Trusted

Generator Gambar AI Tuai Kontroversi dan Dukungan untuk Metaverse

5 mins
Diperbarui oleh Lynn Wang
Gabung Komunitas Trading Kami di Telegram

Ringkasan

  • Tahun 2022 telah menjadi tahun terobosan besar bagi seni buatan AI (AI-generated art). Namun, di saat yang sama, teknologi tersebut juga telah menuai beragam kontroversi.
  • Sejumlah kritikus mengatakan bahwa hal tersebut meningkatkan risiko pencurian identitas secara canggih, dan mengancam mata pencaharian para seniman.
  • Para pendukung membelanya sebagai langkah berikutnya dalam meningkatkan pengalaman metaverse dan memungkinkan kreativitas pengguna serta seniman.
  • promo

Di dunia teknologi saat ini, 2022 telah menjadi tahunnya artificial intelligence (AI). Dalam 12 bulan terakhir, kita telah menyaksikan ledakan popularitas pada seni, alat, penulis, komposer musik, hingga analisis kulit berbasis AI. Tapi, tidak diragukan lagi bahwa yang paling menonjol di antara yang lainnya adalah generator gambar AI. Di seluruh media sosial, ilustrasi digital yang terkesan begitu nyata yang merupakan hasil buatan komputer serta perintah kata sederhana perlahan mulai menggantikan peran foto. Menariknya, kita sudah menyaksikan teknologi ini di industri metaverse.

Awal tahun ini saja, Mona telah meluncurkan AI Material Designer, yakni sebuah layanan yang memungkinkan kreator di platform-nya membuat tekstur untuk objek tertentu tanpa harus menggunakan kode. Terkait terobosan ini, CEO perusahaannya mengatakan, “Kami secara aktif bekerja untuk membangun dan menggabungkan jenis alat ini ke dalam saluran kreasi kami bagi komunitas kami. Kita semakin dekat dengan [saat di mana] pengguna mampu menghasilkan aset dan seluruh dunia menggunakan AI di dalam Mona.”

Namun, nyatanya penerimaan terhadap gambar buatan AI secara universal masih belum belum positif. Sebagai contoh, mulai minggu ini, pemerintah Cina secara efektif melarang pembuatan media buatan AI atau AI-generated media tanpa watermark.

Di sisi lain, minggu lalu, Adobe mulai menjual foto buatan AI (AI-generated photo) sebagai gambar stock yang akhirnya turut mengancam pendapatan seniman kreatif. Selain itu, para seniman juga mengecam gambar buatan komputer yang berhasil mencapai puncak bagian ‘Explore‘ di ArtStation.

Menurut para pengkritiknya, revolusi gambar AI sudah terjadi, dan langkah tersebut tentunya akan menargetkan penghasilan para seniman.

Peniruan Identitas dalam Metaverse

Salah satu ketakutan yang muncul akibat penggunaan artificial intelligence metaverse sendiri berkaitan dengan manipulasi foto orang.

Dalam sebuah studi kasus yang mengkhawatirkan, majalah teknologi Ars Technica menciptakan manusia fiksi bernama “John” dengan hanya menggunakan kumpulan tujuh foto dari seorang sukarelawan. Hanya dengan kumpulan data kecil ini saja, mereka dapat menempatkan foto John dalam serangkaian foto yang berpotensi merugikan. Hal ini termasuk foto bergaya pornografi, seragam bergaya paramiliter, dan pakaian penjara berwarna oranye. Meskipun contoh-contoh ini mempunyai tampilan yang sedikit aneh bagi mereka, kumpulan data yang lebih besar, atau AI yang lebih canggih, nantinya dapat menghasilkan gambar yang jauh lebih meyakinkan dan membahayakan lagi.

