Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal melakukan revisi atas aturan pajak di ruang kripto. Kebijakan yang termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 68/2022 itu sebelumnya memasukkan aset kripto sebagai komoditas. Namun kini setelah tampuk pengaturan berpindah ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aset kripto masuk sebagai aset keuangan digital.
Atas dasar itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Bimo Wijayanto mengaku akan melakukan penyesuaian aturan terkait pemungutan pajak atas transaksi kripto. Meski demikian, pihaknya tidak menjelaskan lebih detail terkait besaran tarif maupun mekanisme pemungutannya kelak.
Dalam laporan Antara terungkap, dalam aturan baru, nantinya kripto akan beralih menjadi instrumen keuangan.
“Dulu kami mengatur kripto itu sebagai bagian dari komoditas. Kemudian ketika dia beralih menjadi instrumen keuangan, maka aturannya harus mengalami penyesuaian,” jelas Bimo.
Sebelumnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, Bimo sudah mengatakan bahwa pihaknya akan menggenjot penerimaan negara yang bersumber dari aset kripto. Tetapi di sisi lain, pihaknya juga tengah memfinalisasi beberapa kebijakan yang menyangkut pengenaan pajak transaksi atas aset kripto.
Industri Berharap Pengenaan Pajak yang Adil dan Proporsional
Sebagai catatan, perihal revisi aturan pajak kripto ini sempat mendapatkan respons yang positif dari pelaku pasar. Chief Executive Officer (CEO) Tokocrypto, Calvin Kizana misalnya. Ia berharap agar revisi aturan perpajakan mempertimbangkan status aset kripto yang kini berada di bawah OJK, yakni sebagai aset keuangan bukan lagi komoditas.
Dalam hematnya, jika kripto diperlakukan sebagai produk keuangan, maka seharusnya transaksinya tidak dikenakan PPN seperti produk keuangan lainnya.
Sementara itu, Chairman Indodax, Oscar Darmawan mendorong pemerintah untuk bisa membentuk kebijakan yang lebih adaptif dan mendukung pertumbuhan industri. Menurutnya, saat industri sudah patuh membayar pajak dan menjalankan kewajiban KYC serta AML dengan baik.
Maka pemerintah juga perlu memberikan ruang inovasi dan mendorong kolaborasi lintas sektor. Untuk dipahami, saat ini berdasarkan aturan yang ada, kebijakan pajak di ruang kripto menerapkan pemotongan pajak final sebesar 0,10% untuk Pajak Penghasilan (PPh) dan 0,11% untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi exchange teregulasi.
Oleh karena itu, revisi aturan perpajakan yang tengah digodok oleh DJP akan menjadi babak baru dalam pertumbuhan industri aset digital yang berkelanjutan di Indonesia.
Bagaimana pendapat Anda tentang rencana DJP untuk melakukan revisi atas pajak kripto di Indonesia ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.
