Tether, penerbit stablecoin terbesar di dunia, pada hari Kamis (17/8) mengaku secara aktif berkontribusi pada pengembangan protokol ekstensi yang dibangun di atas blockchain Bitcoin bernama RGB.
Mereka juga berencana menerbitkan stablecoin Tether USD (USDT) di RGB pada masa mendatang.
Pernyataan ini disampaikan usai Tether pada hari Kamis (17/8) mengumumkan berakhirnya dukungan penerbitan USDT di 3 blockchain, yaitu Omni Layer, Standard Ledger Protocol dari Bitcoin Cash, dan Kusama.
Meski begitu, para pemilik USDT diklaim akan terus dapat menebus dan menukar USDT mereka ke USDT yang eksis di sejumlah blockchain lainnya. Adapun Tether tidak akan menerbitkan USDT tambahan baru di 3 blockchain tersebut.
Saat ini, stablecoin USDT tersedia di blockchain TRON, Ethereum, Solana, Polygon, Avalanche, Tezos, Kava, EOS, Algorand, Liquid yang merupakan layer-2 (L2) Bitcoin, Polkadot, dan Near.
Kisah Tether dan Omni Layer
Sebagai informasi, stablecoin USDT awalnya tersedia di Omni Layer pada tahun 2014. Omni Layer (sebelumnya Mastercoin) adalah lapisan software yang dibangun di atas blockchain Bitcoin dan diluncurkan pada akhir Juli 2013.
Sejak saat itu, USDT turut tersedia di berbagai blockchain yang menghasilkan peningkatan volume perdagangan dan likuiditas dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut Chief Technology Officer (CTO) Tether, Paolo Ardoino, Omni Layer selama bertahun-tahun menghadapi tantangan karena kurangnya sejumlah token kripto populer di jaringan itu, dan ketersediaan USDT di beragam blockchain lainnya.
Pada gilirannya, hal tersebut menyebabkan banyak crypto exchange mendukung deposit dan penarikan USDT dari jaringan blockchain lainnya. Di sisi lain, hal itu juga menyebabkan penurunan penggunaan USDT pada Omni Layer.
Tether Akan Terbitkan USDT di RGB
Dalam perkembangannya, Tether mengaku bahwa mereka berusaha untuk memanfaatkan blockchain paling aman, teraudit, dan terdesentralisasi yang pernah dibuat, yaitu blockchain Bitcoin.
CTO Tether mengatakan bahwa mereka secara aktif berkontribusi untuk mengembangkan RGB bersama dengan crypto exchange Bitfinex yang terafiliasi dengan Tether dan venture capital (VC) Fulgur Ventures.
“Kami sangat yakin bahwa RGB akan mengantarkan era baru untuk aset digital, smart contract, dan hak digital, serta mendapatkan dukungan komprehensif dari para pemain utama di industri kripto,” kata CTO Tether.
Paolo Ardoino sesumbar bahwa setelah USDT ditayangkan di RGB, “Dunia akan menyaksikan USDT pada layer Bitcoin yang sangat kuat dan dapat diskalakan.”
Pada hari Jumat (18/8), sang CTO Tether mengatakan bahwa perusahaannya akan meluncurkan 3 produk pada akhir tahun 2023.
- Baca Juga: Bluechip Terbitkan Daftar Rating Kredit Stablecoin Terbaru, Tether (USDT) Dapat Label ‘D’
Mengenal RGB yang Dibangun di Atas Bitcoin
Perlu diketahui, RGB adalah entitas tervalidasi dari sisi klien, sistem smart contract, dan protokol off-chain, yang beroperasi pada L2 dan layer-3 (L3) yang dibangun di atas ekosistem blockchain Bitcoin. RGB berfungsi baik secara on-chain pada L1 Bitcoin dan pada L2 Lightning Network (LN).
Pada dasarnya, RGB adalah sistem manajemen hak digital. Penerbitan, pembakaran (burn), penerbitan sekunder, dan lain sebagainya, adalah berbagai bentuk hak yang dikelola oleh RGB, di samping sebagai hak kepemilikan aset. Adapun hak itu dikendalikan oleh skrip Bitcoin dalam output transaksi Bitcoin.
Meskipun memiliki fitur untuk penerbitan dan pengelolaan aset yang sangat dapat diskalakan, dapat diprogram, dan aset private dari jenis yang berbeda dimungkinkan dengan RGB, teknologi proyek ini dapat diterapkan di banyak industri yang jauh melampaui dunia keuangan.
Secara sederhana, properti utama RGB adalah kerahasiaan (termasuk menggunakan teknologi zero-knowledge (ZK), keamanan, dan skalabilitas. Menskalakan secara independen dari timechain Bitcoin. Tidak akan ada yang namanya hard fork.
Di RGB, tidak ada penggunaan on-chain atau jejak yang dapat dilacak, karena menerapkan paradigma yang divalidasi oleh klien. Bahkan, miner tidak dapat melihat bahwa ada sesuatu yang terjadi dengan sejumlah aset dalam berbagai transaksi.
- Baca Juga: Vitalik Buterin: Semua Layer-2 Ethereum Punya ‘Backdoor’, Dikendalikan VC, dan Bisa Diregulasikan
Asal Usul Nama RGB
Awalnya, nama RGB dipilih karena proyek ini dimulai sebagai versi dari Colored Coins yang lebih baik.
Diperkenalkan pada Maret 2012, Colored Coins adalah protokol open-source yang dibangun di atas Bitcoin 2.0. Proyek ini muncul atas dasar kebutuhan untuk menghasilkan token baru dan memindahkan aset di jaringan Bitcoin.
Ide awal RGB telah eksis sejak 2016 dengan sokongan penelitian dari Peter Todd dan Giacomo Zucco. Dalam perkembangannya pada 2018, para developer proyek RGB mengejar visi baru, sehingga kepanjangan dari RGB adalah Really Good for Bitcoin.
Evolusi lebih lanjut mengarah pada pengembangan RGB menjadi smart contract yang lengkap oleh Maxim Orlovsky, yang memimpin penerapannya sejak tahun 2019 dengan partisipasi dari komunitas Bitcoin.
RGB disebut digerakkan oleh komunitas dan sepenuhnya open-source, serta diklaim dikembangkan dan dipelihara oleh para pemikir yang sangat berbakat.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.