Namun, lantaran saat ini yang mendominasi sebagian besar traffic internet adalah video, maka risiko terbesar di industri metaverse bukanlah pada foto kita. Sebab, di saat popularitas platform, seperti TikTok, meledak dalam beberapa tahun terakhir, bahaya sebenarnya datang dari avatar metaverse yang sepenuhnya realistis. Dalam waktu dekat, distopia yang aneh, tambang video buatan pengguna yang sangat besar ini dapat berfungsi sebagai kumpulan data yang masif. Hal tersebut dapat digunakan untuk membuat representasi yang dapat berjalan maupun berbicara untuk semua maksud dan tujuan. Apalagi, mereka tidak dapat dibedakan dari diri kita yang sebenarnya.

Sementara itu, catfishing, yakni sebuah istilah untuk menggambarkan orang yang terpikat ke dalam hubungan dengan persona online fiksi, bisa berubah menjadi hal yang jauh lebih jahat atau membahayakan. Daripada mencuri satu atau dua foto, mengapa tidak menjadi mereka saja di dunia maya? Alhasil, seiring dengan orang di seluruh dunia menghabiskan banyak waktunya untuk berinteraksi secara online, pencurian identitas jadi semakin meningkat.

Di AS sendiri, Identity Theft Resource Center sudah melaporkan adanya peningkatan sebesar 36% pada tahun 2021 daripada tahun 2020. Untuk itu, platform metaverse harus bekerja keras demi memastikan bahwa masalah tersebut tidak semakin besar di dunia virtual bertenaga AI.

Tuvalu Metaverse digital nation VR 2021 saw venture capital activity amounting to $612B, a 108% increase from the year prior and a 24% increase in VC deals. But despite the pros, there are some painful pain points attached. DAOs can be a good vehicle for addressing some of the gaps in the traditional VC landscape. Enters a DAO VC. Web 3.0 integrating blockchain technology can aid the trillion-dollar Media and Entertainment industry by democratizing the industry. Thereby helping with copyright infringement, monetizing content, and much more. But despite the hype, the blockchain segment remains ‘un-exposed'.

Gambar AI vs Kreator

Keluhan yang paling umum terkait seni buatan AI tersebut adalah bahwa teknologi itu bisa sangat memengaruhi pendapatan dan karir seorang seniman. Sebagai contoh, salah satu seniman yang tidak senang dengan penggunaan generator seni AI adalah seniman fantasi Polandia bernama Greg Rutkowski. Sepanjang tahun ini, Rutkowski telah menjadi inspirasi paling populer untuk generator gambar AI. Dan alasannya pun sangat mudah untuk dipahami. Pasalnya, gaya seninya dapat langsung orang kenali dan telah digunakan dalam berbagai karya seni game, termasuk “Dungeons & Dragons,” “Horizon Forbidden West” dari Sony, “Anno” dari Ubisoft, dan “Magic: The Gathering.”

Pada bulan September, dia memaparkan tentang karya seninya yang tersaingi oleh tiruan AI kepada Technology Review.

“Ini baru sebulan. Bagaimana dalam setahun? Saya mungkin tidak akan dapat menemukan pekerjaan saya di luar sana karena [internet] akan banjir dengan seni AI. Itu memprihatinkan.”

Greg Rutkowski

Untuk sektor metaverse, setiap model bisnisnya layak untuk kita pertaruhkan. Dalam hal ini, salah satu bidang ekonomi metaverse yang baru muncul adalah fashion digital yang populer. Apalagi, terdapat merek-merek bergengsu yang telah memasuki sektor NFT, termasuk Burberry, Givenchy, Louis Vuitton, dan Prada. Pada Mei lalu, tas Gucci virtual yang dibuat untuk digunakan di Roblox sukses terjual lebih banyak daripada barang fisiknya. Namun, ketika garmen virtual dapat diproduksi hampir secara instan dengan menggunakan perintah teks dan AI, mengapa kita membutuhkan rumah mode digital?

Meskipun demikian, Don Gossen, pendiri dan CEO Nevermined AG, yakin bahwa ada jalan tengah di mana nama-nama besar masih bisa memberikan inspirasi atau peran utama.

