Aset kripto yang selama dikenal karena independensinya dan bebas dari campur tangan pihak manapun, tampaknya akan mulai mengalami sedikit penyesuaian. Pasalnya, di Inggris, pemerintah setempat tengah menyiapkan aturan untuk bisa melakukan sita aset kripto yang digunakan untuk kejahatan.
Hal itu ditempuh sebagai salah satu strategi untuk memerangi kejahatan ekonomi yang mendera Inggris. Sejak pandemi Covid-19 melanda, angka penipuan perbankan meledak. Bahkan dalam enam bulan pertama di tahun lalu, sebanyak 754 juta GBP raib di gondol para penipu.
Angka tersebut naik 30% dari periode yang sama tahun 2020. Jika dibandingkan dengan posisi 5 tahun kebelakang, angkanya sudah meroket 60%.
Wakil Presiden Produk Strategi di BioCatch, Ayelet Biger Levin, pernah mengatakan bahwa penipuan paling canggih cenderung dimulai di Inggris. Kemudian, bergeser ke Amerika Serikat (AS), lalu ke seluruh dunia.
Untuk mereduksi angka kejahatan ekonomi, pemerintah Inggris tengah mengajukan pembentukan payung hukum pada parlemen, yang memungkinkan aset kripto bisa disita dan dipulihkan lebih cepat.
“Secara khusus, kami mengusulkan pembentukan kekuatan yang bisa merampas dana di sipil sebagai langkah mitigasi jika ada dana yang digunakan untuk kejahatan tetapi tidak bisa di ambil alih,” ungkap pemerintah kepada Komite Terpilih Perbendaharaan (TSC) parlemen.
Namun, pemberlakuan aturan tersebut sejatinya juga bisa ikut mengurangi keunikan dari aset kripto sendiri. Karena, jika sampai aturan tersebut diberlakukan, proses penyelidikan akan mulai masuk ke ranah yang selama ini dianggap independen atau yang dikenal dengan istilah decentralized finance (DeFi).
Pembahasan tentang aturan tersebut harus terhenti lantaran salah satu anggota parlemen meminta agar didirikan badan khusus untuk memberantas kejahatan digital tersebut. Dengan begitu, setiap jenis kejahatan dapat ditangani dan diklasifikasikan secara berbeda. Terlebih lagi untuk penipuan yang dilakukan di ranah publik, membutuhkan perlakuan yang berbeda dibanding aksi penipuan yang dilakukan perorangan ataupun perusahaan.
Aset Kripto untuk Tujuan Kriminal Mencapai US$24 Miliar
Salah satu angota Dewan Eksekutif ECB, Fabio Panetta, mengatakan aset kripto yang digunakan untuk tujuan kriminal pada tahun 2021 lalu mencapai US$24 miliar.
Penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 23% dari semua transaksi atau sekitar US$72 miliar per tahun memiliki hubungan dengan aktivitas kriminal.
Beberapa kasus serangan ransomware, biasanya meminta tebusan berupa aset kripto. Tidak hanya itu, aset kripto juga banyak digunakan untuk menghindari pajak untuk menghindari sanksi.
“Seperti yang terjadi di Korea Utara, yang secara aktif mencoba merekrut ahli kripto selama beberapa tahun kebelakang,” ungkapnya.
Terbaru, volume perdagangan aset kripto yang menggunakan rubel meningkat setelah Rusia mendapatkan sanksi ekonomi. Meskipun tidak ada bukti yang jelas, ungkap Fabio. Hal tersebut menunjukkan bahwa aset kripto memiliki potensi untuk digunakan sebagai media untuk menghindari sanksi ekonomi.
Jika dilihat dari total aset keuangan global, aset kripto hanya mencapai 1% dari seluruh keuangan dunia. Namun, pasar yang dimliki oleh aset digital tersebut lebih besar dari penyaluran dana kredit perumahan sebelum krisis keuangan global dimulai.
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.