Penggunaan stablecoin di negara berkembang, khususnya Indonesia mulai meluas. Jika selama ini aset kripto yang memiliki paritas fiat itu hanya digunakan untuk memfasilitasi transaksi komoditas kripto, belakangan kasus penggunaannya melebar dan banyak yang sudah menjadikan stablecoin sebagai alternatif layanan perbankan, seperti remitansi maupun ‘dana tabungan’ dalam bentuk mata uang asing.
Dalam penelitian yang melibatkan Visa, Castle Island Ventures, Brevan Howard Digital, Artemis yang didukung oleh YouGov, terungkap bahwa beberapa investor kripto di negara berkembang, termasuk Indonesia menggunakan stablecoin dengan tujuan yang jauh lebih kompleks.
Riset yang dilakukan terhadap 2.541 pengguna kripto di Brasil, Indonesia, Nigeria, Turki dan India itu menyebutkan bahwa lebih dari 45% responden menggunakan stablecoin sebagai sarana penyimpanan dolar AS.
Meskipun memang, harus diakui bahwa mayoritas responden atau sekitar 50%, memilih menggunakan stablecoin untuk perdagangan kripto dan juga non-fungible-token (NFT).
“Bagi masyarakat Indonesia, alasan menggunakan stablecoin adalah karena nilai konversi mata uangnya lebih baik. Selain itu ada juga yang menggunakannya untuk menabung dalam dolar,” jelas laporan.
Sementara untuk mereka yang menggunakan stablecoin sebagai sarana remitansi, persentasenya mencapai lebih dari 30% dari seluruh responden.
47% Responden Menggunakan Stablecoin Untuk Penghematan
Secara keseluruhan, 47% responden memperlihatkan indikasi bahwa tujuan utama mereka menggunakan aset kripto ini adalah untuk menghemat uang dalam dolar, dan 39% responden lain mengatakan sengaja menggunakan stablecoin untuk mendapatkan keuntungan.
Nah dalam catatan salah satu crypto exchange Indonesia, Pintu, pihaknya melihat bahwa tingginya penggunaan stablecoin didasari atas adanya keinginan untuk mendapatkan akses penuh untuk transfer dana valuta asing (valas).
Jika menggunakan jasa lembaga keuangan tradisional, baik itu bank maupun entitas lainnya, terdapat batasan jumlah minimum maupun maksimum yang harus dipenuhi oleh nasabah untuk melakukan perpindahan dana. Sedangkan melalui stablecoin, pengguna bisa melakukan transaksi mulai dari US$1 dan hampir tidak ada batasan maksimum.
Meski demikian, pihak Pintu mengakui bahwa mayoritas pengguna stablecoin di platform-nya memanfaatkan salah satu jenis kripto tersebut untuk tujuan perdagangan
“Tether USD (USDT) lebih disukai ketimbang USD Coin (USDC) dalam hal jumlah transfer on-chain, dan berkontribusi lebih dari 90% dari total transaksi stablecoin,” jelas Pintu.
Bagaimana pendapat Anda tentang meluasnya penggunaan stablecoin di Indonesia ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.