“Optimism is the madness of insisting that all is well when we are miserable.” – Voltaire
Presiden AS Donald Trump kembali membuat gegap gempita di pasar aset kripto dunia. Ia berencana menggelar Crypto Summit pertama di Gedung Putih, bangunan pusat kebijakan AS selaku salah satu negara adidaya dunia, pada 7 Maret 2025.
Tak hanya terlihat unjuk gigi menjadi pemerintahan yang pro kripto, Trump dikabarkan mengundang para pesohor dunia aset kripto. Sebut saja Michael Saylor dari MicroStrategy, Brian Armstrong dari Coinbase, Changpeng Zhao dari Binance, Brad Garlinghouse dari Ripple, hingga Vitalik Buterin dari Ethereum.
Dari pihak pemerintahan Trump, Crypto Summit tersebut mungkin juga akan hadir anggota kelompok kerja aset digital Gedung Putih, termasuk Menteri Keuangan Scott Bessent dan penjabat kepala Securities and Exchange Commission (SEC) dan The Commodity Futures Trading Commission (CFTC).
Sebagai catatan, pada Januari lalu, beberapa hari setelah menjabat, Trump menandatangani perintah eksekutif khusus kripto yang membentuk Kelompok Kerja Presidensial tentang Pasar Aset Digital. Kelompok kerja tersebut, seluruhnya terdiri dari pejabat pemerintahan Trump.
Hal tersebut dinilai menjadi semacam acara penentu bagaimana masa depan aset kripto dunia. Yang mau tidak mau, setuju tidak setuju, lagi-lagi, dipelopori dan dieksekusi, oleh pemerintahan Negeri Paman Sam.
- Baca Juga: Bitcoin Retest US$90.000 di Tengah Spekulasi Perlakuan Istimewa dalam Cadangan Kripto Trump
Cadangan Kripto AS
Meski demikian, di sisi terangnya, hal tersebut menjadi salah satu bukti nyata lain bahwa adopsi aset kripto sudah semakin dalam. Berawal dari pengakuan ETF Bitcoin oleh SEC, kini semua perusahaan manajemen keuangan dunia berlomba menambahkannya sebagai bagian dari portofolio.
Pemerintahan Trump pun berlanjut menambahkan daya dorong industri aset kripto dengan berbagai rencana dan kebijakan yang pro. Salah satu yang paling dinantikan adalah kebijakan cadangan aset kripto Negeri Paman Sam.
Apalagi, sebelumnya beredar kabar bahwa cadangan aset kripto Amerika Serikat tak sebatas hanya Bitcoin (BTC) saja. Ada pula Cardano (ADA), Ripple (XRP), Ether (ETH), dan Solana (SOL).
Hal tersebut tentu saja membawa angin segar untuk pasar aset kripto dunia. Pasalnya, jika benar cadangan aset kripto AS melingkupi token-token tersebut, artinya adopsi semakin luas dan tak hanya berkutat di Bitcoin semata.
Di sisi lain, kita juga harus paham bahwa ekonomi AS di bawah pemerintahan Trump sedang kurang begitu baik. Beberapa indikator yang muncul dari Negeri Paman Sam itu memperlihatkan sinyal negatif lantaran pertumbuhan ekonomi yang melemah.
Belanja konsumen AS, yang mencakup lebih dari dua pertiga aktivitas ekonomi, turun 0,2% bulan lalu. Hal itu adalah penurunan pertama sejak Maret 2023 dan penurunan terbesar dalam hampir empat tahun.
Kondisi itu masih diperparah dengan potensi perang dagang. Situasi itu terjadi setelah AS mengerek naik tarif impor dari beberapa negara antara lain China, Kanada dan Meksiko. Karena hal itu, Crypto Summit di Gedung Putih ini terkesan seperti kampanye untuk menutupi gonjang-ganjing ekonomi yang terjadi.
Waspada Sisi Lain dan Bagaimana Potensi Indonesia
Kendati manuver pemerintahan Donald Trump saat ini mendapat sambutan secara gegap gempita di industri aset kripto dunia, pelaku pasar sebaiknya tetap memperhitungkan kemungkinan lain yang terjadi. Kemungkinan yang tidak gemerlap.
Kita perlu sadar bahwa belakangan ini pergerakan pasar aset kripto hampir selalu berpusat dari kebijakan Negeri Paman Sam. Hal ini bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, semua gembira dengan bukti nyata adopsi dan regulasi yang pro kripto.
Namun di sisi lain, kita perlu sadar bahwa hal tersebut patut dikhawatirkan. Karena jika pergerakan Bitcoin, misalnya, sangat terpengaruh dengan manuver AS. Maka apa bedanya ia dengan dolar AS? Ini yang sebaiknya para pelaku pasar mulai perhitungkan.
Perlu diingat bahwa esensi terciptanya Bitcoin adalah revolusi keuangan untuk melawan sentralisasi bank sentral ataupun pemerintah yang adidaya. Lantas, apa bedanya jika Bitcoin pada akhirnya bisa “disetir”?
AS Jadi Pemegang Bitcoin Terbesar Dunia
Pada saat ini, AS menjadi negara pemegang Bitcoin terbesar dengan jumlah 207.189 BTC. Kemudian di peringkat ke dua menyusul Cina dengan 194.000 BTC, Inggris sebanyak 61.000 BTC, Ukraina sejumlah 46.351 BTC dan Bhutan yang mencapai 13.029 BTC.
Bhutan. Negara itu menjadi perbincangan, dan sebaiknya perlu mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia. Bagaimana negara kerajaan yang terletak di tempat paling sulit dunia bisa mengumpulkan Bitcoin sebanyak itu dan masuk ke jajaran lima besar?
Bayangkan jika pemerintah Indonesia juga melakukan hal yang sama sebelumnya dengan segala kekayaan energi untuk menambang Bitcoin. Selain itu, kuantitas jumlah penduduk yang menduduki terbesar ke-4 dunia.
Jika Indonesia bisa bersaing sebagai pemegang Bitcoin terbesar dunia, maka akan baik bagi “keseimbangan” dominasi dan juga pergerakan harganya. Tak hanya itu, cadangan Bitcoin juga akan sangat baik untuk membantu APBN.
Kendati makin banyak negara yang ‘memegang’ Bitcoin, ada baiknya jangan melupakan hakikat awal dari aset kripto. Apa yang menyenangkan dari pasar aset kripto pada hakikatnya adalah kebebasan pergerakan yang seluasnya. Yang jauh dari intervensi, bahkan sentuhan, dari pemerintahan mana pun. Desentralisasi yang agung. Oke gas.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.
