Trusted

New York Loloskan RUU Pembatasan Penambangan Kripto

3 mins
Diperbarui oleh Lynn Wang
Gabung Komunitas Trading Kami di Telegram

Ringkasan

  • Parlemen New York, Amerika Serikat baru saja meloloskan RUU tentang moratorium penggunaan bahan bakar fosil bagi penambangan kripto.
  • Garis besar aturan tersebut mewajibkan para penambang kripto berkonsensus PoW untuk menggunakan sumber energi yang lebih "hijau".
  • Sejumlah pelaku aktivitas penambangan kripto memberikan tanggapan keras atas RUU tersebut, karena dinilai "ramah lingkungan, tapi tidak ramah penambang kripto."
  • promo

Parlemen New York, Amerika Serikat baru saja meloloskan rancangan undang-undang (RUU) tentang moratorium penggunaan bahan bakar fosil bagi penambangan kripto.

Dalam RUU tersebut disebutkan bahwa aturan berlaku selama 2 tahun. RUU itu mewajibkan para penambang menggunakan energi yang lebih ramah lingkungan untuk bisa melanjutkan aktivitasnya.

Sampai sekarang, hasil dari RUU tersebut masih menunggu pengesahan dari pemerintah New York sebelum berlaku secara efektif.

Gubernur New York, Kathy Hochul, mengatakan bahwa dirinya masih belum mengetahui apakah RUU tersebut akan ditandatangani atau justru menunaikan hak vetonya. Menurutnya, ada beberapa hal yang harus diseimbangkan. Selain perlindungan lingkungan, aturan tersebut juga harus bisa melindungi peluang pekerjaan.

“RUU itu merupakan langkah penyeimbang. Kita juga harus bisa memastikan bahwa energi yang dikonsumsi oleh entitas penambang dikelola dengan baik, namun disisi lain kita juga harus bisa melindung pekerjaan yang memiliki aktivitas disana,” katanya.

Upaya New York agar Lebih Ramah Lingkungan

Langkah tersebut merupakan salah satu bagian dari upaya New York untuk bisa menekan emisi gas rumah kaca. Jika mengacu pada target, di 2050 mendatang emisi gas rumah kaca diharapkan dapat tereduksi hingga 85%.

Sejalan dengan yang disampaikan oleh gubernur New York, salah satu anggota parlemen New York, Anna Kelles, menjelaskan bahwa RUU tersebut bukan bersifat pelarangan. Melalui aturan tersebut, pemerintah setempat ingin mengatur jejak karbon negara dengan melakukan penindakan terhadap penambangan kripto yang tidak “hijau”.

Aktivitas yang akan dibatasi adalah penambangan kripto yang menggunakan metode proof-of-work (PoW). Metode tersebut disebut haus akan energi untuk bisa melakukan validasi transaksi di blockchain. Kemudian penambangan yang menggunakan listrik dari pembangkit yang menggunakan bahan bakar fosil.

“Pembatasan dilakukan pada aktivitas pertambangan yang masuk dalam kategori tersebut. Sementara, bagi penambang baru yang tidak akan diizinkan untuk melakukan aktivitas seperti itu,” kata Anne.

Dirinya juga menjelaskan, bahwa ativitas penambangan kripto yang diatur adalah penambangan dalam skala besar yang menggunakan pembangkit listrik. Sementara bagi penambang aset kripto berskala kecil atau butik, mendapatkan pengecualian.

Hal itu dapat dipahami, pasalnya para penamban mini itu hanya membutuhkan 4 hingga 20 komputer di ruang bawah tanahnya. Hal itu tidak akan memengaruhi jika dilihat dari sisi operasional.

Dapat Tentangan dari Pelaku Penambangan Kripto

Mendengar hal itu, industri penambangan aset kripto langsung bereaksi negatif dan menentang pemberlakuan RUU tersebut. Fred Thiel, komisaris dan CEO salah satu perusahaan penambangan Bitcoin bernama Marathon Digital, mengungkapkan kekhawatirannya. Ia menjelaskan, meskipun RUU tersebut sangat spesifik dan juga sempit, namun bukan berarti tidak bisa merayap ke jenjang yang lebih luas.

“Moratorium dan juga pelarangan terhadap sumber energi, tetap tidak ramah terhadap aktivitas penambang,” ungkapnya.

Terlebih lagi, untuk bisa memulai bisnis penambangan aset kripto, dibutuhkan investasi yang cukup besar. Mereka membutuhkan paling tidak 5 tahun untuk mencapai pengembalian modal alias break even point (BEP).

Maka dari itu, adanya aturan tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan migrasi ke wilayah yang lebih ramah terhadap aktivitas penambangan kripto.

Penambangan kripto disebut-sebut menjadi salah satu penyebab krisis listrik oleh beberapa negara. Aktivitas penambangan Bitcoin diproyeksikan mengonsumsi listrik sebanyak 127 terawatt-Hour (TwH) atau lebih besar dari seluruh konsumsi listrik di Norwegia. Namun, faktanya, konsumsi listrik yang dibutuhkan Bitcoin hanya sekitar 707 kilowatt-Hour (KwH) atau 11 kali lipat dari konsumsi listrik Ethereum.

Paul Brody, Head of Global Blockchain di EY, mengungkapkan jejak karbon yang besar oleh para penambang dikarenakan masing-masing penambang mengejar waktu agar bisa lebih cepat memecahkan algoritma yang ada di blockchain.

“Penambang yang berhasil menyelesaikannya, tidak hanya bisa memvalidasi transaksi namun juga bakal mendapatkan hadiah dalam bentuk bitcoin,” tutupnya.

🎄Platform kripto terbaik di Indonesia | December 2024
🎄Platform kripto terbaik di Indonesia | December 2024
🎄Platform kripto terbaik di Indonesia | December 2024

Penyangkalan

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.

BIC_userpic_sb-49-profil.jpg
Adalah seorang penulis dan editor yang pernah berkiprah di banyak media ekonomi dan bisnis. Memiliki pengalaman 7 tahun di bidang konten keuangan, bursa dan startup. Percaya bahwa blockchain dan Web3 akan menjadi peta jalan baru bagi semua sektor kehidupan
READ FULL BIO
Disponsori
Disponsori