Pemerintah Jepang sepakat untuk melakukan revisi 6 undang-undang (UU) yang terkait dengan aturan valuta asing dan pencegahan tindak pencucian uang. Hal itu dilakukan tidak lama setelah National Police Agency (NPA) Jepang mengeluarkan peringatan publik terkait ancaman serangan peretasan dari Lazarus Group asal Korea Utara.
Dalam aturan baru tersebut, setiap entitas diwajibkan untuk memberikan konfirmasi data pengguna dan bersedia melakukan pertukaran informasi di antara perusahaan kripto demi mencegah terjadinya penyalahgunaan transaksi keuangan.
Sanksi berupa pembekuan aset juga siap dijatuhkan jika entitas tertentu terbukti melakukan atau terlibat dalam tindakan pencucian uang dan pendanaan terorisme. Mengutip laporan dari media lokal, rancangan undang-undang (RUU) itu sudah disetujui oleh kabinet Jepang dan telah dijadwalkan untuk diserahkan ke parlemen agar kemudian disahkan.
Langkah Jepang dalam memerangi tindak kejahatan kripto patut diapresiasi. Pasalnya, rencana pemerintah setempat untuk membangun ekosistem kripto yang lebih sehat dengan penerapan aturan yang ketat sudah dimulai sejak lama.
Pelaku usaha setempat sudah mengambil langkah secara mandiri sebelum dikeluarkannya mandat tersebut. Japan Virtual Currency Exchange Association (JVECA), sebagai asosiasi yang menaungi bursa kripto Jepang, telah meminta para anggotanya untuk mengambil tindakan secara mandiri untuk menegakkan aturan pencucian uang.
Langkah Jepang untuk Meningkatkan Kepercayaan pada Kripto
Inisiatif yang dilakukan pemerintah Jepang diklaim sesuai dengan arahan dari Financial Action Taks Force (FATF). Hal itu, misalnya, tertuang dalam penerapan aturan travel rule yang seharusnya sudah berlaku pada bulan ini. Sebelumnya, FATF telah mengusulkan Jepang untuk memberlakukan kebijakan khusus agar bisa melacak transaksi kripto guna mencegah pencucian uang.
Dalam aturan tersebut terungkap bahwa kebijakan aturan diberlakukan jika mata uang virtual yang dikirim adalah Bitcoin (BTC) dan Ether (ETH). Selain itu, penerima dan pengirimnya menggunakan identitas sama dan jumlah kripto yang dikirim melebihi 100.000 yen atau sekitar US$670,95.
Namun, sayangnya tidak ada penalti yang diberikan ketika investor tidak memberikan atau menolak informasi yang jelas. Meski begitu, bursa kripto bisa menolak untuk melayani mereka jika hal itu terjadi. Beberapa bursa kripto Jepang yang telah menegakkan aturan ini termasuk Coin GMO, DMM Bitcoin, bitFlyer, SBI VC Trade, Himalaya Exchange, Bitbank, hingga Zaif.
Tekait hal ini, Chief Executive Officer (CEO) EastNets, Hazem Mulhim, mengatakan bahwa aturan anti-pencucian uang dan identifikasi pelanggan harus segera dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan pada aset kripto.
Pasalnya, banyak kasus penipuan yang melibatkan kripto membuat industri yang baru berkembang ini rentan kehilangan basis pengguna dan kepercayaan publik. Oleh sebab itu, percepatan mengenai adanya manajemen peraturan untuk melawan tindakan pencucian uang perlu ditegakkan.
Penerapan anti-money laundering (AML) yang dilakukan oleh raksasa crypto exchange, seperti Binance dengan memberlakukan verifikasi know-your-costumer (KYC) dan diterima oleh lebih dari 96% pelanggan, membuktikan bahwa adanya aturan ini dapat membuat investor semakin sadar akan pentingnya transparansi dalam transaksi.
- Baca Juga: Masih Tergiur Harumnya Market Negeri Sakura, Binance Mencari Izin untuk Kembali ke Jepang
Banyak Negara Terapkan Aturan Anti Pencucian Uang Kripto
Melihat perkembangan industri kripto, tidak hanya Jepang yang menyadari pentingnya penerapan kebijakan anti pencucian uang. Beberapa negara di belahan Amerika Latin, misalnya, juga meningkatkan upaya untuk mencegah pencucian uang.
Meksiko diketahui telah melakukan amandemen atas UU federal terkait AML dan memasukkan tentang transaksi aset virtual serta menganggapnya sebagai aktivitas yang rentan di bawah pengawasan FATF.
Kemudian, Argentina juga sudah melegalkan investasi kripto dan menegakkan aturan terkait pajak serta anti pencucian uang dan penanggulangan pendanaan terorisme (AML / CFT).
Selanjutnya, Brasil pun tidak mau kalah. Negara yang masuk dalam adopsi kripto tercepat di dunia itu turut mengatakan bahwa UU AML yang saat ini telah berlaku sudah mencakup mata uang virtual dalam konteks tertentu.
Terakhir, aturan AML sudah diterapkan oleh El Salvador. Di samping itu, penerapan aturan AML dijumpai pula di beberapa negara kawasan Eropa; seperti Austria, Denmark, Perancis; serta sejumlah negara lain di wilayah Asia.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.