Banyak investor ritel kini mengandalkan alat prediksi untuk menyusun strategi di tengah gejolak lanskap keuangan global. Salah satu yang kembali mencuat adalah “Benner Cycle“.
Grafik prediksi ekonomi ini sudah eksis lebih dari 150 tahun. Banyak yang percaya ia telah secara akurat memprediksi berbagai krisis keuangan besar sejak pertengahan 1920-an. Namun, dinamika ekonomi saat ini mulai menguji validitas keyakinan tersebut.
Kapan Benner Cycle Memprediksi Pucuk Pasar?
Samuel Benner pernah menelan kerugian besar pada krisis 1873 silam. Ia lalu meneliti pola ekonomi dan menulis buku yang memetakan naik-turunnya harga aset. Pada tahun 1875, ia menerbitkan Business Prophecies of the Future Ups and Downs in Prices, memperkenalkan Benner Cycle.
Tidak seperti model matematis kompleks di keuangan kuantitatif, siklus ini berakar pada pola harga komoditas pertanian, berdasarkan pengamatan langsung Benner sebagai petani.
Di akhir temuannya, Benner—yang saat itu adalah seorang petani—meninggalkan catatan: “Pasti [benar]”. Hampir dua abad kemudian, catatan itu kembali ramai dibicarakan.

Dari sudut pandang petaninya, Benner percaya siklus matahari berdampak signifikan pada hasil panen, yang pada gilirannya mempengaruhi harga pertanian. Dari situ, lahirlah ramalan pasar.
Dalam grafik Benner:
- Garis A menandai tahun-tahun kepanikan.
- Garis B menunjukkan tahun booming, ideal untuk menjual saham dan aset.
- Garis C menandai masa resesi, tepat untuk akumulasi dan pembelian.
Benner merancang ramalannya hingga tahun 2059, walau sektor pertanian modern telah berubah secara dramatis dalam hampir 200 tahun terakhir.
Menurut Wealth Management Canada, kendati siklus ini tak mematok tahun secara pasti, grafiknya kerap sejalan dengan momen besar seperti Great Depression 1929—dengan selisih hanya beberapa tahun.
Investor bernama Panos menyatakan bahwa Benner Cycle berhasil meramalkan peristiwa penting: Great Depression, Perang Dunia II, gelembung Dot-Com, dan crash COVID-19. Grafik tersebut juga menyiratkan bahwa tahun 2023 merupakan waktu terbaik untuk membeli, dan 2026 sebagai puncak pasar berikutnya.
“2023 jadi waktu terbaik untuk membeli dalam beberapa tahun terakhir, dan 2026 bakal jadi waktu paling ideal untuk menjual,” tegas Panos.
Investor ritel kripto kian ramai membagikan grafik ini, sebagai amunisi dalam narasi bullish untuk tahun 2025–2026.
“Siklus Benner menyiratkan puncak pasar terjadi sekitar 2025, lalu disusul koreksi atau resesi. Jika akurat, maka hype spekulatif pada Crypto AI dan teknologi baru bisa meledak di 2024–2025 sebelum akhirnya mengempis,” prediksi investor mikewho.eth.
Keyakinan pada Benner Cycle Diuji
Namun, meski grafik ini makin tenar, kepercayaan pada Benner Cycle mulai goyah karena kondisi ekonomi terkini.
Pada 2 April, Presiden Trump mengumumkan rencana tarif baru yang kontroversial. Pasar global menyambutnya dengan merah pekat sejak awal pekan.
Tak dimungkiri, pergerakan pasar pada 7 April lalu begitu brutal sampai-sampai dijuluki sebagai “Black Monday”. Kejadian ini mengingatkan kita pada tragedi crash saham terkenal tahun 1987. Pada 7 April, kapitalisasi pasar kripto anjlok dari US$2,64 triliun ke US$2,32 triliun. Meski sudah mulai pulih, sentimen investor tetap diliputi kecemasan.
Di sisi lain, JPMorgan baru-baru ini menaikkan kemungkinan resesi global 2025 menjadi 60%. Lonjakan ini dipicu guncangan ekonomi imbas pengumuman tarif di Liberation Day. Goldman Sachs juga mengerek proyeksi resesi ke angka 45% dalam 12 bulan—level tertinggi sejak era inflasi dan kenaikan suku bunga pasca-pandemi.
Adapun trader veteran Peter Brandt melontarkan kritik kepada grafik Benner lewat unggahan di X (sebelumnya Twitter) pada 7 April 2025.
“Saya tak tahu sejauh mana saya bisa mempercayai ini. Pada akhirnya, yang penting hanya posisi yang saya masuki dan keluar. Grafik seperti ini justru membuat [saya] terdistraksi. Saya tak bisa long atau short grafik ini, jadi bagi saya ini cuma dunia khayalan,” komentar Peter.
Meski kekhawatiran akan resesi serta kondisi pasar yang tidak sinkron dengan prospek bullish ala Benner terus mencuat, sejumlah investor masih teguh pada ramalan Samuel Benner.
“Puncak pasar [akan tiba] di 2026. Itu artinya, kita masih punya waktu setahun jika sejarah benar-benar berulang. Terdengar gila? Mungkin. Tapi ingat: pasar bukan cuma soal angka; ia juga tentang suasana hati, ingatan kolektif, dan momentum. Kadang grafik aneh seperti ini manjur—bukan karena ajaib, tapi karena cukup banyak orang yang mempercayainya!” — ujar investor Crynet.

Menurut Google Trends, minat pencarian untuk Benner Cycle mencapai puncaknya dalam sebulan terakhir. Ini menunjukkan bahwa investor ritel semakin haus akan narasi optimistis, terutama di tengah kekhawatiran akan ketidakstabilan ekonomi dan politik yang makin menjadi.
Bagaimana pendapat Anda tentang analisis dan prediksi pucuk pasar crypto merujuk Benner Cycle ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.
