Lihat lebih banyak

IMF: Penerapan CBDC di Perbankan Syariah Akan Lebih Rumit

3 mins
Diperbarui oleh Lynn Wang
Gabung Komunitas Trading Kami di Telegram

Ringkasan

  • Dana Moneter Internasional (IMF) mengkhawatirkan penerapan CBDC di negara yang menggunakan prinsip syariah.
  • IMF mengatakan bahwa prinsip keuangan bebas riba yang dianut dalam aturan syariah menjadi tantangan tersendiri dalam menentukan desain CBDC yang akan digunakan.
  • Oleh karena itu, bank sentral, selaku penerbit CBDC, harus mampu merancang mata uang digital yang menggabungkan mekanisme bagi hasil.
  • promo

Dana Moneter Internasional (IMF) mengkhawatirkan penerapan mata uang digital bank sentral alias central bank digital currency (CBDC) di negara yang menggunakan prinsip syariah.

Ratusan negara disebut sedang menggenjot proyek central bank digital currency (CBDC), termasuk Indonesia. Meskipun ramai disebut bahwa pengaplikasian CBDC tidak ubahnya seperti uang fisik yang sudah beredar saat ini, namun Dana Moneter Internasional (IMF) memiliki kekhawatiran tersendiri.

Lembaga tersebut menyebut implementasi mata uang digital dalam konsep negara menjadi jauh lebih luas ketimbang implementasi CBDC untuk pembayaran retail. Khusus bagi negara dengan prinsip syariah, IMF menyebut CBDC akan menjadi lebih rumit dibanding negara yang tidak berlandaskan prinsip keagamaan tertentu.

Seperti diketahui, dalam prinsip syariah terdapat larangan pembayaran bunga karena bertentangan dengan sistem keuangan bebas riba. IMF mengatakan bahwa hal itu menjadi tantangan tersendiri dalam menentukan desain CBDC yang akan digunakan.

Walau sistem keuangan syariah menyumbang kurang dari 2% terhadap keuangan global, namun secara sistemik sektor tersebut sangat vital di 15 yurisdiksi, yang nilainya mencapai 15% dari total sistem perbankan. Di samping itu, terdapat 2 negara yang sepenuhnya menggunakan sistem perbankan syariah. Kedua negara tersebut adalah Iran dan Sudan yang menggunakan prinsip syariah dalam merumuskan kebijakan moneternya.

“Dari 34 negara yang menggunakan sistem perbankan ganda, yakni konvensional dan syariah, 10 negara di antaranya sudah bereksperimen dengan CBDC retail dan wholesale CBDC, di antaranya adalah Iran,” jelas IMF.

Harus diakui bahwa pelaksanaan kebijakan moneter di wilayah yang menganut sistem perbankan syariah tidak berbeda dengan sistem perbankan konvensional. Namun, kebutuhan untuk patuh terhadap prinsip syariah memperumit implementasi kebijakan moneter yang akan diambil.

Desain CBDC untuk Perbankan Syariah Akan Berbeda

Selama ini, proyek uji coba CBDC yang berjalan, baik itu untuk segmen retail maupun grosir, masih ditujukan untuk sistem keuangan konvensional. Sedangkan, dalam sistem keuangan syariah, CBDC yang diberikan remunerasi (bunga) bukan pilihan.

Oleh karena itu, bank sentral, selaku penerbit CBDC, harus mampu merancang mata uang digital yang menggabungkan mekanisme bagi hasil. Terlebih lagi, hal lain yang juga perlu menjadi fokus regulator setempat adalah dalam sistem keuangan syariah terdapat larangan spekulasi yang menyiratkan bahwa CBDC tidak bisa digunakan untuk transaksi derivatif valuta asing.

Kemudian, risiko disintermediasi bank dalam bank syariah juga akan semakin tinggi, karena CBDC berpotensi mengurangi simpanan nasabah.

“Pasar keuangan syariah meningkatkan risiko bahwa jika simpanan digunakan untuk mendanai CBDC, maka kemampuan bank sentral untuk memitigasi risiko likuiditas bisa menjadi terbatas. Selain itu, bank syariah tidak bisa mengakses layanan likuiditas berbunga yang tersedia di bank konvensional karena adanya prinsip,” tambah IMF.

CBDC Dapat Menguras Uang Bank

Bank Indonesia Rilis Whitepaper CBDC Rupiah Digital | Tahun Baru 2023 | Kripto

Salah seorang mantan penasihat senior Bank of England menyebut bahwa adanya rekening CBDC bisa menguras uang dari bank, terutama saat risiko keuangan sedang tinggi. Pasalnya, dalam kondisi sulit, bank akan berupaya mencari dana baru atau memperkecil pinjaman

Selain itu, motif dimulainya proyek CBDC bagi beberapa negara yang dilandasi atas adanya ancaman dari kehadiran mata uang kripto juga dianggap sebagai hal yang tidak tepat. Menurutnya, aset kripto merupakan kandidat mata uang yang buruk dan bisa ditangani dengan undang-undang serta peraturan.

“Aset kripto tidak memiliki cadangan yang dikelola oleh manusia untuk menghasilkan inflasi yang stabil, sehingga alih-alih membujuk bank sentral untuk menciptakan pesaing, pembatasan aset kripto bisa dilakukan lewat UU,” jelasnya.

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!

Platform kripto terbaik di Indonesia | April 2024

Trusted

Penyangkalan

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.

BIC_userpic_sb-49-profil.jpg
Adalah seorang penulis dan editor yang pernah berkiprah di banyak media ekonomi dan bisnis. Memiliki pengalaman 7 tahun di bidang konten keuangan, bursa dan startup. Percaya bahwa blockchain dan Web3 akan menjadi peta jalan baru bagi semua sektor kehidupan
READ FULL BIO
Disponsori
Disponsori