Rusia sepertinya sudah tidak bisa lagi menahan diri atas tekanan barat. Setelah mengalami embargo ekonomi dari beberapa negara di wilayah Eropa dan Amerika Serikat (AS), negara yang dipimpin Vladimir Putin itu terus mencari cara untuk tetap bisa menjalankan roda perekonomian.
Hadirnya teknologi keuangan digital dimanfaatkan betul oleh Rusia untuk mendongkrak keuangan dalam negeri lewat penerapan rubel digital. Ini merupakan mata uang digital yang diatur oleh pemerintah atau lebih populer dikenal sebagai central bank digital currency (CBDC).
Meskipun penerapan Rubel Digital baru akan dirilis pada awal tahun depan, tetapi konsolidasi sudah disiapkan lebih dulu. Bank sentral Rusia sendiri mengaku sudah melakukan uji coba penggunaan CBDC mereka ke beberapa bank yang ada di wilayah Rusia.
Kepala Komite Keuangan Majelis Rendah Parlemen Rusia, Anatoly Aksakov, menuturkan bahwa dengan adanya pemangkasan akses ke infrastruktur keuangan global, Rusia berupaya mencari cara alternatif untuk tetap bisa melakukan transaksi keuangan.
“Aset keuangan digital seperti rubel digital dan termasuk di dalamnya mata uang kripto, sudah menjadi topok hangat yang terus diperbincangkan dan diberlakukan di masyarakat. Adanya sanksi dari negara barat, termasuk di dalamnya sanksi untuk melakukan transfer bank dan penyelesaian internasional, menjadi dasar pengembangan mata uang digital ini,” jelas Anatoly Aksakov.
Namun, untuk memuluskan langkah tersebut, Rusia perlu meloloskan terlebih dahulu aturan main terkait rubel digital di wilayahnya. Pasalnya, sampai sekarang bank sentral dan pemerintah Rusia masih belum menemukan kata sepakat terkait detail dan juga penggunaan mata uang digital tersebut.
Meski begitu, Anatoly Aksakov optimistis bahwa payung hukum untuk penerbitan rubel digital akan selesai pada tahun ini, sejalan dengan penerbitan aturannya. Setelah itu, barulah pemerintah Rusia dapat melancarkan ‘ambisinya’ untuk mengurangi kendali AS atas sistem keuangan global.
“Jika Rusia sudah meluncurkan aturan ini, maka negara lain akan mulai aktif menggunakannya. JIka sudah begitu, maka sistem keuangan global yang selama ini dikendalikan oleh AS akan berakhir secara efektif,” tambah Anatoly Aksakov.
Mengurangi Ketergantungan pada Infrastruktur Keuangan Barat
Langkah berikutnya dari Rusia untuk dapat keluar dari sanksi ekonomi yang masih membelenggu adalah dengan membangun sistem penyelesaian transaksi bersama dengan Cina. Sebagai permulaan, perusahaan yang berbasis di Rusia ataupun perusahaan yang berasal dari Rusia sudah bisa menerbitkan utang dalam bentuk yuan.
Tujuan dari hal tersebut adalah untuk lebih mengenali mata uang milik Negeri Tirai Bambu tersebut. Dengan penyelesaian transaksi bersama, artinya proses yang akan berjalan adalah menggunakan sistem peer-to-peer (P2P). Sistem ini memungkinkan kedua belah pihak melakukan transaksi secara langsung tanpa adanya perantara pihak ketiga.
Beberapa pakar bank sentral mengungkapkan bahwa pemanfaatan teknologi baru seperti ini dapat membuat sejumlah negara bisa saling terhubung dan tidak bergantung pada saluran pembayaran yang didominasi oleh barat di lembaga keuangan tradisional.
Seperti diketahui, dalam penyelesaian transaksi internasional di dunia keuangan tradisional, transaksi bisa berjalan dengan aman, cepat, dan tepat, lewat sistem yang dinamakan Society Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT).
Dengan SWIFT, setiap bank bisa menyelesaikan transaksi lintas batas hanya dengan memasukkan kode SWIFT dari bank yang dituju. Hampir semua lembaga keuangan tradisional menggunakan sistem tersebut. Sepanjang tahun 2022 saja, sudah lebih dari 11 ribu institusi dari 200 negara yang terhubung dengan SWIFT.
Sanksi Terhadap Rusia Bakal Dimanfaatkan Cina
Beberapa pihak menduga bahwa dikeluarkannya Rusia dari jaringan pembayaran internasional justru akan memicu hadirnya alternatif pembayaran baru bagi negara tersebut. Apalagi, Presiden Cina, Xi Jinping, dan Vladimir Putin sudah menyatakan bahwa persahabatan di antara kedua negara bersifat tanpa batas.
Terkait hal ini, para ahli berpendapat dijatuhkannya sanksi kepada Rusia akan menjadi alasan bagi Cina untuk mengampanyekan penggunaan mata uang digitalnya sendiri di dalam perdagangan global. Jika sampai hal ini terwujud, bukan tidak mungkin pengaruh dolar AS akan terkikis.
Pemerintah Cina juga tengah membuat sistem Cross Border Interbank Payments System (CIPS). Meskipun baru memproses 3% dari transaksi internasional, tetapi hal tersebut membuktikan bahwa terdapat permintaan akan pembayaran dalam yuan di tingkan dunia.
Namun, perlu digarisbawahi, saat ini hubungan ekonomi Cina dengan AS dan sekutunya jauh lebih dalam dibanding Rusia. Hal itu terlihat dari setengah nilai ekspor Cina yang mencapai US$3,3 triliun lari ke AS, Inggris, Uni Eropa, serta sekutunya yang ada di wilayah Asia. Sementara itu, nilai ekspor yang didistribusikan ke Rusia hanya mencapai 2%. Artinya, Cina juga memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap negara Barat.
Ahli ekonomi lain berpendapat bahwa dalam jangka pendek, sinkronisasi penyelesaian transaksi keuangan lewat mata uang digital antara Rusia dan Cina sepertinya masih sulit untuk dilaksanakan. Namun, untuk jangka panjang, segala potensi dapat terjadi.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.