Landainya harga kripto di pasaran ternyata berpengaruh terhadap hasil tindak kejahatan. Berdasarkan data dari perusahaan intelijen blockchain Chainalysis, terungkap bahwa jumlah dana jarahan yang hilang akibat penipuan kripto (crypto scam) di tahun 2022 menyusut sekitar 46% dari tahun 2021.
Tahun 2022 kemarin, kapitalisasi pasar aset kripto sudah ambruk sebanyak 64,02%. Dari yang semula berada di kisaran US$2,31 triliun, menjadi hanya US$831 miliar di penghujung tahun. Hal itu diduga membuat investor retail enggan terbawa dalam hype dan juga iming-iming palsu para penipu.
Sebagai perbandingan, pada 2021, ketika harga kripto sedang mentereng, para penipu berhasil menggasak US$10,9 miliar dalam bentuk kripto. Kemudian, di tahun 2022, nilai kripto ilegal yang diambil paksa oleh aktor jahat turun menjadi US$5,9 miliiar.
Meski begitu, jumlah tersebut tetap bukanlah angka yang sedikit. Artinya, nilai kerugian yang harus ditanggung investor aset digital mencapai Rp89,80 triliun, dan itu merupakan batas bawah yang diungkapkan oleh Chainalysis.
Menurut mereka, masih banyak aktivitas penipuan yang tidak dilaporkan oleh para korban. Oleh karena itu, identifikasi alamat yang berhubungan dengan aktivitas gelap pun tidak bisa ditelusuri seluruhnya.
“Meskipun turun, angkanya tidak mencapai level terendah di 2018, yang mana total jarahan kripto dari aktivitas penipuan hanya mencapai US$2,2 miliar,“ tulis Chainalysis.
Untuk diketahui, sepanjang tahun lalu, terdapat 200 aktivitas penipuan baru yang terekam di seluruh dunia.
Modus Penipuan Kripto Berbentuk Investasi Bodong Masih Marak
Dalam penjelasan lebih lanjut, Chainalysis menyebutkan bahwa penipuan investasi masih menjadi modus andalan para pelaku kejahatan. Menurut temuan Chainalysis, sepuluh dari aktivitas penipuan terbesar berasal dari penipuan berkedok investasi. Pelaku membungkus aktivitasnya dengan janji keuntungan selangit, sambil memanfaatkan kurangnya pengetahuan para korban.
“Pelaku kejahatan mengincar investor baru yang minim pengalaman untuk menjadi target penipuan,“ tambah Chainalysis.
Walau demikian, jika dilihat berdasarkan jumlah kerugian yang dialami oleh para korban, penipuan yang berbasis asmara, atau yang dikenal dengan romance scam, merajai aktivitas tersebut. Rata-rata korban yang tertipu dengan modus romance scam mengaku mengalami kerugian minimal US$16 ribu per korban.
Salah satu aksi penipuan yang menelan kerugian terbanyak di 2022 adalah Hyperverse. Platform tersebut menjadi fenomenal karena menawarkan kesempatan pada penduduk metaverse untuk membeli rangkaian konser menggunakan kripto. Namun, tidak ada bukti nyata atas kelangsungan acara tersebut. Glorifikasi sekaligus pemberitaan yang dilakukan di berbagai channel publikasi membuat banyak investor yang terbujuk, hingga akhirnya mampu meraup keuntungan sebesar US$1,29 miliar. Tak heran, jika akhirnya Hyperverse pun menduduki peringkat atas untuk total dana curian.
Pig Butchering Juga Jadi Tren Crypto Scam di 2022
Selanjutnya, modus penipuan kripto yang menjadi tren sepanjang 2022 adalah pig butchering. Skema tersebut mirip dengan romance scam. Aktor jahat yang melancarkan pig butchering akan memainkan peran untuk membangun hubungan dengan target, lalu membujuknya melakukan transfer sejumlah dana. Proses yang dijalankan juga tidak secepat penipuan pada umumnya, bisa memakan waktu berminggu atau bahkan berbulan-bulan.
Biasanya target akan dilatih untuk menggunakan web investasi palsu secara mandiri dan memberikan laporan imbal hasil palsu untuk meyakinkan. Setelah seluruh dana terkuras, target pun bakal diarahkan untuk mengajukan pinjaman dan membatasi akses dana.
Chainalysis menjelaskan sebagian besar kejahatan pig butchering berasal dari Asia Tenggara. Tidak hanya itu, mekanisme ini juga membutuhkan kegiatan kriminal lainnya untuk mendorong keberhasilannya; seperti perdagangan manusia, misalnya.
Adapun beberapa channel yang digunakan untuk melancarkan aksi penipuan kripto ini adalah WhatsApp, LinkedIn, dan WeChat.
Tak Lagi Incar Bitcoin, Stablecoin Jadi Target Baru Pelaku Penipuan Kripto
Sebelum 2022, para penipu mengincar aset kripto Bitcoin (BTC) sebagai sarana pembayaran. Namun, hal itu mulai berubah. Mulai tahun 2022, para scammer beralih mengincar stablecoin.
Hal itu lantaran para pelaku penipuan turut memikirkan tentang fluktuasi pasar kripto. Para pelaku membutuhkan stablecoin untuk lindung nilai. Terlebih lagi, meskipun pasar sedang lemah, ada kecenderungan dari investor untuk menahan BTC dengan harapan harganya akan kembali memantul.
Menariknya, para aktor jahat tersebut juga membidik wilayah targetnya berdasarkan popularitas dari aset digital. Salah satunya adalah wilayah Amerika Utara, yang selama ini dikenal sebagai ladang subur bagi non-fungible token (NFT). Kawasan Amerika Utara menjadi wilayah yang paling banyak dicari oleh scammers.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.