Peneliti sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai kemunculan aset kripto sebenarnya memicu efek positif yang tidak sedikit dan berharap pembentukan bursa berjangka aset kripto segera terlaksana.
Di Indonesia, aset kripto lebih banyak baru dikenal sebagai komoditas dan instrumen investasi yang telah secara resmi teregulasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI).
Namun, di balik kehadiran kripto, sebenarnya terdapat blockchain yang merupakan teknologi mutakhir pada era digital saat ini. Pemanfaatan blockchain secara tepat, massal, dan masif dapat memicu multiplier effect positif bagi kehidupan masyarakat.
Misalnya, mulai munculnya berbagai start-up atau perusahaan rintisan digital yang menyediakan layanan perdagangan aset kripto yang telah terdaftar dan berizin BAPPEBTI.
“Dari situ muncul lapangan kerja baru tentunya, karena perusahaan-perusahaan tersebut membutuhkan talenta digital yang lebih banyak. Utamanya, untuk menyediakan teknologi yang dapat memberikan keamanan dalam bertransaksi secara digital,” kata Bhima Yudhistira pada 7 Maret 2022.
Pembukaan lebih banyak lapangan kerja ini tentunya perlu diikuti dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), karena pemanfaatan teknologi blockchain membutuhkan kemampuan penguasaan teknologi digital yang mumpuni.
Bhima Yudhistira menilai efek positif lain dari keberadaan kripto saat ini juga dibarengi dengan banyaknya perusahaan teknologi yang ikut terjun memanfaatkan kehadiran non-fungible token (NFT).
“Seniman juga dapat memanfaatkan kelebihan NFT ini dalam menyelenggarakan pameran digital, terutama saat pandemi Covid-19 seperti ini,” tuturnya.
Nada Miring tentang Aset Kripto Harus Dijernihkan
Oleh sebab itu, peneliti yang tergabung dalam lembaga riset independen Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) ini mengingatkan agar nada miring terkait dengan aset kripto harus dijernihkan, agar semua pihak tidak gampang menyimpulkan efek negatif aset kripto tanpa mengenal lebih dalam kemajuan digital tersebut.
“Saya setuju aset kripto perlu diregulasi, tetapi bukan berarti menghambat inovasinya, terutama perkembangan teknologi blockchain yang bisa dimanfaatkan di berbagai aplikasi dan kebutuhan,” kata Bhima Yudhistira, dilansir Kontan.
Sebenarnya, para pelaku industri kripto tanah air juga telah memiliki aturan main dan regulasi dari BAPPEBTI.
BAPPEBTI telah mengeluarkan Peraturan BAPPEBTI Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto. Ada pula Peraturan BAPPEBTI Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.
Bahkan, BAPPEBTI telah merencanakan untuk membuat bursa kripto Indonesia yang disebut-sebut akan meluncur pada akhir kuartal I/2022.
Menurut data yang dihimpun Kemendag, terdapat 11,2 juta investor aset kripto di Indonesia pada akhir Desember 2021, dibandingkan pada awal tahun 2021 yang berjumlah 3,6 juta investor.
Transaksi kripto di Indonesia sendiri mencapai Rp859,4 triliun pada tahun 2021. Angka ini tumbuh 1.224,2% dibanding jumlah transaksi kripto pada tahun 2020 yang hanya senilai Rp64,9 triliun.
Kripto Perlu Punya Posisi Legal yang Kuat
Bhima Yudhistira berharap pembentukan bursa berjangka aset kripto ini bisa segera terlaksana, agar posisi legal kripto semakin kuat.
“Karena melalui aturan dan keberadaan bursa, akan berjalan verifikasi yang tepat dan akurat bagi token atau koin kripto yang terdaftar,” katanya.
Dia menambahkan bahwa persyaratan yang ketat bisa dilakukan untuk verifikasi dari para pedagang aset kripto, agar aspek keamanan dan kenyamanan pihak-pihak yang terkait dapat terjaga.
Bhima Yudhistira menekankan bahwa pemerintah juga perlu memfasilitasi, melindungi, dan mendorong pertumbuhan para developer kripto maupun blockchain dengan regulasi yang baik. Sebab, mereka ini adalah aset negara di masa depan.
“Mungkin saat ini belum terlalu kelihatan. Tapi, di masa depan, mereka ini akan berperan sangat besar untuk membantu Indonesia dapat lebih relevan dan mengikuti perkembangan zaman di industri digital,” kata Bhima Yudhistira.
Contoh paling konkret potensi pemanfaatan teknologi blockchain oleh pemerintah adalah pemangkasan birokrasi dan proses administrasi, seperti inventarisasi aset negara, pencatatan sertifikat tanah, dan lain sebagainya.
Jadwal Peluncuran Bursa Kripto Molor, Ada Gesekan antara OJK & Bappebti?
Dalam beberapa hari terakhir, beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, menyatakan dukungan mereka terhadap adopsi aset kripto yang lebih masif di Indonesia. Bahkan, anggota Komisi XI DPR-RI, Fauzi Amro, mengapresiasi regulasi BAPPEBTI tentang aset kripto.
Para anggota dewan bahkan tak segan menunjukkan keberatannya atas pernyataan dari Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso, pada 7 Maret 2022 kemarin. Saat itu, Wimboh menyatakan bahwa OJK melarang lembaga industri jasa keuangan dan perbankan untuk memfasilitasi transaksi kripto. Wimboh berpendapat larangan tersebut sudah sesuai dengan UU Perbankan.
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah merencanakan ingin meluncurkan bursa berjangka kripto resmi. Menurut rencana awal, bursa kripto Indonesia akan diluncurkan pada semester I tahun 2021. Namun, jadwalnya kemudian berubah menjadi pada akhir 2021. Terakhir kali, pemerintah mengatakan bahwa mereka akan merilis bursa kripto pada kuartal I/2022 (Januari – Maret).
Pergeseran jadwal berulang kali ini menimbulkan tanda tanya bagi masyarakat. Pasalnya, bursa kripto yang diselenggarakan melalui PT. Digital Future Exchange (DFX) ini sudah memenuhi berbagai persyaratan; termasuk modal yang harus disetor, hingga kesiapan sistem operasi. Bahkan, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar BAPPEBTI, Tirta Karma Senjaya, mengaku bahwa proyek DFX hanya tinggal proses finalisasi saja.
“Jadi untuk saat ini, tinggal proses finalisasi saja,” kata Tirta Karma Senjaya pada 2 Maret 2022.
Sebagai bursa berjangka khusus aset kripto, DFX berkomitmen untuk fokus pada penyelenggaraan transaksi dan memfasilitasi perdagangan aset kripto dan produk derivatifnya, serta transaksi berbasis blockchain lainnya.
Mengenai peluncuran bursa kripto di Indonesia yang ternyata meleset dari target semula, Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, punya hipotesis perihal persoalan ini. Dia melihat sepertinya adanya gesekan antara OJK dan BAPPEBTI.
Dugaan gesekan ini terkait fungsi lembaga keuangan, dalam hal ini bank, yang nantinya akan bertindak sebagai kustodian untuk perdagangan aset kripto. Sebagai informasi, bank kustodian bertindak memberikan jasa penitipan untuk mengurus administrasi serta mengawasi dan mengamankan aset investasi milik investor.
“Jadi saya tidak heran kenapa launching bursa kripto ini molor terus dari semester II/2021 lalu. Rupanya ada deadlock antara Bappebti dan OJK dalam melaksanakan perdagangan aset kripto yang diakui negara, dalam hal ini bursa kripto,” ungkapnya pada 8 Februari 2022 lalu.
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.