Perkembangan teknologi blockchain memiliki potensi untuk implementasi pada sektor keuangan, apalagi melihat tingginya minat masyarakat Tanah Air masuk ke pasar aset kripto. Bank Indonesia (BI) saat ini sedang melakukan kajian mengenai mata uang digital bank sentral, atau central bank digital currency (CBDC).
Teknologi blockchain yang merupakan pembentuk cryptocurrency memang sangat penting untuk pengembangan industri keuangan. Sebab, teknologi distributed ledger dalam blockchain bisa mempermudah, mempermurah, mempercepat proses settlement. Saat ini, teknologi transfer keuangan yang paling murah dan cepat hadir melalui layanan RTGS pada perbankan.
Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam Konferensi Pers G20, mengatakan ada tiga hal menjadi pembahasan utama terkait rupiah digital. Pertama, bagaimana CBDC menjadi alat pembayaran yang sah dari suatu negara. Kedua, bagaimana CBDC tetap mendukung tugas bank senral di moneter, keuangan, pembayaran dan melayani ekonomi. Terakhir, bagaimana mata uang digital dapat mendukung inklusi ekonomi dan keuangan.
Dalam Artikel Ini
Pengertian Mata Uang Digital
CBDC adalah mata uang digital yang diterbitkan dan dikendalikan bank sentral suatu negara. Konsep mata uang digital ini mirip dengan mata uang kripto atau cryptocurrency, hanya saja harganya mengacu pada mata uang kartal negara tersebut. Masyarakat dapat menggunakan uang digital sebagai alat pembayaran yang sah. Maka, secara sederhana CBDC adalah bentuk digital dari uang kertas dan uang koin suatu negara.
Apa bedanya CDBC ini dengan cryptocurrency seperti Bitcoin, Ethereum, dll.? CDBC menggunakan private blockchain, identitas pengguna terikat dengan akun bank miliknya. Lalu CDBC berfungsi sebagai alat pembayaran seperti biasa dan Bank Sentral dapat mengatur jumlah pasokan dan jaringannya. Sedangkan cryptocurrency menggunakan public blockchain, dapat menggunakan identitas anonim, dan bertujuan spekulasi. Sistem pembayaran cryptocurrency tergantung regulasi di tiap negara. Kemudian, tidak ada otoritas yang mengatur mata uang kripto, selain pasar jaringan kripto tersebut.
Di Tanah Air, Bank Indonesia akan mengeluarkan uang digital atau rupiah digital. Sebagai pengatur kebijakan moneter, sangat mungkin BI melarang transaksi anonim menggunakan CDBC, seperti yang terjadi pada beberapa cryptocurrency. Dalam merumuskan Rupiah Digital sebagai CDBC, BI harus memperhatikan aspek legalitasnya karena UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang hanya mengatur mata uang yang berbentuk rupiah. Sementara itu, perlu ada perubahan atau penambahan terkait definisi rupiah digital, macam rupiah, ciri-ciri, hingga keamanan informasi data rupiah digital.
Perkembangan Rupiah Digital
Bank Indonesia melihat dari sisi moneter tidak akan ada perbedaan dengan kondisi saat ini di masyarakat. Menurut BI, mata uang digital mirip seperti menggunakan uang kartal (Uang kertas dan logam) dan Uang yang dalam rekening. Rupiah digital juga nantinya memiliki kenyamanan seperti dalam penggunaan Digital Banking, Uang Elektronik, dan Dompet Elektronik. Central Bank Digital Currency (CBDC) memberikan kemudahan dalam transformasi digital dari sisi masyarakat. Sedangkan dari sisi Bank Sentral, pengelolaannya akan lebih mudah karena secara terdesentralisasi.
Bank Indonesia hingga saat ini masih terus mengkaji dan melakukan asesmen guna melihat potensi mata uang digital dengan perekonomian Indonesia. CBDC dapat berimplikasi pada perbedaan desain dan pemilihan arsitektur serta mitigasi risiko seperti halnya teknologi Blockchain yang ada pada Cryptocurrency.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan tiga aspek utama terkait penerbitan CBDC. Pertama, pentingnya penerbitan CBDC sebagai salah satu mandat bank sentral dalam proses penciptaan uang digital. Hal ini mencerminkan pilar kedaulatan suatu negara dan sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah. Kedua, distribusi CBDC melalui sistem wholesale dan/atau ritel dengan mengadopsi Distributed Ledger Technology (DLT).
