Sebuah laporan yang baru-baru ini Immunefi terbitkan menganalisis daftar pembayaran tertinggi sebagai tanggapan atas serangan ransomware yang terjadi.
Pembayaran uang tebusan ransomware terbesar telah dilakukan oleh CNA Financial. Perusahaan yang berbasis di Chicago itu harus membayar uang tebusan sebesar US$40 juta kepada komplotan peretas yang bermarkas di Rusia.
Selanjutnya ada JBS, yaitu perusahaan makanan global ternama, yang juga menjadi target serangan ransomware dari Rusia. Mereka terpaksa harus membayar tebusan total US$11 juta.
Selain itu, CWT, sebuah perusahaan manajemen travel yang berbasis di Minneapolis, dan Brenntag, perusahaan yang bergerak di bidang distribusi bahan kimia, tercatat telah membayar uang tebusan sekitar empat setengah juta dolar.
Empat pembayaran tebusan tertinggi itu semuanya adalah dampak dari jenis ransomware yang berbeda.
Ransomware bekerja dengan membajak dan mengenkripsi software pada sebuah perangkat atau jaringan. Pelaku ransomware hanya akan melepaskan kembali kontrol yang mereka rebut tersebut, apabila korbannya sudah membayar uang tebusan sesuai yang mereka minta.
Perusahaan-perusahaan besar sering kali menjadi target utama serangan ransomware. Kekacauan yang menyerang sistem bisa mengancam perusahaan mereka menuju kehancuran, sehingga hal tersebut membuat mereka menjadi lebih rentan untuk membayar uang tebusan. Laporan Immunefi tersebut juga menunjukkan bahwa banyak dari kelompok peretas ransomware yang berasal dari Rusia dan Korea Utara.
Menurut laporan tersebut, sepuluh pembayaran tebusan ransomware teratas telah perusahaan bayarkan dalam bentuk Bitcoin (BTC) dan totalnya berjumlah hampir US$70 juta.
Dalam sistem perbankan lama, wire transfer dalam jumlah sebanyak itu akan menjadi transaksi yang sulit untuk dilakukan. Tak dimungkiri, hal ini merupakan salah satu kelemahan dari konsep desentralisasi, aksesibilitas, dan anonimitas Bitcoin.
Secara global, Bitcoin telah menyumbang 98% dari semua pembayaran tebusan ransomware.
- Baca Juga: Laporan Elliptic: Cross-chain Bridge Jadi Alat yang Paling Sering Dipakai oleh Hacker Kripto
Para Korban Ransomware Mulai Menolak untuk Bayar Uang Tebusan
Namun, laporan terbaru dari Chainalysis mengabarkan bahwa korban serangan ransomware semakin banyak yang menolak untuk membayar tebusan.
Adrian Hetman, Pimpinan Teknologi dari Tim Triase di Immunefi, menjelaskan kepada BeInCrypto bahwa jumlah serangan ransomware tidak turun begitu banyak. Tapi dia mengungkapkan, “Yang turun adalah jumlah pembayaran yang perusahaan bayarkan. Kami telah melihat [adanya] penurunan besar [dalam] pembayaran ransomware sejak 2019. Namun, kita berpotensi melihat jenis ransomware baru [yang] muncul di luar sana, atau terciptanya layanan RaaS [Ransomware as a Service] baru.
“[Hal] tersebut selalu menjadi ajang kejar-kejaran dengan penjahat siber, dan sulit untuk memprediksi apa yang akan terjadi dalam 3-6 bulan ke depan karena ekosistem [yang] berubah begitu cepat.”
Terlepas dari itu, sebenarnya ada berbagai macam tips yang bisa dilakukan untuk mencegah serangan ransomware semacam ini. Termasuk mengaktifkan software antivirus terkini, tetap waspada terhadap serangan phishing, dan rutin melakukan pencadangan informasi penting.
Bagaimana pendapat Anda tentang serangan ransomware yang semakin gencar meminta tebusan dalam Bitcoin? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.