Crypto exchange syariah asal Malaysia, GreenX Exchange, dikabarkan akan segera memasuki pasar Indonesia. Perusahaan baru-baru ini menggalang pertemuan dengan salah satu organisasi muslim terbesar di tanah air, Nahdatul Ulama (NU), untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang pasar keuangan syariah di dalam negeri.
Dalam sebuah laporan disebutkan, GreenX yang merupakan entitas usaha dari GreenPro itu telah melakukan silaturahmi dengan Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Jawa Timur. CEO GreenX Philip Tam mengatakan, produk yang ditawarkan perusahaannya berbeda dengan proyek kripto lainnya dan sudah sesuai dengan prinsip syariah.
Salah satu inisiatifnya adalah proyek real-world asset (RWA) dan security token offering (STO) yang didasarkan pada aset riil dari Hong Kong, Amerika Serikat, dan Malaysia yang berpegang pada prinsip Syariah.
Baru-baru ini, GreenX juga resmi listing perdagangan token DiGau yang memiliki dukungan deposit emas senilai US$6 miliar. Logam mulia tersebut diyakini berasal dari properti yang dimiliki langsung oleh Dignity Gold yang mewakili 3.442.144 ons cadangan emas di dalam tanah.
“Karakteristik penting dari Token Keamanan GreenX versus aset kripto generik adalah bahwa ia memiliki aset kembali (dinilai secara profesional) dan menerima Pernyataan Syariah dari Cendekiawan Syariah serta Persetujuan Pencatatan dari regulator,” jelas Tam.
Meski begitu, soal bagaimana sikap dari PWNU belum dapat dipastikan karena kedua belah pihak masih dalam proses diskusi.
Namun yang pasti, GreenX berharap bisa menancapkan penetrasinya di Indonesia mengingat negeri ini merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia.
Fatwa MUI Terkait Kripto
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan lembaga independen yang menjadi wadah bagi para tokoh agama Islam, cendekiawan Muslim, dan zu’ama, telah mengemukakan pandangannya terkait kripto.
Dalam Ijtima Ulama pada tanggal 9-11 November 2021, disepakati bahwa penggunaan aset kripto sebagai mata uang dianggap haram karena mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan UU Nomor 7 tahun 2011 dan PBI nomor 17 tahun 2015.
Selain itu, aset kripto sebagai komoditas maupun aset digital juga dianggap tidak sah untuk diperjualbelikan lantaran mengandung gharar, dharar, qimar, dan tidak memenuhi syarat sil’ah secara syar’i. Maksudnya adalah aset kripto tidak memiliki wujud fisik, nilai yang pasti, jumlah yang jelas, hak milik, dan tidak dapat diserahkan kepada pembeli.
“Aset kripto sebagai komoditi/aset yang memenuhi syarat sebagai sil’ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas, hukumnya sah untuk diperjualbelikan,” jelas MUI.
Sementara PWNU juga sudah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa penggunaan aset kripto atau mata uang digital yang dijamin dengan kriptografi sebagai alat transaksi adalah haram.
Landasan utamanya adalah transaksi menggunakan kripto memiliki risiko penipuan di dalamnya. Sehingga meskipun pemerintah telah mengakui kripto sebagai komoditas, syariat masih belum dapat melegalkan perdagangan aset ini.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.