Trusted

Benarkah Teknologi Kuantum Bisa Retas Saldo Bitcoin Satoshi? Ini Kata CEO Tether

3 mins
Diperbarui oleh Zummia Fakhriani
Gabung Komunitas Trading Kami di Telegram

Ringkasan

  • CEO Tether Paolo Ardoino meyakinkan komunitas kripto bahwa komputasi kuantum tidak menimbulkan ancaman langsung terhadap keamanan blockchain Bitcoin.
  • Namun, ia mengakui bahwa wallet yang tidak aktif—seperti yang terkait dengan Satoshi Nakamoto—bisa menjadi rentan akan kemajuan teknologi ini di masa depan.
  • Ardoino juga menekankan batas pasokan Bitcoin sebesar 21 juta koin tetap tidak akan berubah, terlepas dari seberapa jauh perkembangan komputasi kuantum.
  • promo

CEO Tether Paolo Ardoino menepis kekhawatiran bahwa komputasi kuantum (quantum computing) akan menjadi ancaman langsung bagi keamanan Bitcoin.

Pernyataannya muncul setelah laporan bahwa Google memperkirakan aplikasi komersial komputasi kuantum bisa hadir dalam lima tahun ke depan.

Komputasi Kuantum Bisa Kembalikan BTC yang Hilang ke Peredaran

Dalam unggahan di X pada 8 Februari, Ardoino menegaskan kepada komunitas bahwa sistem kriptografi Bitcoin tetap solid. Ia menyatakan komputasi kuantum masih jauh dari ancaman nyata dan bahwa Bitcoin akan mengimplementasikan solusi tahan kuantum (quantum-resistant) sebelum teknologi ini benar-benar menjadi masalah serius.

Namun, ia juga menyoroti bahwa jika teknologi kuantum berkembang pesat, maka wallet-wallet Bitcoin yang sudah lama tidak aktif—terutama yang dimiliki oleh pemilik kunci yang hilang atau telah wafat—bisa menjadi rentan.

Ini termasuk wallet yang diyakini menyimpan sekitar 1,2 juta BTC yang terkait dengan sosok misterius pencipta Bitcoin, Satoshi Nakamoto.

“Semua Bitcoin yang tersimpan dalam wallet yang hilang, termasuk milik Satoshi (jika ia sudah tiada), berisiko diretas dan kembali ke peredaran,” ujar CEO Tether.

Total Number of Lost Bitcoin.
Jumlah Total Bitcoin yang Hilang | Sumber: Chainalysis

Kendati demikian, Ardoino menepis kekhawatiran bahwa komputasi kuantum dapat mengguncang struktur moneter fundamental Bitcoin. Ia menegaskan bahwa pasokan Bitcoin akan tetap dibatasi pada 21 juta, tak peduli seberapa jauh perkembangan teknologi.

“Hanya ada 21 juta Bitcoin, titik. Itu tidak akan berubah. Bahkan komputasi kuantum pun tak bisa menyentuhnya. Inilah pesan utama yang harus diingat,” tambah Ardoino.

Sikap Ardoino selaras dengan pandangan Emin Gün Sirer, Co-founder Ava Labs. Sirer sebelumnya mengungkapkan bahwa transaksi awal Bitcoin masih menggunakan format Pay-to-Public-Key (P2PK) yang kini sudah usang.

Format tersebut mengekspos kunci publik, membuatnya lebih rentan akan serangan berbasis komputasi kuantum.

Sirer mengusulkan bahwa langkah pencegahan dapat menjadi solusi untuk mengurangi risiko di masa depan. Ini termasuk membekukan saldo yang berbasis P2PK lama atau menetapkan tenggat waktu penggunaannya.

“Koin yang ditambang lebih awal oleh Satoshi menggunakan format Pay-To-Public-Key (P2PK) yang sudah kuno, yang mengungkapkan kunci publik dan memberi waktu bagi peretas untuk mengeksploitasinya—sebuah hadiah terbesar dalam dunia kriptografi… jika ancaman komputasi kuantum semakin nyata, komunitas Bitcoin mungkin perlu mempertimbangkan untuk membekukan koin Satoshi atau, secara lebih umum, menetapkan tenggat waktu dan membekukan semua koin yang tersimpan dalam UTXO berbasis P2PK,” terang Sirer.

Perlombaan Komputasi Kuantum dan Implikasinya

Komputasi kuantum memanfaatkan prinsip-prinsip mekanika kuantum untuk mengolah data dengan kecepatan yang jauh melampaui komputer konvensional.

Terobosan ini memunculkan kekhawatiran akan kemampuannya dalam meruntuhkan enkripsi modern, termasuk sistem kriptografi yang menopang keamanan jaringan blockchain.

Baru-baru ini, Google merilis prosesor kuantum terbarunya, Willow, yang kembali memantik perdebatan tentang seberapa cepat kemajuan ini dapat memengaruhi keamanan siber.

Jika sebelumnya banyak pakar memperkirakan ancaman nyata dari komputasi kuantum masih setidaknya satu dekade lagi, Kepala Quantum AI Google, Hartmut Neven, justru mengindikasikan bahwa aplikasi komersialnya bisa jadi akan tiba dalam kurun waktu lima tahun lagi.

“Kami optimistis bahwa dalam lima tahun ke depan, kita akan melihat aplikasi nyata yang hanya dapat dijalankan dengan komputer kuantum,” tutur Neven.

Adapun komputer kuantum yang cukup canggih secara teoretis dapat membobol kunci kriptografi, memanipulasi transaksi blockchain, hingga merebut kendali atas operasi mining.

Konsekuensi dari skenario ini bisa mencakup akses ilegal, double spending, hingga manipulasi jaringan. Inilah mengapa komunitas kripto kini terus mencermati perkembangan teknologi ini guna memitigasi dampaknya terhadap keamanan digital.

Kendati demikian, industri blockchain juga tak tinggal diam. Sejumlah jaringan blockchain seperti Solana tengah mengembangkan sistem kriptografi tahan kuantum, memastikan bahwa sistem blockchain dapat berevolusi seiring dengan ancaman yang terus berkembang.

Bagaimana pendapat Anda tentang ancaman komputasi kuantum terhadap saldo Bitcoin di wallet Satoshi? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!

Platform kripto terbaik di Indonesia | Februari 2025
Platform kripto terbaik di Indonesia | Februari 2025
Platform kripto terbaik di Indonesia | Februari 2025

Penyangkalan

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.

oluwapelumi-adejumo.png
Oluwapelumi Adejumo
Oluwapelumi percaya bahwa Bitcoin dan teknologi blockchain memiliki potensi untuk mengubah dunia menjadi lebih baik. Dia adalah seorang pembaca yang rajin dan mulai menulis tentang kripto pada tahun 2020.
READ FULL BIO
Disponsori
Disponsori