Binance, crypto exchange terbesar di dunia, diduga membantu orang-orang Rusia memindahkan uang ke luar negeri. Hal ini dinilai berpotensi menambah masalah hukum mereka dengan Amerika Serikat (AS).
Sebagai informasi, berbagai perusahaan internasional besar pada tahun 2022 mengurangi operasi bisnis mereka di Rusia usai negara itu menginvasi Ukraina.
Pihak Binance mengatakan telah berhenti beroperasi di sana dan menerapkan persyaratan sanksi yang dijatuhkan oleh pihak Barat ke Rusia pada April 2022. Hal itu termasuk membatasi perdagangan aset kripto di Binance ke wilayah dan bagi pelanggan Rusia.
Namun, data yang dikumpulkan oleh pihak eksternal menunjukkan bahwa Binance terus memiliki volume perdagangan dalam mata uang Rusia rubel yang substansial.
Melalui perantara, para klien dapat mengubah dana di bank yang terkena sanksi menjadi saldo di platform Binance. Di sisi lain, Binance turut memungkinkan perdagangan rubel secara peer-to-peer (P2P) untuk aset kripto yang seringkali melibatkan bank yang masuk dalam blacklist di Barat.
Terkait hal ini, juru bicara Binance mengklaim bahwa mereka mengikuti aturan sanksi global dan memberlakukan sanksi pada orang, organisasi, entitas, dan negara, yang telah masuk blacklist oleh komunitas internasional. Binance memastikan menolak akses aktor-aktor tersebut ke platform mereka.
“Binance tidak memiliki hubungan dengan bank mana pun di Rusia atau tempat lain seputar layanan P2P kami. Binance tidak berkolaborasi dengan mitra dalam sistem keuangan tradisional (TradFi) yang ada dalam daftar sanksi apa pun,” imbuh pihak Binance.
Kripto sebagai Solusi bagi Orang Rusia
Sebagai informasi, AS telah menjatuhkan sanksi yang luas terhadap sektor keuangan Rusia. Hal itu memaksa bank-bank untuk memutuskan hubungan atau memilih mengambil risiko hukuman yang berat.
Banyak orang Rusia, meski mereka sendiri tidak terkena sanksi, tidak bisa mentransfer rubel ke rekening bank di luar negeri atau mengonversi uang mereka ke mata uang lain. Dengan adanya hambatan itu, kripto telah membantu mengisi kekosongan tersebut.
Pada gilirannya, orang-orang Rusia dapat menukar rubel dengan aset kripto, khususnya stablecoin yang dipatok ke dolar AS (USD). Stablecoin itu kemudian dapat ditukar dengan mata uang fiat kertas di broker luar negeri atau ditransfer ke crypto wallet lain sebagai bentuk pembayaran.
Tatiana Maksimenko, seorang pengusaha wanita Rusia yang sempat bekerja di sebuah crypto exchange, mengatakan bahwa, “Semua orang menggunakan kripto, kecuali mungkin nenek saya.”
Menurut bank sentral Rusia, rute utama bagi orang Rusia untuk mengubah rubel menjadi kripto adalah melalui layanan P2P. Dari bulan Oktober 2022 hingga Maret 2023, orang-orang Rusia melakukan perdagangan P2P senilai sekitar US$428 juta setiap bulan.
Adapun Binance adalah salah satu crypto exchange paling populer di Rusia. Menurut data CCData, volume perdagangan dari Rusia di Binance turun dibandingkan dengan puncaknya pada awal tahun 2022. Namun, kemudian agak pulih dalam beberapa bulan terakhir.
Pada bulan Juli lalu, Binance dituduh menangani perdagangan rubel-to-crypto sekitar US$8 miliar, yang sebagian besar dalam bentuk USDT.
Potensi Gugatan DOJ ke Binance
Mengutip sumber yang mengetahui persoalan ini, WSJ melaporkan bahwa Departemen Kehakiman (DOJ) AS sedang menyelidiki Binance sehubungan dengan kemungkinan pelanggaran sanksi AS terhadap Rusia. Investigasi ini pertama kali dilaporkan oleh Bloomberg pada 6 Mei lalu.
WSJ juga melaporkan bahwa DOJ diperkirakan menyelidiki Binance atas dugaan penyimpangan dalam penegakan anti-pencucian uang (AML).
Sebelumnya, Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas (CFTC) dan Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) telah menuduh Binance melakukan banyak pelanggaran dan kegagalan kepatuhan terhadap regulasi AS.
Pihak Binance mengatakan bahwa mereka telah berupaya mengatasi kekhawatiran pihak berwenang, serta berkomitmen terhadap transparansi dan kerja sama dengan para regulator dan penegak hukum.
Binance bermaksud membela diri terhadap gugatan hukum yang diajukan oleh SEC. Mereka juga telah mengajukan sanggahan di pengadilan untuk membatalkan gugatan yang diajukan oleh CFTC.
Transaksi P2P Kripto Sarana Potensial Hindari Sanksi
DOJ dilaporkan telah menandai transaksi P2P sebagai sarana potensial untuk menghindari sanksi dari AS. Transaksi semacam itu tidak secara langsung melalui crypto exchange, tetapi sering kali difasilitasi oleh platform seperti Binance.
Dalam potensi tindakan yang memberatkan Binance, Michael Parker, seorang mantan jaksa DOJ dan mantan pejabat di Kantor Pengawasan Aset Asing (OFAC) AS, ikut angkat bicara.
Dia mengatakan bahwa sebuah entitas bisnis tidak memerlukan hubungan formal dengan bank Rusia yang menghadapi potensi risiko sanksi AS.
Jika sebuah entitas bisnis menyediakan layanan yang memungkinkan pengguna dapat mengakses layanan yang tidak tersedia di bank-bank Rusia yang terkena sanksi Barat, maka itu dapat dilihat sebagai bantuan material kepada lembaga-lembaga tersebut.
Tinjauan baru-baru ini terhadap situs web layanan P2P Binance menunjukkan bahwa mereka menawarkan kepada para klien Rusia setidaknya 5 bank yang terkena sanksi, termasuk Rosbank dan Tinkoff Bank, sebagai opsi untuk memproses pembayaran.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.