Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor), badan otonom yang berada di bawah naungan organisasi Islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama (NU), mengaku telah menyiapkan kantor pemuda virtual di metaverse. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Umum GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut.
Yaqut yang juga menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia itu mengatakan, hal tersebut merupakan bentuk komitmen Ansor yang bergerak tanpa batas.
Dalam kondisi pandemi seperti sekarang, Ansor juga berhasil membuktikan diri sebagai pemuda yang tidak mudah menyerah.
Kantor virtual yang disebut sebagai Ansorverse itu akan memudahkan proses konsolidasi dan juga pelayanan organisasi lainnya. Lantaran tidak lagi dibatasi ruang dan waktu.
“Dengan Ansor Metaverse (Ansorverse), model organisasi Ansor akan lebih taktis. Yakni bertumpu pada digitalisasi dan berbasis virtual dan juga augmented reality,” jelasnya seperti dikutip Lembaga Kantor Berita Antara.
Gus Yaqut optimistis bahwa teknologi metaverse akan terus berkembang karena terus dimanfaatkan oleh berbagai sektor global. Apalagi metaverse menawarkan model yang atraktif lantaran didukung oleh visualisasi dari avatar.
Adopsi Metaverse dalam Lingkup Keagamaan
Kiprah GP Ansor di metaverse bisa jadi merupakan kali pertama bagi organisasi Islam di Indonesia. Induk organisasinya, NU, menurut hasil survei Lembaga Survei Indonesia Denny J.A, pada 2019 lalu didaulat sebagai organisasi berbasis keagamaan terbesar di Indonesia.
Dengan hasil survei mencapai 49,5%, bisa diartikan bahwa basis pengikut NU menembus angka 100 juta orang. Hal tersebut tentunya berpotensi mengubah paradigma tentang metaverse itu sendiri di Indonesia.
Pemanfaatan metaverse di lingkup keagamaan juga sudah diusung oleh Arab Saudi. Negeri yang memiliki 2 situs suci bagi umat muslim itu membawa Hajar Aswar alias Black Stone ke dalam metaverse.
Hajar Aswad sendiri terletak di salah satu sudut Ka’Bah yang berada di areal Masjidil Haram. Dengan begitu, setiap orang yang ingin mengunjungi Hajar Aswad bisa melakukannya secara virtual.
Hal tersebut mengundang tanya bagi beberapa pihak terkait ibadah haji yang bisa dilakukan secara virtual.
Direktorat Urusan Agama Turki (Diyanet) mengatakan, ibadah haji tidak bisa dilakukan secara virtual di metaverse. Direktur Departemen Layanan Haji dan Umrah Diyanet, Remzi Bircan, menambahkan bahwa setiap orang bisa mengunjungi Ka’bah di metaverse, tetapi tidak untuk haji.
“Haji harus dilakukan dengan pergi ke kota suci dalam kehidupan nyata,” tambahnya.
Proyek yang dinamakan Black Stone Initiative itu direalisasikan oleh Badan Urusan Pameran dan Museum Arab Saudi yang bekerjasama dengan Universitas Umm al-Qura.
Manasik Haji di Metaverse GP Ansor
Dalam kapasitasnya sebagai Menteri Agama, Gus Yaqut pernah mengatakan bahwa kegiatan manasik haji bisa dilakukan di metaverse alias ruang virtual. Dengan begitu, setiap jamaah bisa merasakan hadir langsung di Masjidil Haram dan melakukan serangkaian ibadah seperti di kota suci.
Mulai dari tawaf dan juga Sa’I secara virtual. Ia juga memaparkan bahwa calon jamaah haji bisa membayangkan apa yang belum pernah dilihat secara langsung. Oleh karena itu, Kementerian Agama masih terus mengkaji pemanfaatan metaverse untuk membantu calon jemaah haji saat akan menunaikan ibadahnya kelak.
“Saya merasakan kita belum melakuannya secara masif. Diharapkan ke depannya disiapkan, mungkin digitalisasi metaverse bisa menjadi solusi,” pungkasnya.
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.