukraina, Rusia, Inggris dan Filipina.
Secara bersamaan, nilai transaksi kripto di Indonesia juga terus menunjukkan geliat yang positif. Secara total, OJK menyebut bahwa nilai transaksi kripto yang berada di pasar spot derivatif mencapai Rp446,44 triliun di September 2025 kemarin.
SponsoredMenunjukkan semakin matangnya investor dalam negeri memandang aset kripto sebagai kelas aset baru di ruang investasi.
Siapkan Pengembangan Kripto Syariah
Derap pengembangan kripto di Indonesia masih belum berakhir. Hasan pada Konferensi Pers RDK OJK Bulan September menyebut bahwa pihaknya juga telah menginisiasi pengembangan potensi syariah di industri aset keuangan digital.
Hal itu dilakukan bersama dengan Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI). Meskipun belum menjelaskan secara detail arah pengembangan yang akan berjalan, namun kondisi itu menunjukkan bahwa OJK selaku pengawas tertinggi di industri jasa keuangan, termasuk aset keuangan digital dan aset kripto secara konsisten terus berupaya mengembangkan kelas aset baru tersebut.
Apalagi, negeri ini merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, yang pada akhirnya bisa menjadi captive market tersendiri di dalam ekosistem kripto syariah kelak.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!