Lihat lebih banyak

Interpol : Sulit Mendefinisikan Kejahatan di Metaverse

3 mins
Diperbarui oleh Lynn Wang
Gabung Komunitas Trading Kami di Telegram

Ringkasan

  • Interpol mengaku menemui kesulitan saat mendefinisikan arti dari kejahatan di metaverse.
  • Direktur Eksekutif Teknologi dan Inovasi Interpol, Madan Oberoi, mengungkapkan bahwa kejahatan yang terjadi di dunia maya belum tentu bisa disebut sebagai kejahatan seperti yang terjadi di ranah nyata.
  • Dengan pertumbuhan metaverse yang kian pesat, maka urgensi keseragaman cara pandang terhadap dunia virtual ini pun menjadi sangat penting.
  • promo

International Criminal Police Organization (Interpol) mengaku menemui kesulitan saat mendefinisikan arti dari kejahatan di metaverse. Padahal, hal tersebut merupakan poin penting untuk mengambil langkah lanjutan sebagai tindakan pencegahan dan penanganan. Belum adanya definisi utuh yang disepakati oleh negara global menjadi salah satu alasan sulitnya dilakukan penegakan hukum yang tepat dalam ranah maya tersebut.

Direktur Eksekutif Teknologi dan Inovasi Interpol, Madan Oberoi, mengungkapkan bahwa kejahatan yang terjadi di dunia maya belum tentu bisa disebut sebagai kejahatan seperti yang terjadi di ranah nyata.

Seperti kasus adanya laporan pelecehan seksual, misalnya. Menurut Oberoi, dalam ruang fisik, secara sah hal tersebut merupakan sebuah kejahatan. Namun, akan terasa sangat sulit untuk memutuskannya di dalam ruang virtual. Oleh karena itu, Oberoi berharap agar para penegak hukum yang tergabung dalam Interpol sudah harus lebih dulu menggunakan metaverse.

“Jika penegak hukum ingin membantu orang yang terluka di metaverse, maka mereka perlu tahu apa itu metaverse, dan itu adalah salah satu tujuan kami untuk memastikannya,” jelas Oberoi.

Interpol sendiri sudah membangun ruang virtual reality (VR) sebagai langkah awal untuk terjun ke metaverse. Lewat pengembangan tersebut, sekaligus menandakan bahwa keamanan di lingkup metaverse perlu dilakukan secara menyeluruh.

Ruang virtual yang digarap oleh Interpol menjadi wadah bagi penegak hukum untuk melakukan pelatihan atau melakukan kunjungan ke markas Sekretariat Jenderal Interpol di Lyon, Prancis. Sekretaris Jenderal Interpol, Jurgen Stock, mengungkapkan saat ini, pihaknya tengah melakukan penyelidikan tentang bagaimana Interpol bisa mengawasi kejahatan di metaverse.

“Penjahat bergerak semakin canggih dan kami [Interpol] perlu untuk menanggapinya secara utuh, karena kadang kala anggota parlemen, polisi dan masyarakat kita sedikit tertinggal tentang metaverse,” tambah Stock.

Dunia Virtual yang Masih Berupa Gagasan

Metaverse

Pada awal 2022 kemarin, sebuah penelitian memperlihatkan bahwa avatar bisa melakukan sesuatu yang erotis dan hal tersebut mengancam kehidupan anak-anak yang sejatinya hanya mengincar game yang ada di dalam metaverse.

Selain itu, masih pada tahun 2022, ada laporan yang mengatakan bahwa avatar tertentu mengalami pelecehan seksual, baik secara verbal maupun fisik di ruang maya. Hal tersebut membawa kekhawatiran tersendiri, lantaran metaverse dianggap sebagai masa depan internet, yang mana banyak orang akan terlibat dan berinteraksi di dalamnya.

Akan tetapi, untuk menyelami itu semua, perlu adanya satu definisi yang disepakati secara global. Oleh karena itu, pengambilan keputusan dalam menentukan mana aktivitas yang melanggar kejahatan dan mana yang tidak bisa berjalan secara tegas.

Harus diakui, pengembangan metaverse yang sampai saat ini sedang berjalan masih belum menemui titik akhir. Beberapa ahli bahkan menganggap bahwa metaverse masihlah sebuah gagasan.

Jika di Dunia Fisik Ilegal, maka di Metaverse Juga Begitu

Pandangan lebih agresif dikemukakan oleh Nina Jane Patel. Founder sekaligus Kepala Penelitian di Metaverse Kabuni itu menjelaskan bahwa regulasi di dunia nyata bisa diterapkan di metaverse. Jadi, apa yang dianggap sebagai hal yang ilegal di ranah fisik, maka juga berlaku di dunia virtual.

Pun terjadi dikotomi dalam hal cara pandang, akan sangat sulit untuk bisa memperlakukan satu dengan lainnya secara seimbang, baik di dunia fisik dan di ranah maya.

“Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya miskomunikasi antara perilaku manusia yang bisa diterima di dunia digital dan di dunia fisik,” pungkasnya.

Ditambah lagi, pengguna metaverse dari tahun ke tahun terus bertambah. Sampai dengan tahun lalu, sekitar 400 juta orang disebut sudah secara aktif berpartisipasi dalam metaverse. Hal tersebut sekaligus menjadi urgensi tentang keseragaman cara pandang terkait metaverse menjadi sangat penting.

Bagaimana pendapat Anda tentang upaya mendefinisikan kejahatan dalam dunia metaverse? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!

Platform kripto terbaik di Indonesia | April 2024

Trusted

Penyangkalan

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.

BIC_userpic_sb-49-profil.jpg
Adalah seorang penulis dan editor yang pernah berkiprah di banyak media ekonomi dan bisnis. Memiliki pengalaman 7 tahun di bidang konten keuangan, bursa dan startup. Percaya bahwa blockchain dan Web3 akan menjadi peta jalan baru bagi semua sektor kehidupan
READ FULL BIO
Disponsori
Disponsori