Pasar kripto mengakhiri tahun 2024 dengan tonggak sejarah baru. Jumat ini, 27 Desember, kontrak opsi Bitcoin dan Ethereum senilai total US$18 miliar (Rp292,9 triliun) akan kedaluwarsa, menjadikannya yang terbesar dalam sejarah.
Perkembangan menarik dan tak terduga mungkin menanti trader dan investor opsi hari ini.
Apa Arti Nilai Rekor Opsi Kripto yang Kedaluwarsa Ini?
Data dari Deribit mengatakan bahwa kedaluwarsa ini mencakup 88.537 kontrak opsi Bitcoin—empat kali lebih besar dibandingkan minggu lalu. Demikian pula, kontrak opsi Ethereum yang kedaluwarsa hari ini mencapai 796.021, naik 4,5 kali lipat dari pekan sebelumnya.
Total nilai opsi Bitcoin yang kedaluwarsa mencapai US$14,38 miliar (Rp233,6 triliun), sementara Ethereum menyumbang US$3,7 miliar (Rp59,9 triliun). Nilai opsi yang besar ini mencerminkan ekspektasi profit yang tinggi dari trader serta meningkatnya permintaan lindung nilai risiko.
Untuk Bitcoin, harga sakit maksimum berada di angka US$85.000 (Rp1,38 miliar) dengan rasio put-to-call di angka 0,69. Secara teori, rasio put-to-call di bawah 1 menunjukkan sentimen positif, karena lebih banyak opsi call (bertaruh pada kenaikan harga) yang dibeli, mencerminkan ekspektasi bullish. Namun, dibandingkan data historis, rasio put-to-call Bitcoin cenderung meningkat sepanjang kuartal terakhir tahun ini. Ini mengindikasikan sentimen lindung nilai yang lebih tinggi.
“Permintaan perlindungan terhadap penurunan harga telah meningkat beberapa minggu terakhir, mungkin sebagian besar didorong oleh pelaku pasar yang ingin melindungi kinerja metrik tahun kalender 2024 mereka. Rasio put-to-call pada opsi terbuka untuk 27 Desember meningkat dua kali lipat dari 0,35 pada bulan Oktober menjadi lebih dari 0,70 saat ini,” komentar David Lawant, Kepala Riset di FalconX.
Sementara itu, kontrak opsi Ethereum memiliki harga sakit maksimum di US$3.000 (Rp48,8 juta) dan rasio put-to-call 0,41. Rasio ini turun dari 0,97 pada akhir Oktober, mencerminkan optimisme yang tumbuh pada ETH.
Pada saat publikasi, BTC dan ETH masing-masing diperdagangkan seharga US$96.300 (Rp1,56 miliar) dan US$3.300 (Rp53,6 juta), jauh di atas harga sakit maksimum yang disebutkan. Harga sakit maksimum sendiri mengacu pada tingkat harga di mana investor yang memegang kontrak opsi (baik call maupun put) mengalami kerugian terbesar pada saat kedaluwarsa.
Beberapa investor dan analis menggunakan harga sakit maksimum sebagai indikator untuk memprediksi potensi arah harga. Alasannya adalah bahwa pasar seringkali bergerak menuju harga ini untuk mengoptimalkan keuntungan bagi penjual opsi (biasanya institusi keuangan besar).
“Dengan pasar yang sangat terleverage ke atas, setiap penurunan harga signifikan dapat memicu efek bola salju dengan cepat. Semua mata tertuju pada kedaluwarsa ini untuk menentukan narasi menuju tahun 2025,” komentar Deribit.
Bagaimana pendapat Anda tentang opsi BTC dan ETH yang kedaluwarsa ini dan efeknya ke pasar? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.