Ketiga, terdapat tiga prasyarat penerbitan CBDC. Prasyarat ini terdiri dari pengembangan conceptual design yang pertama. Lalu, membangun infrastruktur yang mengintegrasikan sistem pembayaran dengan pasar uang secara Integrated, Interconnected, Interoperability (3I). Selanjutnya, harus ada sinergi bersama bank sentral lainnya mengembangkan platform digital CBDC terbaik yang mendukung ekspansi transaksi antar negara. Ke depan, Bank Indonesia terus mendorong inisiasi pengintegrasian sistem pembayaran antar negara utamanya regional ASEAN+5. Saat ini, sudah terjalin kerjasama dengan Thailand dan Malaysia melalui dukungan penerapan QR Cross Border dan Local Currency Settlement (LCS).

Whitepaper Rupiah Digital
Bank Indonesia pada Pertemuan Tahunan 2022 merilis whitepaper Digital Rupiah yang menguraikan rumusan CBDC Indonesia dengan mempertimbangkan asas manfaat dan risiko. Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut proyek pengembangan rupiah digital sebagai satu-satunya alat pembayaran digital yang sah di Indonesia bernama Proyek Garuda.
Whitepaper ini menjelaskan konfigurasi desain Digital Rupiah yang terintegrasi dari ujung ke ujung, fitur desain Digital Rupiah yang memungkinkan pengembangan model bisnis baru. Selain itu, dokumen juga membahas arsitektur teknologi Digital Rupiah, serta dukungan perangkat regulasi dan kebijakan terhadap implementasi desain Digital Rupiah.
Dalam white paper rupiah digital, BI menjelaskan bahwa desain CBDC memainkan peran instrumental bagi keberhasilan implementasinya. BI meyakini bahwa perkembangan mata uang digital bank sentral di masa depan bukanlah pilihan, melainkan keniscayaan.
Desain rupiah memprioritaskan beberapa hal berikut, yaitu:
- Kepentingan publik dengan bank sentral; mendukung inklusi keuangan melalui fitur offline di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar);
- Berbiaya rendah dan pemanfaatan granularitas data;
- Aspek integrasi, interoperabilitas, dan interkoneksi dari rupiah digital.
Adapun roadmap rupiah terdiri dari 3 tahap. Pertama, wholesale CBDC (w-CBDC) untuk model bisnis penerbitan, pemusnahan, dan transfer antar bank dengan rupiah digital. Kedua, akan diperluas menjadi pengembangan model bisnis operasi moneter dan pasar uang. Ketiga, integrasi W-CBDC dengan retail CBDC (r-CBDC) secara end-to-end.
Potensi Uang Digital
Bank Indonesia saat ini juga mendalami potensi penciptaan Rupiah digital sebagai alternatif uang Rupiah fisik. Zams, et al. (2019) menyimpulkan jenis uang digital yang sesuai untuk kondisi Indonesia adalah cash-like, a token based general purpose CBDC dengan atribut tanpa bunga (non-interest bearing). Artinya, jenis uang yang sesuai adalah uang digital Rupiah yang dapat menggantikan uang Rupiah konvensional bersifat anonymous dan public accessible. Sehingga, uang digital dapat menyelesaikan transaksi sehari-hari secara fleksibel dan efisien.
Keuntungan uang digital Rupiah jenis general purposes secara komparatif dengan uang konvensional adalah mengurangi biaya cetak dan penyimpanan. Di samping itu, Rupiah digital mampu memitigasi munculnya shadow banking yang jamak muncul di negara negara berkembang.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) secara spesifik yang mengelola kas negara tentunya sangat berkepentingan dalam perkembangan rupiah digital. DJPb akan mengambil peran utama dalam penggunaan uang rupiah digital melalui platform pembayaran digital milik Pemerintah. Ini semacam Digipay yang berkolaborasi dengan Bank Indonesia selaku pencipta uang rupiah digital.
Perubahan besar atas penggunaan uang digital adalah kecepatan dalam penyelesaian transaksi khususnya transaksi lintas batas negara. Penggunaan teknologi blockchain akan meningkatkan efisiensi baik dari sisi sistem maupun biaya dalam pemrosesan transaksi internasional.
