Emas baru saja mencetak level psikologis US$4.300 per ons, rekor tertingginya sepanjang sejarah. Reli ini memperkuat status logam mulia tersebut sebagai aset lindung nilai paling klasik di dunia. Namun, di sisi lain, Bitcoin (BTC), yang kerap dijuluki sebagai digital gold (emas digital), masih bergerak sideways di kisaran US$110.000.
Kini, muncul pertanyaan besar di kalangan investor:
“Jika emas, aset tertua di dunia, bisa mencetak rekor baru, apakah Bitcoin, aset termuda dengan reputasi serupa, akan segera menyusul?”
Artikel ini mengulas faktor-faktor di balik reli spektakuler emas, hubungan historisnya dengan pergerakan Bitcoin, serta tanda-tanda awal rotasi modal dari logam mulia ke aset digital yang semakin nyata di pasar global.
SponsoredLonjakan Emas ke US$4.300 Tak Datang Begitu Saja
Reli harga emas kali ini bukan kebetulan. Ada tiga pendorong utama yang menopang kenaikan agresif logam mulia tersebut hingga ke puncak rekor.
1. Pembelian Agresif Bank Sentral, Dipimpin oleh PBOC
China menjadi katalis utama lonjakan harga emas tahun ini. People’s Bank of China (PBOC) dilaporkan telah menambah lebih dari 300 ton emas sepanjang tahun 2025, bagian dari strategi dedolarisasi untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS.
Adapun negara-negara berkembang lain, termasuk India, Turki, dan Brasil, turut memperkuat cadangan emas mereka. Gelombang aksi beli terkoordinasi ini menciptakan permintaan struktural jangka panjang, menjadikan emas bukan sekadar aset lindung nilai, tetapi juga instrumen geopolitik.
2. Lonjakan Tensi Geopolitik & Risk-Off Sentiment
Kombinasi konflik di Timur Tengah serta tensi dagang AS–Cina memicu arus besar menuju aset aman (safe haven). Investor institusional global memindahkan portofolio mereka dari semula aset berisiko ke instrumen konservatif.
Sponsored SponsoredETF emas global mencatat arus masuk lebih dari US$15 miliar hanya dalam satu kuartal. Kondisi ini mencerminkan derasnya permintaan atas emas fisik dan juga instrumen turunannya.
3. Melemahnya Dolar & Kekhawatiran Resesi Global
Pemilu AS yang semakin dekat, defisit fiskal yang membengkak, serta perlambatan ekonomi Eropa menekan dolar AS. Dalam situasi di mana mata uang fiat semakin kehilangan daya beli, investor global beralih ke “hard assets” — aset berwujud yang tahan inflasi dan ketidakpastian politik.
Dengan kombinasi faktor-faktor tersebut, reli emas saat ini bukan hanya refleksi inflasi, melainkan simbol dari krisis kepercayaan atas sistem keuangan berbasis fiat.
Emas vs Bitcoin: Pola Lama yang Belum Terulang
Secara historis, pergerakan Bitcoin sering kali mengikuti reli emas dengan jeda waktu sekitar 60–90 hari. Fenomena ini terlihat pada beberapa siklus besar sebelumnya, di mana kenaikan tajam emas kerap menjadi sinyal awal bangkitnya harga Bitcoin (BTC).
Menurut data dari Colin T Crypto, grafik “Gold vs BTC (shifted 80 days)” menunjukkan bahwa bila pola historis ini kembali terulang, Bitcoin berpotensi mengalami catch-up rally dalam beberapa minggu ke depan.
SponsoredNarasinya sederhana namun kuat:
“Jika emas yang sudah over-owned bisa terbang ke US$4.300, bayangkan potensi Bitcoin ketika arus modal mulai beralih ke aset digital yang pasokannya jauh lebih terbatas.”
Skenario ini diperkuat oleh data CompaniesMarketCap, yang menunjukkan bahwa total kapitalisasi pasar Bitcoin saat ini masih jauh di bawah emas, sehingga peluang ekspansi nilainya masih sangat terbuka.
Dari Sisi Flow: Rotasi dari Emas ke Bitcoin Mulai Terlihat
Sponsored SponsoredSmart Money Mulai Incar ‘Next Haven’
Beberapa indikator makro dan on-chain mulai memperlihatkan tanda-tanda rotasi modal dari emas ke Bitcoin, terutama di kalangan investor institusional.
- ETF Flow:
Arus dana ke ETF emas mulai melambat karena profit-taking setelah reli besar. Sebaliknya, ETF Bitcoin milik BlackRock, Fidelity, dan VanEck mulai mencatat arus masuk bersih (inflow) baru. Hal ini menunjukkan pergeseran minat investor dari aset tradisional ke aset digital. - Likuiditas Global (M2):
Tren peningkatan likuiditas di Cina dan Amerika Serikat berpotensi mendukung aset berisiko seperti kripto. Ketika jumlah uang beredar meningkat, sebagian modal cenderung mencari imbal hasil yang lebih tinggi di golongan aset non-tradisional seperti Bitcoin. - Perilaku Investor Makro:
Setelah reli ekstrem emas, banyak investor makro kini mencari “asymmetric hedge”, yakni aset lindung nilai dengan potensi imbal hasil yang jauh lebih tinggi. Dalam konteks ini, Bitcoin menjadi kandidat yang ideal.
“Emas mungkin sudah memasuki fase euforia, sementara Bitcoin baru memulai fase akumulasi,” ungkap salah satu analis makro di X.
Kesimpulan
Kenaikan emas ke rekor tertinggi menandai puncak fase “flight to safety” global. Namun, sejarah mengatakan bahwa di setiap siklus besar, setelah reli emas mencapai klimaksnya, Bitcoin cenderung menjadi penerus momentum berikutnya.
Dengan faktor-faktor seperti inflasi yang mulai terkendali, arus dana ETF Bitcoin yang kembali positif, dan lonjakan likuiditas global, maka panggung bagi Bitcoin untuk mengejar rekor all-time high baru semakin terbuka.
Andaikata pola historis terulang, maka bukan mustahil BTC akan “menyusul” emas dalam beberapa bulan mendatang — kali ini bukan sekadar narasi “digital gold”, tetapi sebagai aset makro utama dalam lanskap keuangan global modern.
Bagaimana pendapat Anda tentang peluang harga Bitcoin untuk menyusul jejak emas yang cetak rekor all-time high di atas? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!