Lihat lebih banyak

Skema E-Voting Berbasis Blockchain dalam Pemilu Diklaim Mampu Menghemat Lebih dari Rp88 Triliun

3 mins
Diperbarui oleh Lynn Wang
Gabung Komunitas Trading Kami di Telegram

Ringkasan

  • Amien Rais belum lama ini mencetuskan ide pemanfaatan blockchain terkait penyelenggaraan Pemilu 2024 mendatang.
  • Lewat mekanisme tersebut, Amien optimistis bahwa negeri ini bisa menghemat anggaran lebih dari Rp88 triliun.
  • Gagasan dari Amien Rais tersebut diamini juga oleh Asih Karnengsih, Ketua Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI).
  • promo

Amien Rais, salah satu tokoh politisi senior Indonesia, belum lama ini mencetuskan ide pemanfaatan blockchain terkait penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) untuk tahun 2024 mendatang.

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu mengungkapkan bahwa proses Pemilu bisa menggunakan skema e-voting berbasis blockchain. Lewat mekanisme tersebut, Amien optimistis bahwa negeri ini bisa menghemat anggaran lebih dari Rp88 triliun.

Dalam kiriman di akun Instagram miliknya disebutkan bahwa lewat beberapa mekanisme yang mengandalkan teknologi, beberapa alur dalam proses pemilu bisa dipangkas. Mulai dari honor badan ad hoc, pengadaan kertas suara dan tinta, renovasi gedung, biaya saksi, dan masih banyak lagi.

Amien juga meyakini bahwa penyalahgunaan dana pemilu bisa dihilangkan lewat mekanisme e-voting berbasis blockchain

Foto: Instagram/amienraisofficial

“Gagasan besar untuk bangsa Indonesia. Semoga kita semua bisa mengesampingkan kepentingan golongan dan kelompok, dan menjadikan kepentingan bangsa di atas segalanya,” ungkapnya dalam kiriman tersebut.

Kendati demikian, memang Amien Rais mengakui terdapat beberapa tantangan untuk menggelar hal tersebut. Mulai dari masih adanya daerah blank spot internet, rendahnya literasi digital, dan juga ketidakmerataan kepemilikan ponsel pintar bagi calon pemilih.

“Ini adalah gagasan awal, perlu didiskusikan dan dilengkapi lagi oleh berbagai pihak. Mulai dari MPR, DPR, DPD, KPU, Kemendagri dan lainnya. Selain itu juga perlu kajian dari sisi politik, hukum dan sosial,” tambahnya.

ABI Sepakat Blockchain Mampu Mengurangi Biaya

Menanggapi hal tersebut, Asih Karnengsih, Ketua Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI), menjelaskan bahwa ide menggunakan sistem e-voting berbasis blockchain dalam pemilu jelas memiliki potensi besar, terutama untuk mengurangi biaya pelaksanaan dan meningkatkan partisipasi pemilih.

Sistem seperti ini akan mengeliminasi kebutuhan untuk mencetak surat suara atau membuka tempat pemungutan suara. Sehingga, pemegang suara dapat menunaikan hak pilihnya dari mana pun selama terdapat koneksi internet.

Akan tetapi, lanjutnya, solusi pemungutan suara online juga bisa menimbulkan ancaman baru, seperti kerentanan yang dapat menyebabkan manipulasi suara dalam skala besar. Padahal tujuan utamanya adalah mengumpulkan suara yang sah, akurat, aman, dan nyaman saat digunakan untuk pemilu.

“Di sinilah manfaat teknologi Blockchain muncul untuk mengatasi isu ini dan menawarkan sistem terdesentralisasi untuk pemungutan suara elektronik terutama karena keunggulan verifikasi end-to-end-nya, karakteristik terdistribusi, tidak dapat ditolak (non-repudiation), dan perlindungan keamanan,” katanya dalam keterangan tertulis.

Lebih lanjut dirinya mengatakan agar sistem pemungutan suara elektronik berbasis blockchain di Indonesia agar dapat berkelanjutan, beberapa hal yang bisa dipersiapkan adalah keamanan partisipasi jarak jauh yang layak, dan untuk skalabilitas dan juga kecepatan pencatatan.

Belum ada Negara yang Menggunakan Blockchain dalam Pemilu

Terkait infrastruktur, Asih menuturkan bahwa dibutuhkan personel yang kompeten dalam membangun infrastruktur blockchain yang melibatkan banyak stakeholders. Selain itu, meskipun biaya untuk proses pemungutan suara dan verifikasinya bakal menjadi lebih murah, namun biaya yang harus dikeluarkan untuk pembangunan infrastrukturnya perlu dipikirkan.

Blockchain menggunakan pencatatan multi-servers. Karena sifatnya terdesentralisasi, jadi seluruh pencatatan tidak hanya dilakukan pada 1 server, tapi seluruh servers yang ada dalam sebuah jaringan blockchain. Jadi jika ada 1 server yang down, tidak akan mempengaruhi servers yang lain maupun data yang ada di dalamnya,” tambahnya.

Proses ini juga dinilai sangat aman, karena proses pencatatan dilakukan oleh seluruh server. Artinya, jika ada pihak tertentu yang akan melakukan hacking minimal 50% + 1 dari jumlah keseluruhan server atau jaringan komputer.

“Jadi kalau ada 1 juta komputer dalam sebuah blockchain, hacker harus melakukan hacking minimal 500 tibu + 1 komputer untuk memanipulasi data, di mana secara praktik tidak mungkin untuk dilakukan, jadi sangat aman,” tuturnya.

Sampai saat ini, menurut Asih, belum ada yang benar-benar memanfaatkan teknologi blockchain dalam pemilu. Amerika Serikat dan juga negara lain di Eropa juga masih dalam tahap eksplorasi.

“Sierra Lone itu negaranya melakukan sistem e-voting yang tidak berbasis blockchain, lalu ada project blockchain lain yang ikut mencatat, namun bukan bagian resmi dari proses e-voting,” pungkasnya.

Platform kripto terbaik di Indonesia | April 2024

Trusted

Penyangkalan

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.

BIC_userpic_sb-49-profil.jpg
Adalah seorang penulis dan editor yang pernah berkiprah di banyak media ekonomi dan bisnis. Memiliki pengalaman 7 tahun di bidang konten keuangan, bursa dan startup. Percaya bahwa blockchain dan Web3 akan menjadi peta jalan baru bagi semua sektor kehidupan
READ FULL BIO
Disponsori
Disponsori