Dampak ke Industri
Mari kita andaikan antarbank sentral penerbit mata uang digital menjalin kesepakatan dalam pemrosesan transaksi lintas negara dengan menggunakan CBDC melalui mekanisme swap. Maka, ketergantungan terhadap sistem SWIFT dengan US Dollar sebagai mata uang utamanya dalam pemrosesan transaksi keuangan lintas negara akan makin berkurang. Hal ini tentu memberi keuntungan tersendiri bagi DJPb dalam melakukan pembayaran terhadap tagihan-tagihan dalam valuta asing jika menggunakan Rupiah digital. Terutama, keungtungannya dari sisi kecepatan pemrosesan dan efisiensi biaya transfer karena transaksi langsung mengalami proses antar Bank Sentral (direct swapping digital currency).
Jika Indonesia menerapkan CBDC, rupiah digital kemungkinan bakal akan menjadi kompetitor e-wallet lainnya seperti OVO, DANA dan Gopay. Penerapan CBDC di Indonesia pun lebih cocok menggunakan mekanisme hybrid dan melakukan pembatasan jumlah nominal e-wallet sehingga tetap menjaga eksistensi bank konvensional. Kemudian, bila dibandingkan dengan e-money saat ini, CBDC lebih aman mengingat berbasis blockchain dan dapat dilacak karena melekat pada akun perorangan. Namun, masyarakat tentu perlu menyesuaikan kondisi, seperti proses konversi mata uang digital negara lain dan pihak yang berwenang melakukan penerbitan e-wallet.
Contoh Proyek CBDC yang Sudah Berjalan di Dunia
Saat ini, baru dua negara yang sudah meluncurkan digital currency secara resmi yaitu Jamaica dengan JAM-DEX dan Bahama dengan Sand Dollar. Selain itu, 12 negara sudah mengembangkan dan menguji CBDC di lapangan secara riil dalam bentuk pilot seperti China, Prancis, Kanada, Nigeria dan Arab. Situs ini memantau perkembangan CDBC di dunia.

Contoh implementasi CBDC adalah e-CNY atau Digital Yuan. PBOC (Bank Sentral China) mengoperasikan dan mengadopsi model manajemen terpusat dan sistem operasional dua tingkat. Digital Yuan merupakan substitusi utama dari kas dalam peredaran (M0) dan akan berdampingan dengan fisik RMB dan mengutamakan untuk melayani permintaan pembayaran ritel domestik.
e-CNY memiliki karakteristik antara lain kredit legal tanpa batas, penggabungan akun yang dinamis, anonimitas yang dapat mengikuti kendali bank sentral dan tanpa bunga serta biaya pertukaran. Peredaran e-CNY menggunakan proses dua tahap yang mentransfer e-CNY dari PBOC ke bank komersial. Kemudian bank akan mendistribusikan mata uang langsung ke konsumen. Masyarakat atau pengguna pun dapat melakukan proses transaksi secara online dan offline.
IMF Managing Director Kristalina Georgieva menyimpulkan sejumlah pelajaran berharga dari pengalaman berbagai negara dalam mengembangkan CBDC. Pertama, strateginya harus sesuai dengan lanskap ekonomi keuangan masing-masing negara (not one size fits all). Selanjutnya, kestabilan sistem keuangan dan perlindungan privasi menjadi poin penting dalam mendesain CBDC. Terakhir, kebijakan yang komprehensif serta seluruh pemangku kepentingan perlu mendukung pengembangan CBDC.
Pertanyaan yang Sering Ditanyakan
Apa itu mata uang digital?
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi. Prioritas kami adalah menyediakan informasi berkualitas tinggi. Kami meluangkan waktu untuk mengidentifikasi, meriset, dan membuat konten edukasi yang sekiranya dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami menerima komisi dari para mitra kami untuk penempatan produk atau jasa mereka dalam artikel kami, supaya kami bisa tetap menjaga standar mutu dan terus memproduksi konten yang luar biasa. Meski demikian, pemberian komisi ini tidak akan memengaruhi proses kami dalam membuat konten yang tidak bias, jujur, dan bermanfaat.