CEO FTX baru, John J. Ray III, mengatakan bahwa dia melihat kemungkinan untuk menghidupkan kembali (reboot) crypto exchange yang telah bangkrut itu. Sampai saat ini, John Ray diketahui masih bekerja keras untuk mengembalikan uang kepada para pelanggan dan kreditur.
Dalam wawancara pertamanya dengan WSJ pada hari Kamis (19/1), sejak mengambil alih kepemipinan crypto exchange ini pada November 2022, John Ray mengatakan bahwa dia telah membentuk gugus tugas untuk menjajaki langkah reboot FTX.com.
FTX.com sendiri merupakan crypto exchange internasional utama perusahaan yang menggarap market non-Amerika Serikat (AS).
Meskipun Sam Bankman-Fried (SBF) dan sejumlah eksekutif puncak FTX telah dituduh melakukan pelanggaran kriminal, John Ray mengklaim beberapa pelanggan ada yang memuji teknologi FTX dan menyarankan bahwa akan ada nilai dalam reboot platform itu.
“Semuanya ada di atas meja. Jika ada jalan ke depan untuk itu, maka kami tidak hanya akan mengeksplorasi itu, kami akan melakukannya,” terangnya.
Menyambut kabar ini, data CoinGecko mengungkapkan bahwa harga native token FTX, yaitu FTT, naik sekitar 18,5% dalam 24 jam terakhir. Menariknya, beberapa menit setelah berita ini mencuat, harga FTT bahkan terpantau sempat naik sekitar 33%.
Baca Juga: Trader Masih Giat Akumulasi, Harga FTX Token (FTT) Melesat 52%
Tentukan Pilihan yang Terbaik
Pengajuan kebangkrutan FTX yang dramatis menandai puncak dari crypto winter pada tahun 2022 setelah sejumlah entitas kripto telah mengangkat bendera putih terlebih dahulu; termasuk Celsius Network, Voyager Digital, hingga BlockFi.
Mereka menggunakan proses kebangkrutan Bab 11 di AS untuk menjajaki berbagai peluang, termasuk memulai kembali bisnis mereka atau menjual platform mereka ke pihak yang lebih kuat.
Pilihan lain adalah menutup platform itu dan mengembalikan kepemilikan kripto dan aset yang ada kepada pelanggan dan pihak terkait secepat mungkin.
John Ray akan melihat apakah menghidupkan kembali crypto exchange FTX internasional akan memulihkan lebih banyak nilai bagi pelanggan yang telah ada, daripada yang bisa didapat timnya hanya dengan melikuidasi aset atau menjual platform itu.
“Ada pemangku kepentingan yang bekerja sama dengan kami yang telah mengidentifikasi apa yang mereka lihat sebagai bisnis yang layak,” ungkapnya.
Walau reboot FTX mendapat daya tarik, prospek bagi pelanggannya tetap sangat tidak pasti.
Baca Juga: SBF Perintahkan CTO FTX Buat Backdoor agar Alameda Bisa Pinjam US$65 Miliar Dana Pelanggan
Apakah Deretan Token Ini Bisa Jadi Modal untuk Reboot FTX?
Ketika dirinya mengambil alih kepemimpinan di FTX 69 hari yang lalu, John Ray mengaku tidak diberi indikasi di mana crypto exchange itu menyimpan kripto dan uang tunai pelanggannya.
Ray mengaku awalnya mendapat bantuan dari co-founder dan mantan Chief Technology Officer (CTO) FTX, Gary Wang serta mantan CEO Alameda Research, Caroline Ellison, dalam mencoba melacak dana perusahaan itu. Dalam perkembangannya, keduanya lantas mengaku bersalah atas tuduhan kriminal terkait FTX.
Dalam perkembangannya, pihak John Ray, pada hari Selasa (17/1) kemarin, melaporkan bahwa ada sekitar US$5,5 miliar aset likuid yang telah diidentifikasi di FTX. Hal itu terdiri dari US$1,7 miliar uang tunai, US$3,5 miliar aset kripto, dan US$0,3 miliar dalam bentuk sekuritas (efek).
Mengenai aset kripto senilai sekitar US$3,5 miliar itu, pihak FTX mengatakan bahwa semua nilai dolar AS (USD) yang tercantum ditentukan menggunakan informasi awal pada saat pengajuan kebangkrutan pada November 2022.
Dalam laporan itu, entitas FTX.com, FTX US, dan Alameda memiliki sekitar US$685 juta dalam bentuk native token Solana (SOL). Kemudian, mereka memiliki sekitar US$529 juta FTT.
Menariknya, SBF rupanya memiliki sekitar US$268 juta dalam BTC. Selanjutnya, entitas itu memiliki sekitar US$90 juta dalam wujud Ether (ETH).
FTX turut memiliki sekitar US$67 juta dalam bentuk APT. Sebagai informasi, FTX Ventures, lengan investasi FTX, merupakan salah satu investor di proyek blockchain layer-1 (L1) Aptos.
Kemudian, aset-aset lain yang FTX miliki adalah Dogecoin (DOGE) yang mencapai sekitar US$42 juta, US$29 juta dalam bentuk XRP, Polygon (MATIC) bernilai sekitar US$39 juta, dan token BitDAO (BIT) yang berjumlah sekitar US$35 juta.
Menariknya, dari temuan ini, akhirnya terungkap bahwa kerajaan kripto SBF tertarik dengan proyek blockchain TON yang terafiliasi dengan Telegram. Mereka ditaksir memiliki sekitar US$31 juta Toncoin.
Sementara itu, untuk stablecoin yang diperkirakan meliputi Tether USD (USDT), USD Coin (USDC), hingga DAI, mencapai sekitar US$245 juta.
Lalu, ada pula berbagai token kripto lainnya berjumlah sekitar US$1,27 miliar. Token kripto ini berada di sejumlah crypto exchange lain. Pihak manajemen baru perusahaan mengaku bahwa saat ini, mereka memiliki visibilitas terbatas ke dalam komposisi saldo dari kripto-kripto ini. Usai detail lebih lanjut telah diperoleh, informasi yang diberikan sejumlah crypto exchange kemungkinan besar akan meningkatkan saldo token kripto tertentu yang telah dijabarkan di atas.
Selain kripto yang dinilai likuid, dipaparkan pula 20 aset kripto teratas yang dinilai tidak likuid di FTX Group. Adapun secara total terdapat sekitar 200 jenis token yang masuk dalam daftar aset kripto yang tidak likuid di FTX.
Aset kripto yang tidak likuid itu termasuk sekitar US$1,98 miliar dalam bentuk Serum (SRM). Selain itu, ada pula token LUNA (versi Wormhole) hingga Bitcoin (BTC) dan Ether (ETH) dalam ‘versi wrapped’ di jaringan Solana yang berada dalam kategori ini.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.