Mulai 1 Mei mendatang, Kementerian Keuangan akan mulai memberlakukan aturan tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) untuk aset kripto. Mekanisme pungutan akan dilakukan oleh pihak ketiga atau exchanger kripto pada setiap investor yang melakukan transaksi jual beli di platform-nya.
Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang pajak Aset Kripto. Menyikapi hal tersebut, bursa kripto yang berbasis di Indonesia, Indodax menilai kebijakan tersebut bisa berdampak positif bagi posisi kripto sebagai komoditas digital di tanah air.
CEO Indodax, Oscar Darmawan, mengatakan aset kripto sudah diakui sebagai komoditas oleh Kementerian Perdagangan dan diregulasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
“Adanya pajak untuk aset kripto, saya rasa akan menambah legalitas kripto sebagai komoditas digital yang diakui dan sah diperjualbelikan di mata hukum,” katanya dalam keterangan pers.
Lebih lanjut dirinya mengatakan, sebagai pedagang aset kripto, Indodax bakal mematuhi peraturan yang ada. Namun, ia berharap bahwa persentase tarif pajak bisa menyusut seiring berjalannya waktu, sehingga fee atas transaksi bisa menjadi lebih murah.
“Peraturan mengenai pajak ini kan baru akan launching pertama kalinya pada tanggal 1 Mei nanti. Sambil kita melihat perkembangan konsumen kripto dalam negeri seperti apa. Namun saya berharap seiring berjalannya waktu tarif pajaknya bisa lebih murah,” tambahnya.
Dengan adanya aturan tersebut, besaran fee transaksi yang akan dibebankan ke investor bakal bertambah sebesar 0,21%. Sebanyak 0,1% untuk PPh dan 0,11% untuk PPN.
Mengancam Geliat Investasi Kripto
Oscar menambahkan, jangan sampai geliat investasi kripto dalam negeri menjadi lesu. Pasalnya, saat ini tren investasi kripto sangat tinggi sehingga mampu menjadi peluang yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.
Namun, di sisi lain, sebagai pelaku industri, Oscar pun juga menilai baik langkah cepat dari pemerintah yang mengeluarkan peraturan PMK sehingga ada kepastian hukum mengenai kepemilikan aset kripto.
Para trader aset kripto yang bertransaksi di exchange teregulasi Bappebti akan dikenakan pajak final sebesar 0.21%. Besaran tarif tersebut jauh lebih murah dibanding bertransaksi di exchange yang tidak ditunjuk sebagai pemungut pajak.
“Adanya PMK ini merupakan sinyal dari pemerintah agar para trader aset kripto tertib pajak. Apalagi pemerintah sudah memberikan insentif pajak seperti ini. Melalui PMK ini, trader aset kripto mendapatkan kemudahan tarif pajak untuk transaksi di crypto exchange terdaftar dan teregulasi Bappebti,” jelas Oscar.
Potensi Pajak Kripto Rp1 Triliun
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memang terus berupaya menggenjot penerimaan negara yang bersumber dari pajak. Lewat aturan baru tersebut, potensi pendapatan negara dari PPN atas kripto bisa tembus Rp1 triliun.
Kepala Subdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP, Bonarsius Sipayung, mengatakan dari total transaksi kripto Rp850 triliun, jika dikenakan tarif PPN 0,2% maka hasilnya lebih dari Rp1 triliun.
“Dana lebih dari Rp1 triliun ini, dibagi dalam bentuk BLT, seluruh Indonesia dapat. Jadi yang punya uang lebih bisa berinvestasi, dapat keuntungan, penerimaan negara naik,” ungkapnya.
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.