Belum lama ini, beberapa raksasa perbankan asing mulai melakukan penjajakan untuk merilis stablecoin bersama. Hal itu menjadi menarik, lantaran selama ini operasional antara keduanya mengusung prinsip yang sama sekali berbeda. Namun di sisi lain, kondisi itu juga menunjukkan adanya pergeseran yang lebih luas dalam sektor perbankan.
Adalah JPMorgan Chase, Bank of America, Citigroup, Wells Fargo dan bank komersial lainnya yang kabarnya tengah melakukan diskusi awal untuk merilis stablecoin bersama. Meskipun masih dalam tahap awal, namun hasil akhirnya akan bergantung pada kemajuan aturan stablecoin dan juga permintaan pasar.
Sementara di Indonesia, penerbitan stablecoin masih belum memiliki aturan yang detail. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beberapa waktu lalu mengatakan bahwa saat ini sudah ada pihak yang tengah melakukan konsultasi stablecoin di Indonesia, tetapi belum ada yang masuk menjadi peserta sandbox.
Deputi Direktur Inovasi Keuangan Digital OJK, Lutfi Alkatiri menuturkan, secara alamiah stablecoin memiliki paritas berupa aset fisik, baik itu mata uang fiat maupun emas. Oleh karena itu perlu adanya sinergisitas dengan lembaga lain.
Lutfi mengaku tengah melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia (BI) agar bisa melihat hal tersebut sebagai sebuah inovasi yang menarik.
Merespons kondisi itu, Direktur Utama CFX, Subani mengatakan, stablecoin yang mengandalkan teknologi blockchain memiliki banyak potensi untuk dimanfaatkan. Sehingga tidak menutup kemungkinan bagi banyak entitas untuk mulai melakukan kajian terhadap penggunaannya.
“Stablecoin dinilai akan memiliki peran penting dalam memperkuat integrasi kripto dengan sistem keuangan tradisional dan mendorong adopsi yang lebih luas oleh investor dan pengguna di seluruh dunia,” jelas Subani kepada BeInCrypto.
Stablecoin Jadi Pilihan Orang Kaya Indonesia
Laporan Bloomberg menyebut, kalangan kelas atas di Indonesia, yakni mereka yang memiliki kekayaan bersih antara US$100 juta hingga US$400 juta, mulai mengonversi sebagian kecil asetnya ke dalam bentuk kripto, khususnya stablecoin USDT.
Hal itu terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran atas disiplin fiskal dan stabilitas ekonomi negara. Kondisi itu sejatinya memperlihatkan ceruk pasar tersendiri yang bisa dimanfaatkan oleh regulator untuk menjaga arus dana tidak mengalir ke luar.
Beberapa pihak mengaku sengaja mengubahnya menjadi stablecoin untuk menjaga nilai aset dan memudahkannya mengirim dana tanpa harus membawanya secara fisik.
Oleh karena itu, Subani memandang, melalui regulasi yang semakin jelas dan adopsi yang semakin luas, ia optimistis bahwa stablecoin berpotensi menjadi salah satu fondasi penting dalam ekosistem keuangan digital di Indonesia maupun global.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.
