Pusat Fatwa Direktorat Spiritual Umat Muslim Uzbekistan mencabut fatwa haram atas kripto yang sebelumnya sudah dirilis pada 3 Juni. Dalam sebuah laporan dijelaskan, badan independen yang terpisah dari pemerintah pusat itu menganulir pernyataannya di media sosial dan menyebut bahwa kajian terkait aset kripto sendiri masih belum rampung dilaksanakan.
Hal itu membawa keriuhan tersendiri di pasar. Pasalnya, Uzbekistan merupakan salah satu negara dengan jumlah populasi muslim terbesar di dunia. Berdasarkan data World Population Review, salah satu negara pecahan Uni Soviet itu merupakan wilayah yang dihuni oleh mayoritas penduduk muslim, jumlahnya mencapai 29,92 juta atau 87,9% dari total penduduknya.
Lembaga tersebut juga meminta maaf atas kesalahan informasi yang diterbitkan di media sosial sembari menjelaskan bahwa Direktur Pusat Fatwa, Syekh Nuriddin Khaliqnazar, dan para wakilnya sedang melakukan ibadah haji.
Dalam pernyataan sebelumnya, Pusat Fatwa Uzbekistan menyebut bahwa pertukaran dan juga perdagangan aset kripto seperti Bitcoin tidak diperbolehkan menurut hukum syariah. Hal itu didasarkan pada sifat dari aset kripto yang tidak memenuhi syarat sebagai uang yang ditetapkan sesuai dengan kaidah agama.
Selain itu, pergerakan harganya yang volatil dan indikasi sebagai tindak perjudian membuat lembaga tersebut mengharamkan mata uang virtual tersebut. Untuk memperkuat argumennya, Pusat Dakwah Uzbekistan juga menyinggung sikap lembaga keagamaan lain dari Turki, Mesir, dan Yordania, yang semuanya diklaim telah mengeluarkan panduan untuk melarang aset kripto.
Meski demikian, fatwa yang dirilis oleh Pusat Fatwa Uzbekistan tidak memiliki kekuatan hukum, karena pemerintah setempat secara paralel justru mulai menciptakan rangkaian aturan yang komprehensif terkait kripto.
Begini Sikap Indonesia
Adapun di Indonesia, aset kripto sendiri masih menjadi perdebatan. Jika mengacu pada fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdasarkan ijtima ulama yang dihelat pada 9-11 November 2021 itu, disepakati bahwa penggunaan aset kripto sebagai mata uang hukumnya haram, karena mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015.
Selain itu, aset kripto sebagai komoditi maupun aset digital juga dinilai tidak sah untuk diperjualbelikan lantaran tidak memenuhi syarat sil’ah secara syariat, yakni memiliki wujud fisik, memiliki nilai, dan diketahui jumlahnya secara pasti.
Namun, untuk aset kripto yang menjadi komoditi dan memenuhi syarat sebagai sil’ah dan memiliki underlying serta manfaat yang jelas, hukumnya sah untuk diperjualbelikan.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.