Lihat lebih banyak

Berpotensi Disalahgunakan, Cina Perketat Aturan Generative AI

3 mins
Diperbarui oleh Ahmad Rifai
Gabung Komunitas Trading Kami di Telegram

Ringkasan

  • Pemerintah Cina akan perketat penerapan generative artificial intelligence (AI).
  • Langkah ini diambil untuk memperkuat kontrol atas konten semacam itu.
  • Setiap pihak yang merilis generative AI diberi batas waktu 10 hari untuk daftarkan produk mereka setelah peluncuran.
  • promo

Pemerintah Cina bakal memperketat penerapan generative artificial intelligence  (AI) di yurisdiksinya. Langkah itu dilakukan untuk bisa memperkuat kontrol atas konten yang dibangun oleh masing-masing platform di Negeri Tirai Bambu.

Melalui Cyberspace Administration of China (CAC), pemerintah bermaksud untuk bisa membuat sistem yang mwajibkan perusahaan mendapatkan lisensi tertentu sebelum merilis model generative AI mereka.

Mengutip laporan FT, sumber yang mengetahui persoalan tersebut menuturkan bahwa persyaratan baru ini merupakan kelanjutan dari rancangan aturan yang sudah diperkenakan pada April lalu.

Nantinya, setiap entitas yang berniat merilis generative AI diberikan batas waktu selama 10 hari kerja untuk bisa mendaftarkan produk mereka setelah peluncuran.

“Jika Beijing bermaksud melakukan kontrol sepenuhnya untuk menyensor informasi yang dibuat oleh AI, mereka akan meminta  seluruh perusahaan untuk mendapatkan izin terlebih dulu dari pihak berwenang. Ditambah lagi, aturan itu juga tidak boleh menghambat perusahaan domestik dalam hal perlombaan teknologi,” jelas sumber tersebut.

Tidak Boleh Ada Unsur yang Merusak Kekuatan Negara

Dalam sebuah draf terungkap bahwa aturan terkait konten generative AI yang akan dibuat memiliki batasan yang berhubungan dengan nilai negara.

Misalnya, seperti konten AI yang ditampilkan haruslah mewujudkan nilai inti dari sosialis dan tidak mengandung apa pun yang berpotensi merusak kekuatan negara. Selain itu, konten berupa hasutan perpecahan negara, penggulingan sistem sosialis, dan informasi yang berpotensi merusak persatuan nasional tidak boleh dibuat.

Direktur CAC, Zhuang Rongwen, mengatakan bahwa pihaknya akan memastikan bahwa setiap konten AI yang beredar di Cina bisa diandalkan dan bisa dikendalikan.

Beberapa raksasa teknologi seperti Baidu dan Alibaba yang sudah lebih dulu merilis aplikasi generative AI pada tahun lalu dikabarkan tengah sibuk menghubungi regulator untuk memastikan bahwa konten AI yang mereka buat tidak melanggar aturan.

Seperti diketahui, generative AI mendapatkan popularitasnya tersendiri setelah chatbot ChatGPT karya OpenAI ramai diperbincangkan di seluruh dunia. Namun, majunya teknologi itu ternyata juga dibarengi dengan kemajuan dalam aksi kejahatan.

Laporan pada bulan Mei lalu memperlihatkan bahwa teknologi AI bisa digunakan untuk aksi negatif. Di wilayah Cina Utara, kantor kepolisian setempat mendapatkan aduan adanya penipuan yang menggunakan teknologi deepfake.

Pelaku menggunakan modus panggilan video yang meniru sosok tertentu dan meminta transfer sebanyak 4,3 juta reminbi (RMB) atau sekitar Rp9,06 miliar. Hal tersebut sukses membuat korban terkecoh dan baru tersadar ketika korban melakukan konfirmasi pada sosok sebenarnya.

Beruntung, aparat kepolisian masih sempat memulihkan sebagian besar dana atau sekitar 3,7 juta RMB, lantaran korban melakukan transfer dalam 2 tahap.

“Dia mengobrol melalui panggilan video, wajah dan suaranya juga bisa dikonfirmasi, hal itu yang membuat lengah,” ungkap korban.

Uni Eropa Ambil Langkah Serupa

Kekhawatiran terhadap penyalahgunaan generative AI turut sampai ke Eropa. Pada Juni lalu, parlemen Eropa telah menyepakati aturan untuk AI. Regulasi tersebut menjadi aturan pertama yang diterapkan di negara barat untuk menjadi acuan dalam pembuatan undang-undang (UU).

Dalam aturan tersebut, pengembang generative AI akan diminta untuk mengirimkan sistem operasi mereka sebelum meluncurkannya secara komersial. Hal itu dimaksudkan untuk bisa melakukan peninjauan dari segala aspek terhadap konten dan aplikasi yang beredar.

Selain itu, parlemen Eropa pun memutuskan untuk tetap melarang sistem identifikasi biometrik secara real-time dan sistem social scoring.

Direktur Senior Kebijakan Publik Workday, Jens-Henrik Jeppesen, mengatakan bahwa aturan tersebut bermaksud untuk melindungi pengembangan dan penggunaan teknologi, sembari memastikan bahwa wilayah Uni Eropa memiliki lingkungan yang ramah terhadap inovasi.

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!

Platform kripto terbaik di Indonesia | Mei 2024

Trusted

Penyangkalan

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.

BIC_userpic_sb-49-profil.jpg
Adalah seorang penulis dan editor yang pernah berkiprah di banyak media ekonomi dan bisnis. Memiliki pengalaman 7 tahun di bidang konten keuangan, bursa dan startup. Percaya bahwa blockchain dan Web3 akan menjadi peta jalan baru bagi semua sektor kehidupan
READ FULL BIO
Disponsori
Disponsori