“Dalam praktiknya, ini bisa menyerupai sesuatu seperti Warhol Factory, di mana Seniman (yaitu Andy Warhol) memberikan pengaruh avant-garde dan dapat mengawasi “pekerja” yang membuat karya dalam rupa seniman itu. [Hal] yang diperlukan adalah transparansi penuh dalam siklus hidup kreasinya, mulai dari inspirasi hingga produksi dan penjualan, dengan setiap kontribusi serta kontributor didaftarkan dan dikaitkan dengan benar dalam rantai nilainya.”

Don Gossen

Ternyata, Artificial Intelligence Juga Bisa Dorong Kreativitas

Meskipun demikian, kita sebaiknya tidak perlu terlalu kecewa dengan pembuatan konten dengan teknologi AI, kata Yassine Tahi, co-founder & CEO Kinetix. Sebagai informasi, Kinetix yaitu sebuah perusahaan yang memungkinkan pengguna membuat emote buatan AI khusus untuk dunia virtual. Menurutnya, AI dapat menjadi sistem operasi tempat metaverse akan berdiri.

“AI generatif adalah peluang luar biasa untuk metaverse. Bagi kami, ini adalah game changer terbesar dan akan mendorong adopsi serta keterlibatan dengan dunia virtual… manfaatnya ada dua: para profesional dapat melakukan iterasi dan membangun pengalaman baru dengan lebih cepat, dan pengguna dapat memperluas keahlian mereka dan tiba-tiba menjadi kreator virtual.”

Yassine Tahi
Gambar AI courtesy of Decentraland. Created by DALL-E-2 | Artificial Intelligence
Gambar milik Decentraland yang dibuat oleh DALL-E-2

Sedangkan, bagi yang lainnya, bagaimanapun juga, AI sudah terlanjur tercipta, dan tugas kita adalah memanfaatkannya. Menurut Sam Hamilton, Direktur Kreatif Decentraland Foundation, teknologi tersebut dapat – dan perlu – digunakan untuk menciptakan pengalaman metaverse yang lebih baik. Menurutnya, “Gambar yang dihasilkan AI dapat digunakan untuk menciptakan lingkungan virtual yang lebih realistis dan imersif.”

Pada bulan Agustus tahun ini, Decentraland menyelenggarakan Pekan Seni Metaverse mereka sendiri. Acara tersebut menampilkan bangunan model AI, pembacaan puisi AI, dan bahkan visual pemasaran yang dibuat menggunakan teknologi tersebut.

“Bila digunakan dalam industri kreatif, [AI] dapat meningkatkan produktivitas asalkan digunakan dengan cara yang benar, tetapi tidak akan [mampu] menggantikan seniman manusia. Juga akan ada banyak AI di metaverse sebagai NPC dan mendukung robot. Kita sudah sejak dulu memiliki layanan text-to-video, dan model text-to-3D jelas akan mempercepat dalam hal membangun pengalaman.”

Sam Hamilton

Bagaimana pendapat Anda tentang kontroversi hasil generator gambar artificial intelligence (AI) untuk metaverse ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram BeInCrypto Indonesia agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!

Platform kripto terbaik di Indonesia | November 2024
Platform kripto terbaik di Indonesia | November 2024
Platform kripto terbaik di Indonesia | November 2024

Penyangkalan

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.

Zummia.jpg
Zummia Fakhriani
Zummia adalah seorang penulis, penerjemah, dan jurnalis dengan spesialisasi pada topik blockchain dan kripto. Ia mengawali sepak terjang di industri kripto sebagai trader kasual sejak 2015. Kemudian, mulai berkiprah sebagai penerjemah profesional di industri sejak 2018 sembari mengenyam tahun ketiganya di program studi Sastra Inggris kala itu. Menyukai topik terkait DeFi, koin privasi, dan Web3.
READ FULL BIO
Disponsori
Disponsori