Masuk bulan September, banyak investor khawatir akan terjadinya September Effect. Siklus musiman tersebut kerap membuat pasar mengalami pelemahan signifikan, sehingga berisiko memengaruhi nilai dana dalam portofolio. Namun demikian, kondisi itu bukanlah bersifat kebetulan, apalagi magis.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hasan Fawzi menjelaskan bahwa fenomena September Effect menurut beberapa analis merupakan bentuk penyesuaian portofolio investasi pasca berakhirnya musim liburan panjang.
Selain itu, kondisi tersebut juga mendapat pemantik dari kebutuhan likuiditas serta psikologis investor global dan regional. Lebih jauh menurutnya, fenomena tersebut bisa menjadi bahan pertimbangan, namun tidak bisa menjadi sumber utama dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi.
Untuk itu, pihaknya mengimbau agar investor terus meningkatkan literasi dan menggali informasi dari sumber yang resmi. Selain itu, setiap investasi yang dilakukan juga sebaiknya sudah sesuai dengan profil risiko juga tujuan keuangan masing-masing.
SponsoredJika melihat data pasar, memasuki minggu kedua bulan September. Harga sang jawara kripto, Bitcoin (BTC) memang terlihat mengalami pelemahan. Pada perdagangan hari ini, harga BTC berada di kisaran US$111.203. Lebih rendah dari harga di awal pekan kedua bulan lalu yang berada di kisaran US$116.000 berdasarkan CoinGecko.
Namun terdapat sejumlah faktor yang membentuk situasi ini. Mulai dari kondisi makroekonomi, kebijakan tarif dagang AS serta faktor eksternal lainnya. Vice President Indodax, Antony Kusuma menegaskan bahwa fenomena September Effect perlu dipahami secara proporsional. Menurutnya, anomali tersebut tidak seharusnya menjadi patokan tunggal dalam menentukan strategi investasi kripto.
September Effect, Lebih Bersifat Psikologis
Ia melihat bahwa siklus tersebut lebih bersifat psikologis ketimbang fundamental. Karena jika melihat data transaksi di tanah air selama setahun penuh di 2024 dan di 2025 akan terlihat bahwa iklim investasi kripto di Indonesia sudah kuat.
Data menyebut pada 2024 nilai transaksi kripto Indonesia berada di angka Rp344 triliun. Sementara di tahun ini yang sudah berjalan sampai dengan Juli, nilai transaksi kripto tercatat sudah menembus Rp276 triliun.
“Ini bukti bahwa kripto di Indonesia terus tumbuh kuat, bahkan di tengah faktor musiman,” jelas Antony.
Menurutnya, tren positif transaksi kripto pada 2025 bisa menjadi katalis bagi transformasi ekonomi digital nasional. Jika tren ini berlanjut, maka kontribusi aset kripto terhadap perekonomian digital Indonesia akan semakin signifikan. Utamanya dalam memperluas partisipasi masyarakat pada layanan keuangan modern.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!