Pergerakan kelompok kriminal asal Korea Utara masih menjadi momok bagi industri kripto. Data terbaru dari perusahaan keamanan siber Recorded Future menyebutkan sejak 2017 hingga kini, setidaknya Korea Utara telah meraup sekitar US$3 miliar dana atau sekitar Rp46,26 triliun dalam bentuk kripto melalui berbagai aksi kejahatan.
Khusus untuk tahun 2022 saja, setidaknya sekitar US$1,7 miliar atau sekitar Rp26,23 triliun berhasil dibawa kabur oleh kelompok kejahatan siber Korea Utara. Jumlah tersebut digadang-gadang mencapai setengah dari anggaran militer Pyongyang pada tahun lalu.
Menurut penelitian, sejak 2017 lalu, ketika teknologi kripto mulai masuk ke arus utama, kelompok kejahatan Korea Utara mulai mengalihkan fokusnya ke keuangan digital dan menargetkan pasar mata uang kripto. Sifat kripto yang mendunia dimanfaatkan betul oleh para pelaku untuk memperluas cakupannya ke banyak negara.
“Dukungan negara, dalam hal ini Korea Utara, memungkinkan grup kejahatan tersebut untuk terus memperluas skala operasinya ke tingkat yang tidak mungkin dilakukan oleh kelompok penjahat tradisional. Saat melakukan pelacakan, 44% mata uang kripto yang dicuri pada tahun lalu, mengarah ke pelaku yang berasal dari Korea Utara,” jelas Recorded Future.
Data PBB juga menyuarakan hal yang sama. Menurut PBB, angka pencurian kripto yang dilakukan kelompok kejahatan asal Korea Utara sempat mencapai puncaknya, dengan menggasak lebih dari US$1 miliar pada tahun lalu.
Manfaatkan Rentannya Keamanan di Industri Kripto
Dipilihnya sektor kripto sebagai ladang buruan baru para oknum asal Korea Utara bukanlah tanpa alasan. Mayoritas pelaku usaha di sektor ini adalah perusahan rintisan yang masih berfokus pada pengembangan bisnis ketimbang pembenahan sistem keamanan.
“Pelaku ancaman di Korea Utara juga melakukan kampanye phishing guna mencuri kredensial akun dan crypto wallet. Meskipun hanya terdapat sedikit bukti yang menyebutkan aktivitas para pelaku di komunitas, tetapi kami melihat mereka secara aktif melancarkan kampanye di platform chat Korea Selatan, yaitu KakaoTalk,” tambah Recorded Future dalam laporannya.
Negara Tetangga Ikut Jadi Target
Ini bukanlah kali pertama Korea Utara kembali dikaitkan dengan sejumlah aksi peretasan. Sebelumnya, otoritas penegak hukum di Jepang dan Korea Selatan juga sudah membeberkan tuduhannya kepada kelompok kejahatan yang berafiliasi dengan pemerintahan setempat.
Pada bulan Mei kemarin, pemerintah Jepang mengungkapkan bahwa pihaknya menjadi sasaran serangan oleh kelompok kejahatan yang berafiliasi dengan Korea Utara. Adapun nilai kerugiannya diklaim mencapai US$721 juta.
Sementara itu, Korea Selatan ikut melayangkan tuduhan yang sama. Intelijen Korea Selatan menyebut bahwa oknum penjahat yang berasal dari negara tetangganya itu bertanggung jawab atas tindak pencurian senilai 800 miliar won di sektor DeFi.
Peluncuran Rudal Korea Utara Sejalan dengan Jumlah Pencurian Kripto
Seluruh tuduhan tersebut menyebut bahwa pihak Korea Utara melakukan berbagai serangan di industri kripto untuk mendanai program nuklirnya.
Meskipun sempat membantah tuduhan tersebut, data dari Nuclear Threat Initiative (NTI) menyebutkan bahwa sejak 2015, rangkaian uji coba rudal balistik yang dilakukan Korea Utara terus mengalami kenaikan, yakni dari sekitar 15 peluncuran di 2015 menjadi 69 peluncuran di 2022 kemarin.
Sementara itu, untuk tahun ini, Korea Utara disebut sudah meluncurkan sebanyak 16 rudal balistik.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.