Seiring pasar global merespons eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah, siklus bull run Bitcoin (BTC) yang diproyeksikan untuk bulan Oktober pun harus tertunda. Sebelum serangan rudal Iran ke Israel, harga Bitcoin masih bertengger di atas US$64.000.
Namun, setelah insiden tersebut, BTC seketika terjatuh ke angka US$60.350. Sebab, investor bereaksi cepat lewat aksi jual, tak lain terpicu oleh ketidakstabilan ekonomi global. Analisis ini menggali lebih dalam soal dampak eskalasi konflik pada pergerakan harga Bitcoin, bagaimana sentimen pasar bergeser, serta apa yang mungkin terjadi selanjutnya untuk BTC.
Serangan Iran Ancam Reli Bitcoin
Berdasarkan data dari Glassnode, Bitcoin Fear and Greed Index tercatat di angka 61 pada 1 Oktober, mencerminkan sentimen positif di kalangan investor. Indeks yang berkisar dari 0 hingga 100 ini berfungsi sebagai indikator sentimen pasar. Angka yang mendekati 0 artinya terjadi ketakutan ekstrem (extreme fear). Sementara nilai lebih tinggi yang mendekati 100 artinya terjadi keserakahan (greed) serta optimisme di pasar.
Sebelum serangan rudal dari Iran, indeks ini mencerminkan kepercayaan yang kuat bahwa harga Bitcoin mampu menembus angka US$64.000. Namun, pasca serangan, indeks sontak terjun menjadi 39. Nilai ini menandai ketakutan yang meningkat di kalangan investor sekaligus kemungkinan terhentinya bull run Bitcoin.
Di tengah sentimen negatif, harga Bitcoin terperosok ke bawah Short-Term Holder (STH) Realized Price, yakni rata-rata biaya akuisisi on-chain dalam 155 hari terakhir.
Kala harga berkisar di atasnya, tren biasanya bullish dan harga berpotensi akan terus naik. Namun, pada waktu publikasi, STH Realized Price Bitcoin berada di angka US$62.617. Lantaran harga saat ini di bawah level itu, ini bermakna bahwa dalam waktu dekat, Bitcoin mungkin tidak akan mencetak US$80.000.
US$60.600 Jadi Level Kunci bagi Harga BTC
Dari perspektif on-chain, indikator In/Out of Money Around Price (IOMAP) menyoroti bahwa wilayah antara US$63.510 hingga US$65.323 adalah zona krusial untuk Bitcoin. IOMAP sendiri menghitung berapa banyak alamat yang telah mengakumulasi sejumlah volume pada kisaran harga tertentu.
Semakin besar volume di area tersebut, semakin kuat support atau resistance yang tertancap. Merujuk pada data, terdapat 2,15 juta alamat Bitcoin yang memegang 1,27 juta BTC di wilayah tersebut. Volume ini lebih besar dibandingkan dengan support minor di US$60.666.
Oleh karena itu, harga Bitcoin kemungkinan akan kesulitan menembus US$65.000 dalam waktu dekat. Sebaliknya, aksi turun ke US$59.813 bisa lebih mungkin terjadi.
Menariknya, firma manajemen aset digital 10x Research juga sepakat bahwa level US$60.600 adalah resistance minor untuk BTC. Dalam laporannya baru-baru ini, mereka berpendapat harga Bitcoin harus melewati US$66.000 agar bisa membatalkan tren bearish yang saat ini berlangsung.
“Siklus likuiditas belum sepenuhnya terbentuk. Gagalnya Bitcoin menembus US$66.000 yang sejajar dengan garis resistance menurun ini mungkin bisa terjadi jika data ISM Manufacturing lebih menguntungkan,” tulis Markus Theilen, Lead Analyst di 10x Research.
Bagaimana pendapat Anda tentang proyeksi Bitcoin (BTC) ke depan? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.