Conflux, blockchain layer-1 (L1), baru saja merilis program akselerator yang dinamakan e-Space Launch Pad. Program ini akan menjadi wadah bagi para startup web3 yang ingin mengembangan aplikasi terdesentralisasi (dApp) Ethereum dan smart contract dalam ekosistem Conflux.
Mereka membidik perusahaan rintisan yang berada di negara berkembang untuk menerima dukungan dalam pembiayaan tersebut. Dana yang secara total bernilai US$5 juta siap digelontorkan bagi para pihak yang selama ini berfokus pada pengembangan proyek terdesentralisasi.
Terkait hal ini, co-founder Conflux, Fan Long, mengatakan bahwa blockchain yang mereka kelola merupakan satu-satunya blockchain publik yang tunduk pada peraturan di Cina. Peluncuran program akselerator anyar ini akan membuat pengguna dApp yang ada di negara berkembang mendapatkan manfaat dari janji web3. Setiap proyek bisa mendapatkan pendanaan tahap awal hingga US$100.000 untuk meluncurkan proyek mereka di Conflux eSpace.
“Launchpad ini tidak hanya memberikan modal untuk pengembangan proyek, melainkan juga pendampingan terhadap lahirnya inovasi di bidang keuangan terdesentralisasi (DeFi),” jelas Fan Long.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa program akselerator ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan mendukung pembangunan tahap awal aplikasi di metaverse hingga DeFi, termasuk GameFi dan non-fungible token (NFT), decentralized autonomous organization (DAO), infrastruktur web3, hingga pendidikan web3.
Setiap perusahaan yang berhasil mendapatkan pendanaandari Conflux juga akan mendapatkan dukungan langsung dalam bentuk branding, pembangunan komunitas, tokenomics, serta teknik dan pemasaran produk.
“Dengan kehadiran eSpace, proyek yang akan diintegrasikan ke dalam ekosistem Conflux bisa dengan mudah melakukan eksplorasi dan masuk ke komunitas kami,” tambah co-founder Conflux.
- Baca Juga: Survei Toluna: Indonesia Masuk dalam Jajaran Market Kripto Teratas dalam 6 Bulan ke Depan
Negara Berkembang Pimpin Adopsi Kripto
Dipilihnya negara berkembang sebagai sasaran dalam pengembangan ekosistem Conflux bukan tanpa alasan. Pasalnya, berdasarkan data dari Chainalysis, market negara berkembang mendominasi indeks adopsi kripto secara global.
Bahkan, 10 negara berpenghasilan menengah ke bawah seperti Vietnam, Filipina, Ukraina, India, Pakistam, Nigeria, Maroko, Nepal, Kenya, hingga Indonesia, masuk dalam 20 negara peringkat teratas adopsi kripto pada tahun 2022 sejauh ini.
Menariknya, dalam adopsi kripto global, posisi pertama dihuni oleh Vietnam. Hal ini dapat terjadi karena banyaknya pengguna kripto di negara berpenghasilan menengah ke bawah dan menengah ke atas yang memanfaatkan teknologi aset virtual untuk pengiriman uang.
Selain itu, masyarakat yang tinggal di negara berpenghasilan menengah ke bawah juga kerap menjadikan kripto sebagai aset lindung nilai untuk menghadapi volatilitas mata uang dan memenuhi kebutuhan keuangan lainnya.
“Negara-negara tersebut memiliki kecenderungan lebih bersandar pada Bitcoin (BTC) dan stablecoin dibandingkan dengan negara lain,” ungkap riset Chainalysis.
Selain itu, game play-to-earn (P2E) seperti Axie Infinity turut sukses menginspirasi munculnya beragam perusahaan rintisan berbasis kripto di Vietnam.
- Baca Juga: Laporan Chainalysis Sebut Timur Tengah Jadi Wilayah dengan Adopsi Kripto Terpesat di Dunia
Potensi Blockchain bagi Negara Berkembang
International Finance Corporation (IFC), yang merupakan bagian dari World Bank, menyebutkan bahwa market negara berkembang memiliki potensi lebih baik dalam adopsi blockchain. Rendahnya jumlah kepemilikan rekening dan penetrasi bank yang rendah menjadi salah satu faktor penting dalam mempercepat adopsi kripto di wilayah tersebut.
Hadirnya blockchain dinilai dapat mengurangi risiko yang harus ditanggung oleh lembaga keuangan konvensional dalam melakukan fungsi intermediasi keuangan.
“Potensi pengunaan blockchain dapat melampaui sektor keuangan. Pasalnya, teknologi tersebut memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai rantai nilai global dalam melintasi batas dan menghubungkan ekonomi di negara maju dan berkembang,” jelas pihak IFC.
Tidak berhenti sampai di sana, pemanfaatan blockchain turut dinilai dapat membantu percepatan adopsi sumber energi yang bersih, terjangkau, andal, dan tangguh. Namun, harus diakui, akuntabilitas dan privasi sampai saat ini masih menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh para pelaku usaha yang ingin memanfaatkan teknologi ini di negara dengan tingkat ekonomi rendah.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.