Negara-negara yang tergabung dalam G20 tengah menggali cara untuk pemanfaatan central bank digital currency (CBDC) menjadi lebih baik. Di bawah Presidensi G20, Bank Indonesia bersama dengan Bank International for Settlement (BIS) menggelar kompetisi untuk menjawab Tantangan G20 TechSprint. Adapun penyelenggaraan kompetisi tersebut bertujuan untuk mendapatkan masukan dan pemecahan masalah terkait penerapan CBDC di berbagai negara G20.
Kompetisi yang diluncurkan sejak April lalu oleh BIS Innovation Hub dan Bank Indonesia itu merilis tiga tantangan operasional dan mengundang berbagai pemangku kepentingan; termasuk inovator, pengusaha, pengembang, ilmuwan data, dan pakar telekomunikasi di seluruh dunia untuk mengembangkan solusi teknologi inovatif bagi BI maupun BIS.
Hal itu menunjukkan bahwa pemanfaatan CBDC sebagai mata uang digital sudah semakin dekat untuk diterapkan.
Beberapa tantangan yang harus dipecahkan dalam kompetisi ini, antara lain: mengembangkan solusi untuk membangun cara yang efektif dan kuat untuk mengeluarkan, mendistribusikan, dan mentransfer CBDC; memungkinkan terjadinya inklusi keuangan dan bagaimana cara untuk meningkatkan interoperabilitas, serta menghubungkan sistem pembayaran dengan lebih baik.
Saat ini, dari 100 peserta dari 15 negara dan yurisdiksi, tersisa 21 finalis yang akan memaparkan lebih jauh tentang bagaimana CBDC bisa digunakan untuk menjawab tantangan yang diberikan dalam G20 TechSprint.
Acting Head BIS Innovation Hub, Ross Leckow, mengatakan CBDC telah mampu menarik minat dari bank sentral di seluruh dunia. Proposal dari para finalis menawarkan solusi teknologi unik dan inovatif yang dapat memungkinkan CBDC diadopsi secara luas.
“Hal itu menyoroti peran G20 TechSprint dalam menyatukan inovator dan perbankan sentral dan komunitas regulasi. Kami berharap dapat melihat solusi yang dikembangkan sepenuhnya,” jelasnya.
Desain CBDC Indonesia Belum Sepenuhnya Selesai
Sebagai bagian dari Indonesia Digital Economy and Finance Festival, menjelang pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20, tim-tim terpilih bakal menunjukkan solusi mereka kepada Bank Indonesia, BIS dan para ahli yang diundang dari bank sentral di seluruh dunia.
Para finalis ditargetkan pada akhir Agustus nanti sudah bisa menyelesaikan prototipe CBDC yang akan digunakan. Proses penilaian akan dilakukan oleh panel yang berisi ahli independen.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung, menuturkan bahwa kebutuhan untuk mengeksplorasi CBDC sangat tinggi bank bagi sentral, namun pilihan desain masih belum terselesaikan.
“Dalam praktiknya, kita perlu memahami bagaimana tujuan kebijakan, masalah praktis, dan teknologi berpotongan. Cara terbaik bagi bank sentral untuk mempersiapkan masa depan pembayaran ini adalah dengan mengeksplorasi, bereksperimen, melakukan bukti konsep, menguji coba, dan mengembangkan CBDC,” urai Juda.
Secara terpisah, Deputi Gubernur Bank Indonesia lainnya, Doni P Joewono, menjelaskan, eksplorasi penerbitan CBDC dilakukan berdasarkan beberapa tujuan; di antaranya adalah menyediakan alat pembayaran digital yang risk-free menggunakan central bank money, kemudian juga memitigasi risiko non-sovereign digital currency.
Selain itu, eksplorasi CBDC juga dimaksudkan untuk memperluas efisiensi dan ketahapan sistem pembayaran, termasuk cross border, memperluas dan mempercepat inklusi keuangan, menyediakan instrumen kebijakan moneter baru dan memfasilitasi distribusi subsidi fiskal.
“Penerbitan CBDC juga membutuhkan tiga pre-requisite yang perlu dipastikan untuk dimiliki suatu negara, mulai dari desain CBDC yang tidak mengganggu stabilitas moneter dan sistem keuangan, desain CBDC yang mencakup Integrated, interconnected, and Interoperable dengan infrastruktur FMI-Sistem Pembayaran dan pentingnya teknologi yang digunakan pada tahap eksperimen untuk memahami bagaimana CBDC dapat diimplementasikan (DLT-Blockchain dan non-DLT),” jelasnya.
Targetkan Tahun Ini Rilis Whitepaper Rupiah Digital
Harus diakui, semangat untuk meluncurkan CBDC berangkat dari potensi penggunaan aset kripto yang digadang-gadang mampu memengaruhi stabilitas ekonomi, moneter, dan sistem keuangan.
Guna mengatasi risiko terhadap stabilitas dari aset kripto tersebut, dibutuhkan kerangka regulasi untuk mengatasinya, salah satunya adalah melalui desain dan penerbitan CBDC.
Mayoritas bank sentral dunia telah mulai melakukan tahapan riset dan percobaan sesuai dengan karakteristik negaranya masing-masing. Selain itu, dukungan dan masukan industri juga merupakan masukan penting bagi bank sentral dalam merencanakan desain CBDC.
Berbagai bank sentral, termasuk Indonesia terus terus mempelajari kemungkinan dampak dari CBDC tersebut dan akhir tahun ini, BI berada pada tahap untuk mengeluarkan white paper pengembangan rupiah digital.
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.