Pasca market crash besar pada tanggal 10-11 Oktober 2025 yang membuat harga BTC anjlok dari US$126.200 ke US$102.000, tekanan di pasar kripto belum benar-benar mereda. Dalam waktu hanya 24 jam, lebih dari Rp102 triliun dana keluar dari berbagai exchange besar dunia. Data yang rilis oleh Bursa Santai menunjukkan bahwa hampir seluruh bursa dalam jajaran top-10 mencatatkan outflow ekstrem, dengan Binance menjadi sorotan utama setelah kehilangan dana lebih dari US$21,75 miliar hanya dalam satu minggu.
Fenomena ini menandakan adanya krisis kepercayaan mendadak dari para investor terhadap sistem custodial exchange, di mana kekhawatiran soal keamanan dan transparansi pasca crash memicu gelombang penarikan dana ke wallet pribadi dan cold storage.
SponsoredBagaimana Prospek Bitcoin Secara Teknikal?
Dari sisi teknikal grafik harian BTC memperlihatkan pola retracement yang masih wajar dalam kerangka recovery phase pasca flash crash. Saat ini harga Bitcoin bertengger di sekitar US$111.520, setelah sebelumnya sempat menyentuh US$102.000 sebagai titik ekstrem korektif.
Posisi harga ini berada di bawah MA-30 (115.996) dan MA-120 (113.973) namun masih di atas MA-240 (103.903) sehingga menunjukkan bahwa struktur jangka menengah belum benar-benar berbalik bearish total, melainkan masih dalam proses stabilisasi teknikal.
Indikator StochRSI (16,75) dan MACD negatif menandakan momentum jenuh jual yang mulai menipis, membuka ruang bagi potensi technical rebound ringan, jika pasar menemukan katalis positif baru dalam waktu dekat.
Meskipun kapitalisasi pasar kripto global kembali naik tipis menjadi US$3,81 triliun (+1,5%), indikator Fear & Greed Index masih berada di level 37, atau masuk dalam zona fear. Menandakan bahwa pasar masih dikuasai oleh sikap defensif.
Sponsored SponsoredSementara Indeks Altcoin Season berada di 38/100, mengindikasikan dominasi Bitcoin yang masih kuat (58,49%) sedangkan rotasi likuiditas ke altcoin belum aktif kembali. Mayoritas investor memilih menunggu dan mengamati (wait and see) hingga volatilitas mereda dan arah kebijakan moneter global lebih jelas.
Kepercayaan Pasar terhadap Exchange Besar Mulai Tergerus
Selain tekanan makro, isu kepercayaan terhadap centralized exchange (CEX) kini menjadi sorotan utama. Sejumlah pengguna melaporkan bahwa saat market crash terjadi, tombol Buy, Sell, dan Stop Loss di beberapa platform terutama Binance sempat tidak berfungsi dengan baik.
Gangguan teknis seperti ini meskipun hanya bersifat sementara namun menimbulkan dampak psikologis besar. Karena investor mulai merasa bahwa aset mereka lebih aman di wallet pribadi ketimbang di bursa. Inilah yang kemudian memicu arus keluar besar-besaran hingga menembus Rp102 triliun hanya dalam satu hari. Sebuah angka yang secara historis belum pernah terjadi sejak crash 2022.
Dari sisi makroekonomi global, Bloomberg melaporkan bahwa Gubernur Federal Reserve Jerome Powell memberi sinyal kuat akan ada pemotongan suku bunga 0,25% lagi pada akhir Oktober ini.
Sponsored SponsoredLangkah tersebut bakal menjadi pemicu utama untuk meredakan tekanan likuiditas di pasar global, termasuk kripto. Ekspektasi pelonggaran moneter yang mendekati 100% berdasarkan kontrak berjangka dana federal akan memberikan sedikit harapan. Bahwa investor besar akan kembali ke aset berisiko termasuk Bitcoin dan altcoin fundamental setelah periode “flight to safety” ke stablecoin dan fiat.
Namun Powell juga menegaskan bahwa ketidakpastian data ekonomi. Akibat government shutdown membuat The Fed kini “berjalan tanpa peta” dalam menilai kesehatan ekonomi riil. Artinya meskipun pemotongan suku bunga hampir pasti dilaksanakan namun arah jangka menengah tetap rentan terhadap revisi mendadak.
SponsoredApa Implikasinya Bagi Investor?
Kondisi ini harus dibaca sebagai fase rekonstruksi psikologis di pasar. Dana besar yang ditarik bukan berarti keluar dari dunia kripto sepenuhnya,. Melainkan berpindah dari exchange custody ke self-custody.
Dalam jangka pendek, efeknya memang mengurangi likuiditas dan menambah tekanan harga. Namun dalam jangka menengah justru dapat memperkuat pondasi pasar karena distribusi aset menjadi lebih merata dan transparan.
Sebagai catatan, saat ini pasar kripto sedang memasuki masa transisi penting: antara krisis kepercayaan dan rekonstruksi stabilitas. Outflow besar-besaran dari bursa tidak selalu berarti kepanikan murni. Namun bisa juga dimaknai sebagai tanda kedewasaan ekosistem di mana investor mulai sadar pentingnya kemandirian aset.
Dalam konteks inilah, setiap fase “crash” bukan sekadar akhir, tetapi justru mekanisme penyaringan alami yang mengembalikan keseimbangan. Maka tugas komunitas bukanlah menebak arah harga. Melainkan menjaga disiplin, kesabaran, dan ketenangan dalam menghadapi gelombang sentimen yang berganti cepat. Serta arah tren yang bisa berbalik kapan saja secara tiba-tiba.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!