Hari ini, 16 Oktober 2024 menjadi batas akhir pemenuhan syarat bagi entitas kripto di Indonesia untuk mendapatkan lisensi sebagai Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK). Sejauh ini, baru terdapat 5 entitas yang mengantongi izin tersebut, mulai dari Triv, Tokocrypto, Pluang, Ajaib Kripto dan Pintu. Lantas bagaimana kelangsungan puluhan entitas lainnya yang belum juga mendapatkan izin tersebut.
Mengacu pada data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), setidaknya terdapat 30 perusahaan yang sudah mengantongi izin sebagai Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK).
Dari jumlah tersebut, sekitar 13 CPFAK per Agustus kemarin, diklaim telah mendapatkan Surat Persetujuan Anggota Bursa (SPAB) untuk melanjutkan prosesnya memperoleh persetujuan PFAK.
Artinya, jumlah perusahaan yang mengantongi izin PFAK baru mencapai 14% dari keseluruhan entitas. Jika merujuk pada Peraturan Bappebti (Perba) Nomor 8 Tahun 2024, disebutkan bahwa regulator bakal menjatuhkan sanksi kepada entitas yang belum juga memenuhi syarat PFAK.
Ancaman sanksi terberat yang merujuk pada aturan tersebut adalah pembatalan tanda terdaftar perusahaan.
Bappebti Godok Pembahasan Aturan
Kepala Bappebti, Kasan belum bisa memberikan kepastian bagaimana kelanjutan sikap regulator. Namun yang jelas, pihaknya bakal membahas hal tersebut pada rapat hari ini dengan mempertimbangkan berbagai aspek.
“Baru akan dibahas pada rapat hari ini,” jelasnya kepada BeinCrypto, Rabu (16/10).
Sementara itu, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti, Tirta Karma Senjaya secara terpisah menambahkan, pihaknya sudah memberikan surat peringatan kepada entitas untuk segera melakukan pemenuhan syarat sebagai PFAK sebelum 16 Oktober.
Untuk diketahui, peningkatan izin dari CPFAK menjadi PFAK sengaja didorong untuk membangun ekosistem aset digital yang lebih positif di Indonesia. Menurut Kasan, aturan ini bukan hanya untuk melindungi investor, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan perdagangan kripto yang sehat.
Setiap entitas yang sudah mendapatkan izin PFAK, sekitar 70% dana fiat nasabah akan disimpan di lembaga kliring yang teregulasi, sementara 30% tersisa ditempatkan di platform.
Pendekatan yang sama juga berlaku untuk kripto, dimana 70% dari aset digital disimpan di lembaga depository khusus, sebagai langkah mitigasi risiko.
Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda memandang, untuk membangun ekosistem kripto yang positif tidak cukup hanya dengan mencabut izin terdaftar, pemerintah juga perlu mengimplementasikan UU Perlindungan Data Pribadi. Hal itu penting, karena dalam kacamatanya, terdapat definisi pidana yang bisa dijerat ke pelaku usaha, jika mereka terbukti lalai dalam penggunaan data pribadi.
Bagaimana pendapat Anda tentang masih banyaknya perusahaan kripto Indonesia yang belum memenuhi izin sebagai PFAK ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.