Sadar bahwa perkembangan industri kripto dan Web3 tumbuh dengan masif; pemerintah Jepang, melalui Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri (METI), pun mulai mengambil langkah agresif.
Baru-baru ini pemerintah Jepang baru saja meluncurkan kantor baru bernama Web 3.0 Policy Office atau Kantor Kebijakan Khusus Web3. Kantor baru tersebut bermaksud untuk memperkuat kerangka kerja di industri Web3.
Keseriusan pemerintah Jepang pada industri kripto sudah mereka mulai sejak tahun 2015 silam. Tepatnya pasca terjadi peristiwa bangkrutnya Mt Gox di 2014 yang mengakibatkan 850.000 BTC hilang. Ironisnya, pemilik Bitcoin tersebut tidak bisa mendapatkan kompensasi, lantaran Bitcoin dianggap sebagai properti nyata.
Tidak ingin hal itu terulang, pemerintah Jepang langsung menyusun aturan terkait kripto. Aturan tersebut menyebutkan bahwa bursa kripto atau pihak manapun yang bersinggungan dengan aset kripto wajib melakukan pendaftaran ke pemerintah.
Kehadiran Web 3.0 Policy Office juga bertujuan untuk memitigasi terjadinya hal negatif yang berpotensi terjadi. Apalagi, Jepang juga digadang-gadang bakal menjadi pemimpin dalam industri kripto di Asia, bersama dengan Cina.
“Perlu adanya pengenalan potensi dan juga risiko terkait Web3 yang perlu dinilai secara akurat. Selain itu, beberapa pengusaha yang mengejar bisnis terkait Web3 juga mulai meninggalkan Jepang untuk mencari peluang di luar negeri. Menyadari hal itu, METI meluncurkan tim yang dinamakan Kantor Kebijakan Web 3,” tulis keterangan resmi METI.
Divisi anyar tersebut akan menyatukan departemen yang bertanggung jawab terhadap sektor keuangan. Mulai dari perpajakan, sistem perusahaan, lingkungan bisnis, konten, olahraga, mode, dan industri terkait lainnya.
Selain itu, Web 3.0 Policy Office juga akan bekerja dengan Badan Digital beserta kementerian terkait lain untuk memeriksa masalah terkait ekosistem bisnis yang berhubungan dengan Web3.
Jepang Mendukung Kripto
Negara yang dijuluki Negeri Sakura tersebut selama ini dikenal sebagai negara yang ramah terhadap kripto. Berbagai regulasi direvisi atau dibuat agar bisa menciptakan keamanan dan kenyamanan dalam melakukan transaksi kripto. Sebut saja, lolosnya undang-undang terkait perlindungan investor dalam investasi aset kripto stablecoin. Lalu, ada pula revisi undang-undang yang memungkinkan pemerintah untuk menyita aset kripto yang berasal dari hasil ilegal. Dua hal tersebut sudah menjadi bukti bahwa pemerintah Jepang tengah berada di jalur yang tepat untuk membangun industri kripto menjadi lebih baik.
Membincang stablecoin, pemerintah Jepang memang memberikan perhatian khusus pada jenis aset kripto tersebut. Berdasarkan aturan yang berlaku, sejauh ini hanya stablecoin berbasis JPY yang memiliki izin untuk beroperasi. Hal itu bertujuan untuk menciptakan filter tersendiri bagi stablecoin lain yang ingin mencoba masuk ke pasar kripto Jepang.
Menariknya, pencadangan JPYW juga berbeda dengan stablecoin lain, seperti USDT ataupun USDC, yang mengandalkan agunan fisik berupa uang tunai yang disimpan dalam bank komersial. JPYW merupakan stablecoin blockchain yang sepenuhnya dijamin oleh yen Jepang dan seluruh jaminannya diserahkan kepada pemerintah. Dengan begitu, mekanisme penukaran dan juga pelunasan transaksi menjadi lebih sehat, karena jaminannya langsung dipegang oleh pemerintah. Kehadirannya dipercaya dapat mendobrak pembatas yang selama ini menjadi penghalang antara aset kripto dan aset di dunia nyata.
Tarif Pajak Dinilai Terlalu Tinggi
Dua organisasi yang ada di industri kripto, yakni Japan Cryptoasset Business Association (JCBA) dan Japan Virtual Crypto assets Exchange Association (JVCEA), tengah bersiap untuk mengajukan proposal ke Financial Services Agency (FSA). Keduanya berupaya untuk bisa mendapatkan keringanan biaya bagi perusahaan yang akan mengeluarkan atau menyimpan token kripto.
Salah satu hal yang digarisbawahi dalam proposal tersebut adalah permintaan untuk kebebasan pajak atas keuntungan dari kepemilikan aset kripto, selain untuk tujuan jangka pendek. Sebagai informasi, saat ini perusahaan pemilik kripto dikenakan tarif pajak sekitar 30%.
Karena hal itu juga, banyak perusahaan kripto yang akhirnya memilih untuk menjalankan bisnisnya di luar Jepang. Bahkan Kepala Eksekutif Pengembang Infrastruktur Web3 di Stake Technologies Pte., Sota Watanabe, mengungkapkan bahwa Jepang adalah tempat yang mustahil untuk melakukan bisnis.
“Pertempuran global untuk hegemoni Web3 sedang berlangsung. Tetapi Jepang belum berada di garis start,” ungkapnya.
Stake Technologies sendiri sudah memindahkan sebagian perusahaannya ke Singapura, lantaran tarif pajak yang dinilai mencekik.
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.