Jelang rilis data inflasi (CPI) Amerika Serikat (AS), harga Bitcoin kembali menguat ke atas level US$110.000. Pada saat penulisan, harga sang jawara kripto itu bertengger di level US$111.217 atau merefleksikan kenaikan 1,2% dalam 24 jam terakhir.
Lonjakan harga yang terjadi pada BTC kuat dugaan merupakan imbas dari meningkatnya arus masuk ke ETF spot. Namun, volatilitas tinggi membuat pelaku pasar tetap berhati-hati menjelang rilis data inflasi Amerika Serikat (CPI) pada Jumat (24/10) ini.
Merespons kondisi itu, Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur menjelaskan pergerakan harga Bitcoin kali ini masih sangat mendapat pengaruh dari dinamika likuiditas jangka pendek dan ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter AS.
“Arus masuk ETF memang memicu rebound teknikal, namun tekanan makroekonomi masih membatasi potensi kenaikan yang lebih agresif,” jelasnya melalui keterangan resmi.
SponsoredLikuiditas Ketat dan Ekspektasi Fed Akan Memengaruhi Harga Bitcoin
Di sisi lain, beberapa analis memprediksi bahwa pekan ini akan menjadi periode penting bagi pasar aset berisiko. Karena data CPI September akan menjadi satu-satunya indikator yang bisa memengaruhi arah kebijakan suku bunga The Fed.
Dalam analisisnya, CPI yang lebih lemah mendekati 0,2% akan memperkuat prospek penurunan suku bunga dan memperbaiki sentimen terhadap aset kripto, termasuk Bitcoin. Nah pasar sendiri telah memperhitungkan kemungkinan besar (98,9%) bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan 29 Oktober mendatang.
Namun, sejumlah pakar mengingatkan bahwa pemangkasan tersebut bisa menjadi peristiwa sell the news, sebagaimana yang terjadi pada pemotongan pertama September lalu, di mana pasar kehilangan kapitalisasi hingga US$60 miliar sesaat setelah pengumuman.
Perang Dagang AS – Cina
Selain faktor moneter, ketegangan di dalam sektor perdagangan antara AS dan Cina juga menjadi variabel penting dalam dinamika pasar kripto. Presiden AS Donald Trump dijadwalkan bertemu dengan Presiden Cina Xi Jinping di KTT APEC pada 31 Oktober untuk membahas potensi kesepakatan perdagangan sebelum tarif baru sebesar 100% berlaku pada 1 November.
Analis Standard Chartered, Geoff Kendrick, memprediksi bahwa harga BTC dapat turun di bawah US$100.000 dalam jangka pendek akibat ketidakpastian ini. Namun, ia tetap optimistis bahwa Bitcoin dapat menembus US$200.000 pada akhir tahun, seiring meningkatnya likuiditas global dan arus masuk ke ETF kripto.
Fyqieh menilai, kombinasi antara ketegangan geopolitik dan ekspektasi penurunan suku bunga menciptakan fase yang disebutnya “ketidakpastian terkendali” bagi Bitcoin.
“Pasar saat ini sedang menimbang dua hal yang berlawanan. Tekanan dari sisi makro seperti perang dagang dan inflasi, serta harapan pemangkasan suku bunga yang bisa mendongkrak likuiditas. Dalam situasi ini, investor ritel sebaiknya menunggu konfirmasi tren baru setelah rilis CPI,” tambahnya.
Jika inflasi AS menunjukkan tanda perlambatan dan DXY terus melemah, maka peluang Bitcoin untuk kembali menguji area US$115.000–US$120.000 masih terbuka. Namun jika data CPI justru lebih tinggi dari ekspektasi, pasar bisa kembali menguji support kuat di kisaran US$100.000.
Bagaimana pendapat Anda tentang prediksi harga Bitcoin di akhir tahun ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!