Arjana Bagaskara Solichin, selaku Committee Chair di Indonesia Crypto Consumer Association (ICCA) atau asosiasi konsumen kripto tanah air, menilai bahwa pemerintah Indonesia mendukung penuh aktivitas bisnis jual beli aset kripto sebagai komoditi.
Indikasi tersebut datang dari keputusan Menteri Keuangan RI yang telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK/03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.
Aturan ini sendiri berlaku efektif mulai tanggal 1 Mei 2022, sehingga tarif PPN yang dikenakan yaitu 0,11% dari nilai transaksi kripto. Sementara para penjual aset kripto atau crypto exchange dikenakan PPh 22 final dengan tarif 0,1% dari nilai transaksi untuk pedagang fisik aset kripto.
Dia menilai hal ini merupakan bukti konkret bahwa pemerintah Indonesia mendukung penuh aktivitas bisnis jual beli aset kripto sebagai komoditi di Indonesia.
Menyoroti Keberpihakan OJK
Arjana pun menyoroti bahwa memang pada awal bulan Januari 2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui mantan Ketua Dewan Komisioner Wimboh Santoso menyatakan dengan tegas melarang lembaga jasa keuangan (LJK) untuk menggunakan, memasarkan, atau memfasilitasi perdagangan aset kripto.
Meski sempat keluar pernyataan demikian, Arjana yang juga merupakan managing partner Solichin & Maruszama Law Firm antusias menantikan pandangan terbaru dari kehadiran Mahendra Siregar selaku Ketua Dewan Komisioner OJK yang baru saja terpilih untuk periode 2022 -2027.
Sebagai informasi, Mahendra Siregar memiliki latar belakang sebagai Wakil Menteri Perdagangan, Wakil Menteri Keuangan, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
“Secara pengalaman, beliau sebagai Wakil Menteri Perdagangan tentu memiliki pandangan berbeda mengenai aktivitas aset kripto sebagai komoditi dan instrumen investasi yang baru di Indonesia. Sehingga, pandangan OJK untuk melarang tindakan yang dilakukan lembaga jasa keuangan terkait kripto tersebut dapat saja berubah,” kata Arjana kepada Be[In]Crypto Indonesia.
Peran Penting Bank dalam Transaksi Jual Beli Aset Kripto
Sebagai praktisi hukum yang juga menulis isu perbankan dan asuransi serta pernah menangani beberapa bank dan perusahaan asuransi yang bonafit di Indonesia, Arjana menilai tentu menjadi suatu kerugian bagi bank-bank di Indonesia bila dilarang mengakomodasi transaksi terkait kripto.
Bayangkan saja bila bank tidak boleh memfasilitasi transaksi dari pelanggan aset kripto yang melakukan top-up dana dari rekening pribadi mereka di bank ke crypto wallet yang disediakan pedagang fisik aset kripto. Hal ini juga berlaku ketika pelanggan aset kripto melakukan withdraw dari crypto exchange ke rekening pribadi mereka di bank.
“Bank dalam aktivitas transaksi tentu dapat berfungsi sebagai agent of services, sesuai UU Transfer Dana No. 3 Tahun 2011,” ungkap Arjana.
Sementara dari analisa bisnis, bank juga dapat memiliki potensi pendapatan baru dari aktivitas jual beli aset kripto di Indonesia.
Mengantisipasi Aliran Transaksi Mencurigakan
Apabila peran bank dilarang untuk memfasilitasi transaksi tersebut, maka tujuan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) dengan menerbitkan Peraturan No. 6 tahun 2019 tentang Penerapan Program APU-PPT (Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme) terkait penyelenggaraan pasar fisik komoditi di bursa berjangka dipastikan tidak berjalan maksimal.
Pasalnya, BAPPEBTI akan kesulitan melakukan tracking untuk mendapatkan data-data aliran transaksi dalam aktivitas perdagangan aset kripto yang bukti utamanya adalah rekening koran para pelanggan aset kripto sebagai konsumen (user).
Lebih dari itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sebagai institusi yang berfungsi untuk mengamati dan menerima laporan transaksi mencurigakan, juga akan kesulitan; karena tidak ada transaksi konsumen di lembaga jasa keuangan seperti bank.
Apabila OJK juga melarang bank untuk memasarkan aset kripto, maka akan sangat tidak adil untuk para pelaku usaha aset kripto karena mereka memerlukan jalur distribusi sebagai alat marketing perusahaan, salah satunya melalui bank.
- Baca Juga: Peneliti Bhima Yudhistira: Pembentukan Bursa Berjangka Aset Kripto Harus Segera Terlaksana
Bila Dihambat, Pelaku Usaha Aset Kripto Bisa Libatkan KPPU
Dalam sudut pandang UU Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat No. 5 Tahun 1999, para pelaku usaha aset kripto dapat melibatkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Peran KPPU di sini sebagai regulator dan pelaksana aturan untuk mengkaji tuduhan OJK tersebut.
Selain itu, kehadiran KPPU juga dapat membandingkan bisnis yang dijalankan para pelaku aset kripto dengan produk-produk asuransi yang selama ini telah dipasarkan oleh bank dalam kedudukannya sebagai agen (produk bancassurance) ataupun produk-produk asuransi yang dipasarkan oleh e-commerce maupun aggregator, dan broker-broker asuransi yang sudah melakukan konversi ke pemasaran produk asuransi secara online.
Belajar dari Sikap Regulator di Negara Lain terhadap Kegiatan Jual Beli Aset Kripto
Adapun, di negara lain seperti di Singapura, institusi Monetary Authority of Singapore (MAS) yang memiliki peran selaku bank sentral dan otoritas keuangan, juga sedang melakukan review apakah akan mengizinkan bank-bank di Singapura untuk memfasilitasi aktivitas perdagangan aset kripto.
Dalam hasil observasinya selama sebagai praktisi hukum, Arjana menilai ada kebiasaan dari regulator di Indonesia yang selalu melihat best practice dan benchmark di luar negeri.
Dari sana, mereka akan menjadikannya sebagai bahan untuk dikaji di Indonesia sebelum regulator menerbitkan suatu kebijakan baru.
Terkait hal ini, termasuk di antaranya dalam konteks yang berhubungan dengan aset kripto apakah dapat difasilitasi atau tidak oleh lembaga jasa keuangan seperti bank yang bernaung di bawah pengawasan OJK.
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.