Analis dari JPMorgan meyakini bahwa regulator Amerika Serikat (AS) akan menyasar praktik jual kosong (short selling) untuk mencegah efek domino di tengah krisis perbankan.
Dengan keruntuhan sejumlah lembaga perbankan Amerika Serikat belakangan ini, para pemain industri berpendapat bahwa pelaku short selling membuat masyarakat takut dan berpikir bahwa krisis akan menjerat lebih banyak lembaga perbankan lainnya. Analis JPMorgan menyebutkan bahwa untuk sementara waktu, argumen ini bisa saja memaksa para regulator untuk menghentikan aktivitas short selling.
Short selling adalah salah satu bentuk investasi yang ingin mencari profit dari penurunan harga suatu aset sekuritas (efek).
Kekhawatiran yang Berpotensi Membuat Short Selling Dilarang
Pada tanggal 4 Mei kemarin, Asosiasi Bankir Amerika (ABA) menyurati Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC). Dalam surat itu, ABA mengungkapkan kekhawatirannya terhadap aksi short seller yang bisa jadi memanipulasi pasar. Chief Policy Officer ABA, Naomi Camper, menyebutkan bahwa aktivitas perdagangan beberapa saham melanggar fundamental yang mendasarinya.
Kekhawatiran tersebut menjadi sorotan JPMorgan dalam catatannya. Menurut lembaga perbankan raksasa ini, mereka belum pernah menyaksikan situasi ketika sebuah “bank yang benar-benar sehat” berakhir di tangan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) dalam periode yang sangat singkat.
Lebih lanjut, para bankir tersebut mengatakan bahwa tekanan tersebut memengaruhi bank yang berada dalam kondisi keuangan baik sekalipun. Terlebih lagi, dengan semakin banyak masyarakat Amerika Serikat yang kini mengkhawatirkan uang mereka di bank-bank ini. Maka dari itulah, para pelaku short selling pun menjadi kambing hitam atas timbulnya kekhawatiran yang menyebabkan perubahan harga signifikan pada beberapa saham bank regional. Misalnya, seperti yang terjadi pada Pacific Western di Los Angeles dan First Horizon di Tennessee. Kedua bank Amerika Serikat ini mengalami penurunan harga saham yang signifikan hanya dalam kurun dua bulan.
Hampir 50% Warga Amerika Serikat Masih Percaya terhadap Bank
Di tengah kondisi kegagalan tiga bank regional besar dengan simpanan deposit senilai US$532 miliar tersebut, para short seller nampaknya justru bergelimang profit. Perusahaan data Ortex melaporkan bahwa para short seller sukses meraup total keuntungan sebanyak US$1,2 miliar atas posisi mereka terhadap saham-saham yang ambruk tersebut.
Salah satu contohnya adalah ketika tanggal 4 Mei kemarin, para short seller berhasil mengantongi keuntungan US$379 juta berkat aksi short saham First Horizon, PacWest, dan Western Alliance.
Terlepas dari krisis yang melanda, menurut laporan dari perusahaan jajak pendapat publik Ipsos, sebagian besar warga Amerika Serikat masih memiliki kepercayaan terhadap bank mereka. Survei Ipsos itu mengungkapkan bahwa mayoritas warga AS memiliki tingkat kepercayaan yang cukup baik atau besar kepada stabilitas bank mereka. Selain itu, mereka juga cukup percaya diri mengenai keamanan dari simpanannya di dalam bank-bank tersebut.
Sementara itu, sekitar setengah dari responden survei mendukung adanya bailout dari pemerintah bagi sejumlah institusi keuangan yang sedang bermasalah ini.
Bagaimana pendapat Anda tentang aksi short selling terhadap sejumlah saham bank di Amerika Serikat ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.