Baru-baru ini, dua senator Amerika Serikat (AS) meminta Mark Zuckerberg, selaku Chief Executive Officer (CEO) Meta Platforms, untuk menghentikan penawaran metaverse mereka pada generasi muda.
Gebrakan Meta Platforms, Inc. untuk menghadirkan dunia realitas berbasis virtual masih menuai pro dan kontra. Bukan hanya dari nilai investasinya yang disebut tidak masuk akal oleh beberapa investornya, namun perihal dampak dan kesiapan masyarakat penggunanya juga menjadi fokus tersendiri bagi pemangku kebijakan.
Dalam perkembangan terbaru, Senator Edward J. Markey dan Richard Blumenthal bersurat kepada Mark Zuckerberg. Melalui surat yang ditujukan untuk Zuckerberg, dijelaskan bahwa dasar alasan permintaan penghentian penawaran metaverse Meta adalah karena rekam jejak Meta secara grup yang gagal melindungi anak-anak dan remaja.
“Terdapat banyak bukti yang menunjukkan ancaman terhadap penggunaan metaverse Meta. Kami mendesak Anda untuk segera menghentikan rencana ini,“ tulis kedua senator itu.
Meta Platforms sendiri memang memiliki platform metaverse yang bernama Horizon Worlds. Sebelumnya, pada Mei tahun lalu, seorang peneliti yang menggunakan platform Horizon Worlds mengaku mengalami serangan seksual di dunia maya. Peneliti yang berasal dari SumOfUS itu menjadi sasaran penyerangan oleh dua avatar laki-laki.
Dalam metaverse, kehadiran pengguna direpresentasikan sebagai avatar. Masing-masing pengguna bisa merasakan pengalaman seperti di dunia nyata dengan berbekal perangkat virtual reality (VR), augmented reality (AR), dan extended reality (XR).
Dalam kasus tersebut, sang peneliti mengaku mendapatkan komentar cabul dan tak senonoh dari avatar lain. Di samping itu, peneliti tersebut juga mengungkapkan terdapat penghinaan yang bersifat homofobik dan kekerasan senjata virtual.
Meskipun belum ada definisi yang disepakati secara global tentang apa itu metaverse, serta batasan apa saja yang bisa dan tidak bisa dilakukan di sana, namun kedua senator tersebut berpandangan bahwa Horizon Worlds, yang dipasarkan untuk usia 18 tahun ke atas, merupakan alam semesta virtual dengan ribuan pengalaman; termasuk game, acara langsung, dan kemampuan komunikasi.
Oleh karena itu, dengan mengundang generasi muda masuk ke dalam lingkungan akan menimbulkan risiko yang serius.
Membahayakan Anak di Bawah Umur
Senator Markey mengakui bahwa penelitian terkait efek metaverse memang masih dalam tahap awal. Akan tetapi, dari temuan yang juga masuk dalam kategori awal itu sudah sangat memprihatinkan. Selain itu, terdapat pula ancaman invasi privasi, pengumpulan data tentang gerakan wajah dan mata, serta manipulasi dengan cara membujuk pengguna di lingkungan immersive.
“Peneliti juga menemukan fakta bahwa pengguna metaverse, termasuk anak di bawah umur terpapar perilaku kasar seperti intimidasi, ancaman kekerasan, dan konten seksual setiap tujuh menit,“ tambah Senator Markey.
Lalu, Senator Markey juga kembali menyinggung kegagalan Meta dalam platform media sosial lainnya dengan tidak bisa melakukan pembatasan interaksi daring antara anak-anak dengan orang asing dan memicu pikiran remaja untuk bunuh diri.
Sejauh ini, Meta, melalui Horizon Worlds, sudah melakukan pembaruan tentang batasan pribadi. Saat di metaverse, setiap avatar yang tidak diklasifikasikan sebagai teman tidak bisa mendekat dengan jarak maksimal 4 kaki. Hal tersebut bisa diatur tergantung dengan keinginan penggunanya. Namun, pengguna juga bisa menghilangkan opsi tersebut dan membuat avatar siapa saja bisa berinteraksi, walaupun tidak masuk dalam kategori teman.
Kejahatan di Metaverse Sulit Didefinisikan
Terlepas dari itu semua, sulit untuk mendefinisikan batasan jahat dan tidak dalam metaverse. Pasalnya, ruang virtual tersebut sampai sekarang belum didefinisikan secara utuh. Fakta tersebut rupanya juga menjadi bahan sorotan oleh Interpol.
Direktur Eksekutif Teknologi dan Inovasi Interpol, Madan Obero, mengatakan bahwa kejahatan yang terjadi di dunia maya belum tentu bisa disebut sebagai kejahatan seperti yang terjadi di dunia nyata.
“Di dalam ruang fisik, aktivitas tertentu bisa dikategorikan sebagai kejahatan, karena sulit memutuskannya dalam ruang virtual. Oleh karena itu, penegak hukum juga harus masuk ke metaverse untuk mengetahui apa itu metaverse,“ tutupnya.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.