Hakim Distrik Amerika Serikat, Jed Rakoff, menolak mosi dari Mason Rothschild untuk mengabaikan kasus gugatan yang diterimanya, setelah minggu lalu beradu argumen secara verbal terkait apakah NFT MetaBirkin menyalahi tas mewah Hermès Birkin atau tidak.
Hermès, yang berdiri sejak 1837, merupakan desainer kenamaan kelas dunia dan produsen tas tangan, pakaian, selendang, perhiasan, aksesoris fesyen, dan furnitur rumah berkualitas tinggi. Di antara sekian banyak produk buatannya, Hermès paling dikenal dengan seri tas tangan mewah Birkin. Koleksi ini merupakan desain eksklusif yang pertama kali dibuat pada tahun 1934, kemudian dijual perdana di Amerika Serikat saat 1986.
Januari lalu, Hermès menggugat Rothschild atas alasan menyalahi merek dagang dari tas tangan mewah Birkin besutannya, sebab Rothschild membuat dan menjual NFT MetaBirkins. NFT tersebut merupakan representasi tas Birkin dalam bentuk gambar digital, tetapi dilapisi dengan bulu, alih-alih kulit.
Rothschild Nilai Dirinya Tak Melanggar Hukum Merek Dagang
Saat minggu lalu, terjadi argumen verbal untuk menentukan apakah kasus gugatan terhadap Rothschild yang tengah berlangsung ini perlu diabaikan atau tidak.
Melalui penasihat dan Profesor Harvard Law School, Rebecca Tushnet, Rothschild berpendapat bahwa MetaBirkins berada di bawah perlindungan Amendemen Pertama. Sementara itu, Hermès mengatakan, cara Rothschild menggunakan nama MetaBirkins itulah yang dikhawatirkan akan menciptakan kebingungan di kalangan konsumen antara NFT MetaBirkin dan merek Hermès.
Secara spesifik, Tushnet menyebutkan bila NFT MetaBirkin dilindungi di bawah pengujian Rogers v. Grimaldi Second Circuit 1989, yang menetapkan standar “kekeliruan eksplisit”. Berdasarkan Rogers, pengadilan menyatakan bahwa pengguna merek dagang dilindungi dari klaim pelanggaran, jika penggunaannya adalah (1) ekspresi artistik dan (2) tidak secara terang-terangan menyesatkan konsumen.
Hukum Kekayaan Intelektual Tetap Berlaku pada Aset NFT
Tushnet berpendapat bahwa apa yang Rothschild lakukan dengan NFT MetaBirkin berbeda dari produk konsumen biasa, sebab koleksi NFT tersebut dinilai sebagai “karya ekspresif”.
Dalam perdebatan verbal itu, ia menyatakan jika kasus ini tidak diabaikan, maka bisa menyebabkan “efek menakutkan” bagi para seniman yang ingin melukiskan merek ternama, tetapi tidak memiliki cukup uang untuk mendapatkan perlindungan hukum yang sukses. Tushnet juga mengutip 3 kasus merek dagang yang mosinya diputuskan untuk diabaikan dan diterapkan pengujian Rogers.
Kasus ini menjadi salah satu contoh yang menunjukkan bahwa hukum hak kekayaan intelektual berlaku pada aset NFT.
Selain sengketa antara Hermès dan Rothschild, ada pula kasus gugatan merek dagang lainnya terkait NFT. Contohnya kasus Nike melawan StockX dan Miramax melawan Quentin Tarantino yang mengeksplorasi kombinasi antara hukum hak cipta dan merek dagang.
Informasi lebih lanjut mengenai kasus ini, silakan baca Hermes Int’l v. Rothschild, S.D.N.Y., No. 1:22-cv-00384.
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.