Pavel Durov, pendiri Telegram sekaligus pengembang The Open Network (TON), mengungkapkan dalam sebuah wawancara baru-baru ini bahwa ia yakin dirinya diracun pada tahun 2018. Insiden itu diduga terjadi di tengah eskalasi ketegangan antara aplikasi perpesanan miliknya dengan pemerintah Rusia.
Di periode itu, Telegram menolak permintaan dari Dinas Keamanan Federal Rusia untuk kunci enkripsi, yang bertujuan mengakses data pesan. Negara itu pun segera melarang aplikasi pesan itu setelahnya.
SponsoredKolaps Pavel Durov yang Nyaris Merenggut Nyawa
Dalam wawancara di siniar Lex Fridman, Durov mengungkapkan bahwa ia mengalami percobaan peracunan pada musim semi 2018. Ia menerangkan bahwa saat itu TON sedang mencoba mengumpulkan dana untuk sebuah proyek terkait.
Dugaan insiden itu terjadi di tengah kesuksesan finansial Durov. Telegram telah menyelesaikan dua putaran pendanaan, sukses menghimpun dana sekitar US$1,7 miliar dari para investor papan atas.
Ia menceritakan pulang ke rumah suatu malam dan menemukan sesuatu yang ditinggalkan oleh “tetangga aneh” di sekitar pintu.
Sponsored Sponsored“Satu jam setelahnya, ketika saya sudah berada di tempat tidur… Saya merasa sangat tidak enak badan. Saya merasakan sakit di seluruh tubuh. Saya mencoba bangun dan pergi ke kamar mandi, tetapi saat saya berjalan, saya merasa fungsi-fungsi tubuh saya mulai mati,” ucapnya.
Seperti yang Durov jelaskan, penolakan Telegram untuk menyediakan kunci enkripsi untuk data perpesanan kepada otoritas keamanan Rusia menyebabkan Rusia melarang aplikasi itu pada April 2018.
Insiden dugaan keracunan oleh intelijen Rusia yang terkenal lainnya juga menandai periode itu. Pada Maret 2018, pemerintah Inggris menuduh aktor negara Rusia menggunakan agen saraf pada Sergei Skripal, seorang mantan perwira intelijen militer Rusia yang telah menjadi agen ganda untuk Inggris.
Durov mengatakan itu bukan pertama kalinya aktor negara menekannya terkait operasional Telegram.
Sponsored SponsoredDurov Tuding Intelijen Prancis Lakukan Pemerasan
Awal minggu ini, Durov membuat postingan di media sosial mengenai pemilihan umum baru-baru ini di Moldova. Ia mengeklaim bahwa otoritas Prancis telah menekannya untuk melarang saluran pro-Rusia di Telegram setahun sebelumnya.
Uni Eropa dan Rusia diduga melakukan upaya berkelanjutan untuk memberikan pengaruh atas pemilihan Moldova, terkait apakah negara itu harus mengejar keanggotaan Uni Eropa atau menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Rusia.
Penyelidik baru-baru ini mengungkap kampanye pro-Rusia yang menggunakan aset kripto untuk membiayai berbagai aktivitas, termasuk mendukung kandidat, aktivis, dan operasi pemungutan suara.
SponsoredNamun, Durov mengeklaim bahwa pejabat Prancis mencoba memengaruhi pemilihan Moldova dengan menekannya untuk melarang kanal Telegram pro-Rusia yang terhubung dengan pemilu tersebut. Menurut ceritanya, otoritas Prancis mengatakan bahwa jika ia membantu mereka, mereka akan memberikan pernyataan yang menguntungkan kepada hakim Prancis yang telah memerintahkan penangkapannya pada Agustus 2024.
“Ini tidak bisa diterima dalam banyak hal. Jika lembaga itu memang benar-benar mendekati hakim — itu merupakan upaya untuk ikut campur dalam proses peradilan. Jika tidak, dan hanya mengaku telah melakukannya, maka itu berarti mereka mengeksploitasi situasi hukum saya di Prancis untuk memengaruhi perkembangan politik di Eropa Timur,” terang Durov di X.
Meski begitu, klaim Durov tersebut hingga kini belum didukung oleh bukti konkret.
Bagaimana pendapat Anda tentang dugaan insiden upaya peracunan atas Pavel Durov di atas? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!