Pergerakan harga Bitcoin (BTC) pada perdagangan hari ini masih berada di kisaran US$95.594. Dalam 14 hari terakhir, harga jawara kripto itu juga terus berada di rentang US$94.000 hingga US$100.000. Membuat banyak pihak mempertanyakan bagaimana kelangsungan BTC dalam beberapa hari ke depan. Apakah akan meneruskan posisi sekarang atau justru breakout dan mencapai level lebih tinggi lagi.
Tekanan yang terasa oleh aset kripto nomor wahid itu makin kentara setelah adanya dana keluar dalam jumlah besar melalui ETF Bitcoin spot. Data SoSoValue mengungkap, selama periode 10 hingga 14 Februari 2025, sebanyak US$585,65 juta menguap dari ETF Bitcoin.
Financial Expert Ajaib, Panji Yudha menjelaskan, penurunan itu dipicu oleh komentar hawkish Ketua The Fed, Jerome Powell, serta data inflasi AS pekan lalu yang lebih tinggi dari perkiraan. Inflasi tahunan AS tercatat naik menjadi 3% pada Januari, sementara inflasi inti mencapai 3,3%.
Kondisi itu memicu kekhawatiran pasar yang mengakibatkan turunnya kapitalisasi pasar aset kripto sebesar 5% dan membuat harga BTC sempat jatuh di bawah US$95.000. Ketika itu, Powell menegaskan bahwa suku bunga kemungkinan tetap tinggi lebih lama untuk menekan inflasi, yang pada akhirnya mengecewakan investor yang berharap pemangkasan lebih cepat.
Selain faktor kebijakan The Fed, sentimen pasar juga mendapat tekanan dari kebijakan tarif Presiden Donald Trump terhadap Kanada, Meksiko, dan Cina. Kombinasi faktor ini membuat aset berisiko, termasuk Bitcoin, berada di bawah tekanan. Indeks Fear and Greed Bitcoin pun merosot ke zona ‘Fear’ setelah rilis data CPI, mencerminkan meningkatnya ketidakpastian di pasar.
“Selama hampir dua minggu, harga Bitcoin bergerak di kisaran US$94.000 hingga US$100.000 tanpa berhasil menembus level tersebut atau mengalami penurunan signifikan. Pergerakan harga cukup tajam, di mana BTC berpotensi naik ke US$105.000 jika mampu menembus resistensi psikologis di US$100.000. Namun, jika BTC turun di bawah US$94.000, koreksi lebih lanjut dapat terjadi dengan support berikutnya di sekitar $91.000,” jelas Panji dalam keterangan resmi.
Pelaku Pasar Bersiap Untuk Volatilitas
Pekan ini, pelaku pasar kripto bersiap menghadapi data ekonomi AS yang dapat memicu volatilitas. Fokus utama banyak pihak tertuju pada risalah FOMC Januari yang rilis 19 Februari. Laporan ini akan memberikan wawasan terkait kebijakan suku bunga The Fed.
Selain itu, pernyataan Jerome Powell yang tidak terburu-buru menurunkan suku bunga, meski ada tekanan dari Donald Trump, semakin diperhatikan pasar. Di samping itu, laporan klaim pengangguran awal pada 22 Februari juga akan menjadi indikator penting.
Pekan lalu, angka klaim turun ke 213.000, lebih rendah dari perkiraan. Jika angka ini kembali naik, pasar dapat mengantisipasi potensi pemangkasan suku bunga lebih cepat, yang bisa meningkatkan daya tarik Bitcoin sebagai aset alternatif.
Terakhir, data Sentimen Konsumen AS dari University of Michigan pada 23 Februari dapat mempengaruhi pasar. Optimisme konsumen dapat mendorong permintaan terhadap aset berisiko, termasuk Bitcoin. Sebaliknya, ekspektasi inflasi yang meningkat bisa membuat investor beralih ke aset lebih aman, memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama.
Bagaimana pendapat Anda tentang prospek harga Bitcoin ke depannya? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.
