Penggunaan teknologi blockchain dalam sistem pembayaran pada 2030 mendatang diprediksi mampu menghemat biaya pengiriman hingga US$10 miliar atau lebih dari Rp150 triliun. Hal tersebut juga akan terjadi berbarengan dengan meningkatnya adopsi pembayaran berbasis kripto di berbagai belahan dunia.
Laporan yang dibuat oleh Ripple bersama dengan US Faster Payment Council mengungkapkan pemanfaatan teknologi blockchain dalam mekanisme pembayaran mampu mendorong kecepatan transaksi dan nilai pelanggan itu sendiri.
Direktur Eksekutif US Faster Payment Council, Reed Luhtanen, mengatakan aset kripto secara umum dan cara pandang inovatif yang mengarah pada kreasi dan pertumbuhannya di pasar sangat menarik untuk masa depan pembayaran.
“Mata uang kripto menghadirkan perpaduan yang potensial untuk menarik fleksibilitas dan utilitas. Celah pembayaran yang selama ini memiliki beberapa masalah bisa diselesaikan secara efisien lewat penggunaan aset kripto,” jelasnya dalam laporan.
Beberapa negara yang selama ini terlihat garang dalam menghadapi kripto juga tidak bisa berbuat banyak, karena adopsi tersebut berjalan di akar rumput.
Seperti wilayah Amerika Serikat (AS), misalnya. Dalam riset yang dilakukan terhadap 300 pemimpin pembayaran yang mewakili berbagai sektor di 45 negara itu, terkuak bahwa Negeri Paman Sam menjadi salah satu area yang mengalami pertumbuhan tertinggi untuk adopsi pembayaran kripto.
Sebanyak 5,5 juta orang di AS diproyeksikan bakal menggunakan kripto untuk pembayaran di tahun ini. Jumlah tersebut meningkat 350% dalam kurun waktu 3 tahun. Beberapa sektor yang berkontribusi besar terhadap hal itu adalah remitansi dan juga pembayaran lintas batas secara business-to-business (B2B).
“Potensi blockchain untuk meningkatkan penghematan di tahun 2030 diperkirakan bakal mencapai US$10 miliar. Hal itu akan dicapai melalui penyelesaian pembayaran yang andal, cepat, dan transparan,” ungkap Ripple.
Perusahaan Tradisional Ikut Berkontribusi pada Tingkat Adopsi Pembayaran Kripto
Tingginya tingkat adopsi pembayaran berbasis kripto di AS tidak bisa dilepaskan dari peran lembaga keuangan tradisional yang ikut membuka akses terhadap kripto.
PayPal, misalnya. Raksasa pembayaran global itu sudah mulai tertarik memasuki pasar aset digital pada Oktober 2020 silam. Kala itu, PayPal menggandeng Paxos, yang merupakan entitas penerbit stablecoin USDP. Sejak saat itu, PayPal terus melakukan pendalaman untuk memaksimalkan fitur pembayarannya agar bisa terintegrasi secara penuh dengan industri aset kripto.
Entitas pembayaran lainnya, yakni Stripe, juga ikut masuk ke ranah kripto dengan menerima jalur pembayaran berbasis USD Coin (USDC).
Beragam inisitiaf dari perusahaan keuangan tradisional itulah yang memungkinkan adopsi stablecoin berjalan lebih luas yang pada akhirnya juga ikut membuat biaya transaksi semakin murah.
“Pembayaran lintas batas menggunakan stablecoin lebih hemat 80% dibanding pengiriman yang dilakukan oleh operator keuangan tradisional. Artinya, untuk pengiriman uang US$500, biaya konversi FX on-chain yang dikombinasikan dengan on/off ramp hanya US$4,80, jauh lebih kecil dari rata-rata pengiriman uang tradisional US$20,” jelas laporan tersebut.
Timur Tengah dan Afrika Akan Menjadi Wilayah Tercepat
Meskipun AS menjadi salah satu area yang memiliki adopsi tertinggi dalam hal pembayaran berbasis kripto. Namun, Timur Tengah dan Afrika yang dipercaya menjadi wilayah dengan implementasi pembayaran berbasis kripto tercepat.
Dalam riset, 27% responden percaya bahwa dua wilayah tersebut akan memiliki lebih banyak lagi pelaku usaha yang menerima pembayaran kripto dalam satu tahun ke depan. Meningkatnya minat untuk mendapatkan akses keuangan yang lebih luas dan inklusif, termasuk aktivasi pembayaran seluler dan central bank digital currency (CBDC), akan menjadi katalis positif bagi akselerasi pembayaran aset digital di sana.
Beberapa sektor yang selama ini dianggap sebagai kuda hitam dalam dunia pembayaran aset kripto, seperti real estat, juga akan mewarnai perjalanan industri pembayaran kripto dengan menjual unit rumah sebagai non-fungible token (NFT) dan memanfaatkan teknolologi blockchain.
“Dengan begitu, proses jual beli bisa jauh lebih efisien dan hemat biaya,” tambah Ripple.
Di sisi lain, beberapa pihak juga berpandangan skeptis terhadap adopsi pembayaran kripto. Sebanyak 90% dari responden menyebutkan bahwa ambiguitas peraturan menjadi kendala utama untuk mendorong pemanfaatan kripto. Aturan pajak, kustodian kripto di rekening bank, dan beberapa aturan lainnya perlu dibuat dan ditegakkan untuk menjadikan industri ini berkembang secara positif.
Bagaimana pendapat Anda tentang laporan Ripple dan US Faster Payment Council terkait adopsi blockchain dalam sistem pembayaran? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.