Trusted

Goldman Sachs Optimis Saham AI Masih Punya Potensi untuk Tumbuh

3 mins
Oleh Harsh Notariya
Diterjemahkan Zummia Fakhriani
Gabung Komunitas Trading Kami di Telegram

Ringkasan

  • Goldman Sachs menerangkan bahwa meski ada kekhawatiran dari investor, saham AI bukanlah sebuah gelembung (bubble), tetapi masih di tahap awal dari sebuah siklus teknologi.
  • Deretan perusahan AI, manufaktur semikonduktor, dan penyedia layanan cloud telah menyumbang sekitar 60% keuntungan secara year-to-date (YTD).
  • Namun, investor ritel harus menghindari mentalitas mengikuti mayoritas (herd mentality) dan berhati-hati saat berinvestasi dalam saham AI dengan valuasi saat ini.
  • promo

Meskipun sebagian investor menyebut reli artificial intelligence (AI) sebagai sebuah gelembung dan mengambil sikap bearish, Goldman Sachs justru optimis bahwa saham AI masih memiliki masa depan yang cerah di depan mereka.

Umumnya, ledakan disruptif dalam sektor tertentu akan membangkitkan optimisme di kalangan investor. Kemudian, dana dari modal ventura (VC) serta investor ritel mulai mengalir ke sektor tersebut.

Lalu, setelah mencapai titik tertentu, akibat optimisme yang berlebihan, saham-saham ini akan masuk ke zona yang nilainya terlalu tinggi (overvalued), atau yang sering disebut sebagai fenomena gelembung (bubble). Gelembung dot com pada awal tahun 2000 menjadi contoh yang sempurna untuk fenomena ini.

15 Perusahaan Terbesar Pimpin Indeks S&P 500

Sementara indeks S&P 500 telah konsisten berada dalam tren naik, terdapat 15 perusahaan terbesar yang berkontribusi lebih dari 90% terhadap reli ini. Tangkapan layar di bawah ini membantu memvisualisasikan kontribusi perusahaan-perusahaan tersebut terhadap kenaikan indeks secara keseluruhan.

Concentration of returns in the stock market in 2023. Source: Goldman Sachs report
Konsentrasi return di pasar saham pada tahun 2023 | Sumber: Laporan Goldman Sachs

Menurut riset Goldman Sachs, perusahaan-perusahaan AI, manufaktur semikonduktor, dan penyedia layanan cloud telah menyumbangkan sekitar 60% keuntungan (return) secara year-to-date (YTD). Sebagai akibat dari hal ini dan juga konsentrasi return yang luar biasa tinggi, sejumlah pihak percaya bahwa pasar kini tengah berada di dalam gelembung AI.

Namun, Peter Oppenheimer, selaku Kepala Ahli Strategi Ekuitas Global di Goldman Sachs, percaya bahwa saham AI tidak sedang berada dalam gelembung meskipun terjadi reli.

“Kami percaya [bahwa] kita secara relatif masih berada di tahap awal dari siklus teknologi baru yang kemungkinan akan mengantarkannya pada kinerja yang lebih unggul.”

Perbandingan AI dengan Gelembung Dot Com

Bill Smead, pendiri sekaligus CEO dari Smead Capital Management, membandingkan valuasi saham AI dengan gelembung dot com.

“Episode euforia keuangan ini telah mencapai tingkat tinggi secara berkelanjutan sehingga membuat gelembung dot-com nampak seperti perubahan kecil.”

Sebelumnya, BeInCrypto sempat melaporkan bahwa pendiri SkyBridge Capital, Anthony Scaramucci, juga percaya bahwa saham AI berada dalam gelembung. Namun, Goldman Sachs berpendapat bahwa valuasi saham AI tidak setinggi gelembung dot com, dengan alasan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut memiliki “neraca dan return on investment (ROI) yang luar biasa kuat.”

Di sisi lain, Oppenheimer juga mencoba menjelaskan pandangannya berdasarkan rasio price-earning (P/E). Meskipun dia setuju bahwa valuasi saham AI tinggi, dia percaya bahwa itu tidak setinggi mania dot com.

“Dibandingkan dengan median dan kisaran 10 tahun, rasio price-to-earnings (P/E) untuk sektor teknologi AS saat ini tepat berada di puncak. Tetapi itu bukan cerita lengkapnya. Tujuh perusahaan AS terbesar yang dianggap sebagai pemimpin dalam perlombaan untuk mengomersilkan teknologi AI generatif memiliki rasio P/E rata-rata 25. Angka itu dibandingkan dengan rasio P/E 52 untuk perusahaan-perusahaan terbesar pada puncak gelembung internet.”

Waktunya untuk Berhati-hati?

Meskipun pendapat para pakar beragam, penting bagi investor ritel untuk berhati-hati saat menanamkan modal dalam saham AI dengan valuasi saat ini. Pasalnya, selama terjadi gelembung, investor seringkali mengabaikan riset mandiri dan hanya mengikuti herd mentality atau mentalitas mengikuti mayoritas.

Faktanya, gelembung dot com, gelembung ICO, serta keruntuhan TerraLuna dan ekosistem FTX yang terjadi tahun lalu menjadi bukti dari sejumlah keruntuhan besar di mana banyak investor terpaksa harus kehilangan modal mereka.

Tidak dapat dimungkiri, AI memang memiliki prospek pertumbuhan yang menggiurkan. Namun, FOMO (fear of missing out) untuk berinvestasi pada saham yang nilainya overvalued justru bisa menyebabkan kerugian finansial bagi investor.

Bagaimana pendapat Anda tentang optimisme Goldman Sachs terkait saham AI ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!

Platform kripto terbaik di Indonesia | Oktober 2024
Platform kripto terbaik di Indonesia | Oktober 2024
Platform kripto terbaik di Indonesia | Oktober 2024

Penyangkalan

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.

Zummia.jpg
Zummia Fakhriani
Zummia adalah seorang penulis, penerjemah, dan jurnalis dengan spesialisasi pada topik blockchain dan kripto. Ia mengawali sepak terjang di industri kripto sebagai trader kasual sejak 2015. Kemudian, mulai berkiprah sebagai penerjemah profesional di industri sejak 2018 sembari mengenyam tahun ketiganya di program studi Sastra Inggris kala itu. Menyukai topik terkait DeFi, koin privasi, dan Web3.
READ FULL BIO
Disponsori
Disponsori